Mohon tunggu...
Anisa Damayanti
Anisa Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobby memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan, Hukum Islam, Pernikahan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   20:47 Diperbarui: 21 Maret 2023   21:07 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

                   Asas hukum menurut Kompilasi Hukum Islam terdiri atas 6 Asas yaitu antara lain
 Asas persetujuan yaitu Tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Asas persetujuan terdapat dipasal 16-17 KHI.
Asas kebebasan: Asas kebebasan memilih pasangan dengan tetap memperhatikan larangan perkawinan. Pasal 18 (tidak terdapat halangan perkawinan), 39-44 KHI (larangan perkawinan).
 Asas kemitraan suami-istri: Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat, hak dan kewajiban Suami-Istri: (Pasal 77 KHI).
Asas untuk selama-lamanya: Pasal 2 KHI: akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan menjalankan ibadah.
Asas kemaslahatan hidup: Pasal 3 KHI: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah. Dan rahmah.
Asas kepastian hukum: Pasal 5-10 KHI, Perkawinan harus dicatat dan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

3.  Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan dampaknya bedasarkan filosofis, sosiologis, religious dan yuridis yaitu

                Pencatatan pernikahan menjadi hal penting bagi masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum atas perkawinan dan kelahiran anak-anaknya. 

Adapun tujuan pencatatan perkawinan antara lain yaitu untuk Menciptakan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, Preventif (agar tidak terjadi penyimpangan rukun dan syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut perundang-undangan), Melindungi martabat dan kesucian perkawinan, terutama isteri dalam kehidupan rumah tangga dan anak-anak dan Apabila terjadi perselisihan atau salah satu pihak tidak mau bertanggung jawab, maka pihak yang lain dapat melakukan upaya hukum untuk mengajukan gugatan, karena Akta Perkawinan

merupakan bukti otentik.
Berikut ini Dampaknya secara filosofis, Religius, dan Yuridis
Filosofis

Dengan adanya peraturan tentang pencatatan perkawinan maka sudah sepantasnya orang-orang yang berada di Indonesia ini untuk mematuhi peraturan yang sudah ada. Meskipun dalam Islam tidak secara eksplisit dijelaskan baik dalam Al-Qur'an maupun Hadits, akan tetapi di Indonesia sudah ada peraturan undang-undang yang mengatur mengenai pencatatan perkawinan. 

Aturan tersebut dibuat untuk kemaslahatan orang banyak karena dengan dicatatkan suatu perkawinan maka nantinya ketika terjadi sebuah permasalahan maka tidak ada pihak yang saling ter-dzalimi. Sebagai contoh tentang status anak, ketika perkawinan dicatatkan maka anak juga akan mempunyai akta kelahiran, sebaliknya jika perkawinan tidak dicatatkan ketika mempunyai anak dan ingin membuat akta kelahiran maka akan sulit sebab pernikahan kedua orang tua tersebut tidak masuk dalam data administrasi negara.

 Religious

Karena sudah ada peraturan tentang pencatatan perkawinan, sudah sepantasnya bagi penduduk Indonesia untuk mengikuti peraturan yang ada. Meski tidak dijelaskan secara jelas dalam Al-Qur'an atau Hadits dalam Islam, Indonesia sudah memiliki undang-undang yang mengatur pencatatan perkawinan. Peraturan ini dibuat untuk kemaslahatan umat, karena jika nanti ada masalah pencatatan perkawinan, pihak lain tidak akan berbuat salah.

Sebagai contoh status anak, pada saat mencatatkan perkawinan, anak juga memiliki akta kelahiran, sebaliknya bila perkawinan tidak dicatatkan pada saat anak lahir dan ingin dibuatkan akta kelahiran, maka sulit, karena perkawinan dua orang tua tidak masuk dalam data kantor negara.

  Yuridis
             Pencatatan perkawinan sangat penting dilakukan, oleh karena mempunyai implikasi yuridis dalam berbagai aspek sebagai akibat dari dilaksanakannya sebuah perkawinