MAKNA, GERAK, DAN FUNGSI TARI TANGGAI DI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN
Anisa Apriyani, Melli Alyana
Program Studi Pendidikan Seni Tari
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail: anisaapriyani1455@gmail.com
Abstract
Tanggai Dance is a welcome guest dance in the city of Palembang. Tanggai Dance is one of the dance that until now continues to exist and become a dance that must be known and studied by young people especially women. It is not recklessly to dance the Tanggai dance, but dancers should also know the contents of the dance, because there is a value to be conveyed to the people who appreciate the Tanggai dance. There are three focus problems that will be researched and formulated in the research question which is how the form of Tanggai dance, what is the meaning of the movement of Tanggai dance and what is the function of the Tanggai dance in the city of Palembang. This research uses qualitative re-search methods. The research aims to discuss the shape and meaning of the dance movements of Tanggai. The discussion of the form uses the concept of Suzzane K. Langer and Soedarsono about the form which means the structure of a relationship of various factors that are intertwined. Discussion of the meaning of motion using the concept expressed by Anya Peterson Roice about the three things of use is, mimetic, abstract, and metaphoric. The result of this research is Tanggai dance in Palembang city is a packaging dance form for welcome guests. Related to the meaning of the whole movement of Tanggai dance that has the meaning of surrender to the Lord Almighty.Â
Â
 Keywords: dance form and motion meaning
PENDAHULUAN
Sumatera Selatan merupakan daerah yang mempunyai banyak sekali kesenian. Kesenian yang berkembang di Sumatera Selatan sudah ada sejak masa kerajaan yang pernah berada di wilayah tersebut yaitu kerajaan Sriwijaya. Kesenian tersebut di antaranya ada teater, musik dan tari yang tersebar di setiap daerah yang ada di Sumatera Selatan. Salah satu kesenian yang selalu mengalami perkembangan adalah seni tari. Hampir di setiap daerah di Sumatera Selatan mempunyai tari penyambutan. Tari untuk menyambut tamu memang sudah ada sejak masa kolonial, dimana para penari merupakan para putri dari kerajaan atau putri dari para bangsawan saat itu, dan gerakan yang dilakukan masih sangat sederhana dan belum tersusun atau improfisasi. Tari penyambutan tersebut biasanya menggunakan tepak dan kuku palsu sebagai hiasan di tangan yang disebut Tanggai (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Pada masa penjajahan banyak para tamu yang datang ke kota Sumatera Selatan khususnya di kota Palembang. Pada saat itu belum ada tari penyambutan tamu khusus untuk kota Palembang, sehingga atas permintaan pemerintah Jepang pada saat itu dan juga pemerintah setempat, maka terciptalah tari penyambutan tamu pertama kali yang ada di kota Palembang yaitu Tari Gending Sriwijaya yang di ciptakan oleh Sukainah A. Rozak. Tari Gending Sriwijaya merupakan tari penyambutan yang diciptakan untuk menyambut para tamu yang datang ke kota Palembang dengan mengangkat konsep Hindu dan Budha. Dimana pencipta tari Gending Sriwijaya sengaja mengangkat konsep Hindu dan Budha, karena ingin mengenang masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, dan menunjukkan bahwa Palembang merupakan peninggalan dari kerajaan yang besar (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Seiring berjalannya waktu keberadaan tari Gending Sriwijaya mengalami banyak perdebatan yang menimbulkan tari Gending Sriwijaya mengalami kemunduran. Kemudian dalam kemunduran tari Gending Srwijaya, salah satu penari Gending Sriwijaya yaitu Elly Anggraini Soewondo atau lebih dikenal dengan nama Elly Rudy mencoba menciptakan tari dengan konsep rasan tuo pada tahun 1965. Rasan tuo merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para orang tua berembuk untuk menentukan jodoh bagi anak laki-lakinya. Tari yang diciptakan Elly Rudy bernama tari Tanggai yang diambil dari properti yang digunakan. Tanggai merupakan kuku palsu yang digunakan oleh penari. Elly Rudy merupakan penari tari Gending Sriwijaya, oleh sebab itu dalam penciptaan tari Tanggai memang ada nafas tari Gending Sriwijaya dan beberapa gerakan tari Tanggai mengacu pada gerak Tari Gending Sriwijaya yang terkesan tari Tanggai hampir sama dengan tari Gending Sriwijaya (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Tari Tanggai diciptakan sebagai tari penyambutan tamu pada acara pernikahan dan tidak menggunakan tepak. Akan tetapi karena tari Gending Sriwijaya mengalami permasalahan dan mengalami kemunduran dalam pertunjukannya, lalu pada tahun 1978 ibu Lukita Ningsih Irsan Rajiman selaku ketua BKKNI (Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia) Sumatera Selatan menyarankan agar tari Tanggai diberi tepak supaya bisa berfungsi sebagai tari sambut (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Tari Tanggai diterima baik oleh masyarakat Palembang hingga saat ini, sehingga tari Tanggai tetapkan sebagai tari penyambutan tamu untuk kota Palembang. Tari Tanggai tidak menggantikan tari Gending Sriwijaya sebagai tari penyambutan tamu. Tari Gending Sriwijaya tetap menjadi tari Penyambutan tamu untuk tamu yang berhubungan dengan Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan tari Tanggai merupakan tari penyambutan tamu khusus untuk kota Palembang. Tari Tanggai saat ini sudah menjadi bahan ajar serta materi di beberapa Universitas dan perguruan tinggi yang ada di Sumatera Selatan, seperti Universitas Sriwijaya serta Universitas PGRI Palembang. Selain itu tari Tanggai juga menjadi materi di sekolah-sekolah dan sanggar-sanggar yang ada di Palembang (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Tari Tanggai ditarikan oleh para perempuan dan berjumlah ganjil. Berjumlah ganjil dikarenakan pencipta tari mengambil konsep rasan tuo, dimana salah seorang penari menjadi primadona. Musik yang dipakai adalah musik melayu yang terdiri dari beberapa instrument seperti Akordeon, Biola, Kendang, Rebana dan Orgen Tunggal. Busana yang digunakan pada tari Tanggai adalah Aesan Gedeh. Aesan Gedeh adalah busana kebesaran yang di pakai oleh putra-putri bangsawan, yang kemudian dipakai dalam tari gending Sriwijaya dan Tari Tanggai karena ingin menunjukkan identitas kota Palembang yang merupakan peninggalan kerajaan yang besar, serta ingin melestarikan budaya dan peninggalan terdahulu. Gerakan-gerakan yang ada pada tari Tanggai secara keseluruhan adalah gerakan mudra. Menurut Elly Rudy Mudra adalah gerakan penyerahan diri kepada yang MahaKuasa (wawancara Elly Rudy, 25 Oktober 2018).
Â
BAHAN DAN METODE
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif. Menurut Nyoman (2010: 337) metode deskriptif lebih banyak berkaitan dengan kata-kata, bukan angka-angka, benda-benda budaya apa saja yang sudah diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan mengkaji budaya meliputi kajian fungsi tari Tanggai di Palembang maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan varian-variannya. Analisis sosiologi digunakan dalam memperoleh data dan menganalisis data penelitian yang valid. Analisis sosiologi bersifat umum sebab segala sesuatu berkaitan dengan masyarakat, segala sesuatu dihasilkan oleh masyarakat. Tentunya kajian sosiologi tepat digunakan dalam penelitian ini karena tari Tanggai difungsikan oleh masyarakat sebagai produk seni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Makna Gerak Tari Tanggai Di Kota Palembang Sumatera SelatanÂ
Makna menurut Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI) adalah pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Makna dalam sebuah tari berhubungan erat dengan perkembangan yang terjadi pada tari dan Masyarakat sekitar, oleh sebab itu makna tari merupakan subjek untuk mengesankan masa lalu, dan digunakan untuk kajian-kajian yang akan datang.
Salah satu cara yang digunakan untuk membahas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan makna konotatif. Dikatakan denotatif sebab makna denotatif ini berlaku untuk umum. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa adanya pergeseran dari makna umum (Sobur, 2009:262-264).
Makna yang mendasari gerak tari Tanggai adalah tentang bentuk kepedulian terhadap Masyarakat sekitar. Kemudian untuk makna keseluruhan yang terkandung pada tari Tanggai merupakan penyerahan kepada sang Maha Kuasa atau menurut pencipta adalah gerakan mudra. Mudra adalah gerakan yang dilakukan dengan menyerahkan diri kita kepada Sang Pencipta (wawancara Elly Rudi, 25 oktober 2018). Menurut Soedarsono (1978:30) tari merupakan kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kelompok, tapi merupakan bentuk kesenian yang memiliki media ungkap sebagai substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Gerak-gerak dalam tari bukanlah gerak realistis dan gerak keseharian, melainkan gerak yang telah diberi dan dibentuk ekspresif. Makna yang akan disampaikan pada gerak-gerak tari Tanggai disampaikan kepada semua kalangan masyarakat. Pada gerak tari Tanggai Elly Rudi ingin menyampaikan bahwa selayaknya manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan maka harusnya kita selalu berserah kepada yang maha kuasa. (wawancara, Elly Rudi 25 Oktober 2018).
Selanjutnya menurut Anya Peterson Royce dalam bukunya Antropologi Tari yang diterjemahkan oleh FX. Widaryanto mengatakan bahwa ketika kita berbicara tentang makna tari, kita secara tersirat sedang membandingkan aspek-aspek komunikasi dari perilaku tari dengan media ekspresi yang lainnya. Kita akan menanyakan kapasitas ekspresi tari yang kadang-kadang membuatnya menjadi paling efektif sebagai pembawa makna (1977:209). "Memahami makna dalam sebuah tari terdapat tiga wilayah permasalahan yang signifikan. 1) tipe tari berkenaan dengan makna, yaitu, mimetik, abstrak, dan metaforik, 2) signifikansi dari konteks dalam penentuan makna, 3) adanya makna yang sengaja versus yang tidak sengaja" (Widaryanto, 1977:213-214). Ada tiga poin yang akan dibahas mengenai makna, yaitu, tipe yang berkenaan dengan makna yaitu gerak mimetik, abstrak dan juga gerak metaforik.
1) Gerak Mimetik
Mimetik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia meniru perilaku atau  peristiwa sekitar. Tari mimetik adalah tari yang geraknya menirukan perilaku atau peristiwa yang ada di sekitar. Dalam tari Tanggai ada beberapa gerak yang menirukan perilaku atau peristiwa yang ada di sekitar antara lain:
- Gerak Ulur Benang
    Ulur benang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan Palembang pada saat menjahit atau menenun dengan cara menarik atau mengulur benang. Gerak ulur benang melambangkan kegiatan masyarakat kota Palembang khusunya perempuan yang pekerjaan sehari-hari adalah menyulam dan menenun yang kegiatan tersebut berhubungan dengan tali dan benang (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018). Sebagimana perempuan Palembang sangat pandai dalam pekerjaan tangan. Mereka sangat pandai menyulam, meniru pekerjaan wanita dan melukis berbagai bentuk dan bunga-bungaan dari emas diatas kain sutera dan katun yang sebelumnya mereka gambar (Sevenhoven 1971:36).Begitu pentingnya keahlian menenun bagi seorang perempuan. Keahlian menenun menandakan bahwa ia seseorang perempun terhomat dan akan menjadi idaman bagi para pemuda untuk dapat mempersuntingnya (Nawiyanto, 2016:143).
- Gerak Tabur
   Tabur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kegiatan menyebar. Kegiatan menabur atau menyebar bisa dilakukan oleh siapapun, dalam hal ini adalah menabur kebaikan. Penyampaian gerak pada tari Tanggai juga seperti orang menabur. Menabur bisa memiliki banyak arti, tetapi gerak tabur pada tari Tanggai mempunyai pemaknaan sendirioleh pencipta tentang gerak menabur yaitu menaburkan agama atau makna secara umum yaitu menaburkan kebaikan yang kita terima dari sang mahakuasa, dengan membagikan kepada sesama. Dengan kita memberi atau menabur kebaikan, maka berkat dari sang Maha Kuasa juga akan semakin melimpah kepada hidup kita (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018).
- Gerak Memohon
    Memohon menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah meminta dengan hormat berharap supaya dapat sesuatu. Seperti namanya gerak memohon adalah gerak ketika kita meminta sesuatu. Mempunyai makna memohon semua hal yang baik dari sang mahakuasa (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018). Di dalam masyarakat Palembang adalah manusia yang berketuhanan, sehingga dalam hal ini manusia selalu dituntut untuk selalu berserah diri dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saputra, 2016:94)
- Gerak Suri
    Suri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sisir. Jadi bersuri adalah menyisir rambut. Sebagaimana adanya tuntutan kepada seorang wanita untuk menjaga kehormatan diri, sehingga sudah sepantasnya mendapat perlindungan lebih, di mana di dalam mayarakat Palembang wanita lebih banyak dipingit di dalam rumah ketimbang berkualitas di luar rumah. Mempercantik diri merupakan tuntutan dan kewajiban yang dilakukan oleh wanita sebagai berntuk perwujudan wanita Palembang yang cantik lahir dan batin, dimana juka hal ini tidak dilakukan di anggap kurang sopan (Saputra, 2016:95- 96).
- Gerak Elang Terbang
    Elang terbang merupakan gerak yang menirukan perilaku hewan yaitu burung elang yang sedang terbang dengan membentangkan kedua tangannya. Gerak ini melambangkan bahwa manusia harus selalu tangkas dalam segala sesuatu dan setiap kehidupan mahluk hidup akan menggantungkan hidup dengan alam yang menyediakan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu tidak hanya laki-laki tetapi perempuan juga dituntut tangkas dalam segala kegiatan (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018). Sesuai dengan cara hidup yang hanya mengambil dan mengumpulkan apa saja yang terdapat di sekelilingnya seperti buah- buahan dan sayur-sayuran. Tugas ini dilakukan oleh kaum Perempuan dan anak-anak. Untuk mencari Binatang buruan, menangkap ikan di laut,di sungai, di danau, adalah pekerjaan laki-laki. (Abdulah, 1991:11).
2 ) Gerak Abstrak
Gerak abstrak merupakan gerak yang tidak memiliki makna dan hanya untuk memenuhi kebutuhan estetik. Pada tari Tanggai Gerak-gerak seperti ini biasanya hanya untuk mendukung keindahan gerak yang dibentuk. Seperti gerak silang sebagai gerak penghubung, gerak rentang saat ingin melakukan sembah, lalu gerak keset (jalan pelan).
3) Gerak Metaforik
Gerak metaforik yaitu gerak yang menirukan gerak dari alam sekitar dan merupakan pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebernarnya. Dalam hal ini adalah makna yang ada pada gerak tari Tanggai.
- Gerak Kecubung
    Kecubung adalah tumbuhan yang mempunyai khasiat yang sangat banyak. Ketika digunakan dengan baik, maka juga menjadi obat yang sangat berkhasiat. Tetapi ketika disalahgunakan, maka juga akan menjadi racun yang sangat berbahaya. Salah satu cara mempertahankan diri demi kelangsungan hidup, dengan cara memanfaatkan yang ada di alam sekitar, seperti mencari makan, menyembuhkan penyakit ketika terjadi wabah penyakit (Abdullah Ma'moen 1991:10). Gerak kecubung dilakukan dengan gerakan memutar. Sehingga manusia dituntut untuk setiap aktivitas yang dilakukan tidak meninggalkan tujuan akhir dari kehidupan yaitu kematian. Sehingga dapat dikatakan manusia dituntut untuk selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai mahluk Tuhan dalam arti melaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhi semua larangannya (Saputra, 2016:96).
- Gerak Tafakur
    Tafakur merupakan renungan atau perenungan. Kegiatan ini dilakukan pada saat bersujud dan berserah kepada sang Pencipta. Tafakur adalah gerakan yang diambil dari cara kita berserah kepada yang Maha Kuasa.Banyak menyesuaikan diri dan menyerah dengan kepercayaan akan membawa akibat yang baik, sehingga jika berbuat atas dasar pikiran sehat dan berhati-hati dapat dipastikan bahwa setiap peraturan baru dan yang diinginkan terjadi atas berkat pertolongan Tuhan (Sevenhoven 1971:55).
Â
- Gerak Menyumping
    Menyumping diambil dari kata cuping yang berarti telinga. Sehingga menyumping adalah kegiatan yang dilakukan menggunakan telinga yaitu mendengarkan. Menurut Elly Rudi makna yang terkandung dalam gerak menyumping adalah rendah hati (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018). Hal ini berhubugan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II yaitu "Dengarkan akan perkataan yang baik dari orang yang berbicara padamu" (Nawiyanto, 2016:61). Sehingga sebagai manusia kita harus selalu mendengarkan hal-hal yang baik untuk menjadi pedoman hidup kita.Â
- Gerak Siguntang MahameruÂ
    Siguntang Mahameru adalah nama bukit tertinggi di kota Palembang. Tempat ini merupakan tempat untuk melakukan upacara keagamaan umat Budha. Dengan kata lain sebagai manusia kita harus selalu berserah kepada Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini di sampaikan dalam Fatwa Sultan Mahmud Badaruddin II bahwa "jadilah kedudukanmu untuk kebijakan dan berkatalah dengan teratur" (Nawiyanto, 2016:61). Kita lihat dimana- mana manusia perbuatan-perbuatan yang jahat telah membuatnya celaka. Harta benda, kehormatan, kekuasaan tidak terbatas, tidak mungkin menenangkan rasa penyesalan dalam hati yang lalim dan akhirnya jatuh dalam kehancuran yang tidak dapat baik kembali (sevenhoven 1971:58).
Â
- Gerak Stupa
    Stupa menurut kamus besar Bahasa Indonesisa merupakan bangunan dari batu yang bentukanya seperti genta atau bel, biasanya merupakan bangunan suci agama Budha. Sebagaimana manusia dituntut untuk selalu berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Tuntutan ini lebih ditujukan agar setiap usaha yang dilakukan individu dapat mendatangkan manfaat baik diri sendiri maupun bagi orang lain (Saputra,2016:96). Apapun yang kita lakukan sebaiknya merupakan segala sesuatu hal yang positif sehingga orang lain yang ada di sekitar kita juga merasakan hal yang positif yang kita ciptakan (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018).
- Gerak Borobudur
    Borobudur adalah candi terbesar atau kuil terbesar yang merupakan monument Budha terbesar di dunia. Borobudur merupakan tempat beribadah umat Budha,dimana hati dan pikiran kita tertuju kepada sang pencipta. Sebagaimana manusia dituntut untuk selalu berusahameningkatkan kualitas hidupnya, terutama dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalani kehidupan, namun juga harus diiringi dengan doa. Sehingga usaha-usaha yang kita lakukan tetap dalam koridor norma-norma agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Di dalam hal ini manusia di tuntut untuk menyeimbangkan antara ibadah dan usaha (Saputra, 2016:96). Kegiatan yang dilakukan untuk menyempurnakan antara usaha dan doa juga dibutuhkan keseimbangan antara rasa dan pikiran yang fokus (wawancara Elly Rudi, 25 Oktober 2018).
Â
- Gerak Tolak Bala
    Tolak bala berarti menolak atau menangkal bahaya, penyakit, atau menolak segala hal-hal yang tidak baik dari diri kita. Jadi gerak ini melambangkan perlindungan diri untuk menghindari hal-hal yang tidak baik. Dalam hal ini, fatwa yang menjadi pedoman bagi masyarakat palembang mengatakan bahwa "Pelihara akan dirimu dari perbuatan dan perkataan yang menyalahi syariat" (Nawiyanto, 2016:61). Sehingga dalam hal ini wanita harus menjaga kehormatan diri, sehingga sudah sepantasnya mendapatkan perlindungan lebih, di mana di dalam masyarakat Pelembang lebih banyak di pingit di dalam rumah daripada beraktivitas di luar rumah (Saputra, 2015: 95-96).
SIGNIFIKANSI DARI KONTEKS DALAM PENENTUAN MAKNA
Dalam pengertian yang lebih luas, kita mungkin menunjuk pada konteks secara menyeluruh dimana tari itu berlangsung. Seperti kebudayaan yang ada pada pasyarakat Palembang untuk menjadi acuan dalam penentuan makna pada kesenian khususnya tari. Menurut Ma'moen Abdullah dalam bukunya Sejarah Daerah Sumatera Selatan mengatakan bahwa pendidikan yang dilakukan oleh Masyarakat kepada anak mereka sejak kecil anak-anak sudah di ajak untuk mengikuti pekerjaan orang dewasa seperti memilih sayur- sayuran, buah-buahan yang khusus di kerjakan oleh orang perempuan. Anak perempuan juga diajar menganyam keranjang-keranjang, tikar dari daun, juga pembuatan atap-atap untuk rumah/pondok (1991:13).
Melanjukan ungkapannya dalam buku Sejarah Daerah Sumatera Selatan, seni tari yang ada di kota Palembang pada umumnya dalam bentuk masal yang berupa pemujaan terhadap kekuatan alam. Di samping itu ada juga seni tari sebagai hiburan setelah suatu usaha berhasil, umpamanya perburuan yang sukses (1991:14).
Dalam buku Tari Sambut yang ditulis oleh Yudhy Syarofie mengatakan bahwa hingga masa kolonial, juga tidak ada data mengenai perempuan menari di Palembang. Sekalipun demikian, didapat beberapa foto atau bukti yang menunjukan pertunjukan tari sambut, terutama di gedung siput yang kemudian menjadi kediaman komisaris pada waktu itu, lalu sekarang menjadi museum Sultan Mahmud Badaruddin II, ketika menyambut Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan tamu-tamu penting dari Batavia. Para perempuan yang menari pada masa itu bukanlah gadis- gadis yang berasal dari kota Palembang. Mereka merupakan putri para pembesar (pesirah atau pangeran) dari wilayah Uluan dan Iliran. Hal ini masi tetap melarang perempuan menunjukkan lekuk tubuh, wajah, bahkan suara dimuka umum, karena dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam yang bertentangan (2013:6-7).
 Menurut Yudhy Syarofie dalam bukunya Tari Sambut di Sumatera Selatan juga mengatakan bahwa penciptaan gerakan yang dilakukan oleh pencipta tari Gending Sriwijaya sebagai tari penyambutan tamu pertama yang dikemas dalam seni pertunjukan di kota Palembang mengadaptasi gerakan pada tari Tepak, yang pada masa itu sudah berkembang di beberapa daerah di Sumatera Selatan. Hal itu juga yang dilakukan Elly Rudi dalam menciptakan tari Tanggai Sebagai tari penyambutan tamu dengan pengembangan gerak dari gerak yang sudah ada sebelumnya. Pada tari ini terdapat beberapa gerak dasar dan sikap tubuh, yang kemudian menjadi semacam pakem daam gerak tari di Sumatera Selatan (wawancara Elly Rudi, 2013). Gerak dan gesture ini meliputi :
Gerak Sembah
Gerak yang biasa digunakan pada dua posisi, yaitu berdiri dan duduk. Sedangkan posisi tangan, yang telapaknya dikatupkan, dapat menunjukkan siapa yang diberi hormat. Sembah diatas kepala bermakna penghormatan terhadap dewa atau Tuhan. Sembah sejajar dada, bermakana terhadap orang yang kedudukannya lebih tinggi, misal pejabat atau pemuka masyarakat. Dan sembah dibawah dada diperuntukan kepada orang yang sama kedudukannya dengan pemberi hormat.
1)Â Gerak Simpuh
Posisi kedua kaki ditekuk, dengan telapak kaki dengan punggung kaki dilantai. Tubuh condong sesuai dengan gerakan tangan, tapi gerakan tubuh dan pinggul diusahakan tidak terlalu menonjol.
2) Gerak Mendak
Posisi kaki menyilang kebelakang kaki lainnya. Posisi tubuh keseluruhan sedikit turun. Pundak tegak tetapi tidak ditarik kebelakang. Dengan posisi ini pinggul tidak menonjol, karena memang pakem tari Sumatera Selatan tidak bolehmenonjolkan pinggul. Pada posisi ini, gerak tubuh hanya condong kekanan dan kekiri.
3) Gerak Uter atau Mentik
Uter atau Ungkel adalah gerakan memutar tangan (bagian telapak) dengan tumpuan pada pergelangan tangan. Khusus pada tari persembahan di kota Palembang seperti tari Gending Sriwijaya dan tari Tanggai, uter diiringi dengan gerak mentik. Mentik dilakukan dengan cara, ujung ibu jari menyentuh ruas pertama jari tengah, kemudian pertemuan kedua ujung jari itu dilepas dengan cepat seperti menjentikkan jari.
4)Â Gerak Mata dan Leher
Dalam tari di Sumatera Selatan, ada kesan bahwa tidak ada gerak yang khusus pada leher dan mata, serupa tari di Jawa dan Bali, misalnya. Sesungguhnya, kesan ini tidak sepenuhnya benar, karena leher dan mata merupakan bagian ekspresi tari di daerah ini. Hanya gerakannya tidak terlalu kentara mata dan leher selalu mengikuti gerakan tangan, terutama pada ujung arah lambaian tangan dan jenjik jemari (2013:12-13).
MAKNA YANG DISENGAJA DAN YANG TIDAK DISENGAJA
Mengenai makna yang disengaja dan yang tidak disengaja artinya bahwa pembicaraan apapun tentang bentuk makna tari atau pertunjukan khusus mesti mempertimbangkan seluruh kemungkinan adanya makna dari sudut pandang pelaku pertunjukan dan penonton.
Makna yang di sengaja
- Gerak Kecubung
- Gerak Ulur Benang
- Gerak Tabur
- Gerak Memohon
- Gerak Tafakur
- Gerak Menyumping
- Gerak Siguntang Mahameru
- Gerak Stupa
- Gerak Borobudur
- Gerak Elang Terbang
- Gerak Tolak Bala
- Gerak Bersuri
Makna yang tidak disengaja
Makna gerak yang tidak disengaja, muncul dari sudut pandang yang berbeda setiap orangnya. Tetapi dalam tari Tanggai ada bebrapa gerak yang tdak disengaja kemudian dimaknai oleh pencipta tari Tanggai.
- Gerak Rentang
- Jalan Keset
- Gerak Mendengarkan
FUNGSI TARI TANGGAI
Seni pertunjukan akan tetap bertahan dan berkembang dalam kehidupan masyarakat pendukungnya, apabila masih dibutuhkan dan memiliki fungsi sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat (Wulandari, 2007: 148). Di Palembang masyarakatnya menggunakan tari Tanggai sebagai kebutuhan sosial dalam konteks menyambut tamu dan memulai acara resmi ditandai dengan penyajian tari Tanggai di awal acara. Pertunjukan tari Tanggai eksis di Palembang karena keberadaan masyarakatnya menjalin sistem kekerabatan dengantamu yang datang dari dalam maupun dari luar Palembang melalui komunikasi seni tari. Fungsi utama tari Tanggai di Palembang sebagai sarana hiburan pribadi dan tontonan. Sedangkan fungsi sekunder tari Tanggai sebagai legitimasi pertanda acara dimulai dalam acara resmi maupun tidak resmi.
Seringkali masyarakat Palembang memberi pernyataan bahwa acara yang dibuka dengan pertunjukan tari Tanggai adalah acara yang meriah dan memberi hiburan bagi penonton yang datang atau bertamu. Di Palembang sudah menjadi legitimasi bagi masyrakat yang punya hajatan besar khusunya dalam acara Munggah pesta pernikahan disajikan tari Tanggai di awal acara setelah pengantin menuju mahligai kursi pelaminan, Fungsi tari Tanggai pada acara Munggah untuk merayakan pesta pernikahan. Tidak meriah rasanya jika tidak disajikan tarian Tanggai di awal acara. Acara Munggah merupakan puncak rangkaian acara dalam perkawinan adat Palembang dilakukan di rumah kediaman keluarga pengantin wanita, dihadiri oleh pihak keluarga kedua mempelai juga dihadiri oleh para tamu undangan untuk berpesta. Munggah memiliki makna bahwa prosesi Munggah dimaksudkan agar kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi, dan damai. Fungsi tari menurut Jazuli (1994: 43) adalah sebagai berikut:
- Tari sebagai sarana upacara merupakan media persembahan atau pemujaan terhadap kekuatan gaib yang banyak digunakan oleh masyarakat yang memiliki kepeercayaan animisme (roh-roh gaib), dinamisme (benda-benda yang mempunyai kekuatan), dan totemisme (binatang-binatang yang dapat mempengaruhi kehidupan) yang disajikan dalam upacara sakral ini mempunyai maksud untuk mendapatkan keselamatan atau kebahagiaan. Fungsi tari sebagai sarana upacara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu untuk upacara keagamaan, upacara adat berkaitan dengan peristiwa alamiah, dan upacara adat berkaitan dengan peristiwa kehidupan manusia
- Tari sebagai hiburan dimaksudkan untuk memeriahkan atau merayakan suatu pertemuan. Tari yang disajikan dititikberatkan bukan pada keindahan geraknya, melainkan pada segi hiburan. Tari hiburan pada umumnya merupakan tarian pergaulan atau social dance. Pada tari hiburan ini mempunyai maksud untuk memberikan kesempatan bagi penonton yang mempunyai kegemaran menari atau menyalurkan hobi dan mengembangkan keterampilan atau tujuan-tujuan yang kurang menekankan nilai seni (komersial)
- Tari sebagai pertunjukan, yaitu tari yang bertujuan untuk memberi pengalaman estetis kepada penonton. Tari ini disajikan agar dapat memperoleh tanggapan apresiasi sebagai suatu hasil seni yang dapat memberi kepuasan pada mata dan hati penontonnya, oleh karena itu, tari sebagai seni pertunjukan memerlukan pengamatan yang lebih serius dari pada sekedar untuk hiburan. Untuk itu tari yang tergolong sebagai seni pertunjukan/tontonan adalah tergolong performance, karena pertunjukan tarinya lebih mengutamakan bobot nilai seni dari pada tujuan lainnya
- Tari sebagai Media Pendidikan, yaitu tari yang bersifat untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berapresiasi dan pengalaman berkarya kreatif.
SIMPULAN
Tari Tanggai merupakan tari penyambutan tamu yang ada di kota Palembang. Tari Tanggai mencerminkan masyarakat Palembang yang ramah dalam menyambut tamu. Tari Tanggai dibawakan oleh para perempuan yang berjumlah ganjil, dikarenakan salah satu penari menjadi primadona dan membawa tepak berisi sekapur sirih yang diberikan kepada tamu kehormatan.
Tari Tanggai terinspirasi dari salah satu bentuk adat yang ada di Palembang yaitu adat rasan tuo. Adat rasan tuo merupakan perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua dengan cara berembukuntuk anak laki-lakinya. Oleh karena itu tari Tanggai tidak ditarikan oleh laki-laki, tetapi ditarikan oleh para perempuan.
Busana yang di gunakan dalam tari tanggai ada tiga yaitu Aesan Gede, Aesan Gandik, dan Aesan Paksangko. Tetapi pada pelaksanaan nya sekarang melihat tempat dan kondisi dan tempat di pertunjukannya Tari Tanggai. Karena ketika tari Tanggai ditampilkan di acara pernikahan, maka busana yang digunakan biasanya Aesan Gandik atau Aesan Paksangko, karena busana Aesan Gede dipakai oleh pengantin. Gerak keseluruhan yang ada pada tari Tanggai mempunyai makna sebagai penyerahan diri manusia kepada sang Pencipta. Gerak yang ada pada tari Tanggai merupakan gerak-gerak yang mengalir dan menampilkan suasana keagungan dan kemegahan untuk mengenang pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya.
REFERENSI
Katungga, Gabriella Saras. (2019). "Makna Gerak Tari Tanggai Di Kota Palembang Sumatera Selatan"Â
file:///C:/Users/asus/Downloads/2644-7683-1-PB-1.pdfÂ
Hera Treny. (2020). "Fungsi Tari Tanggai Di Palembang"
https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/article/view/7849
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H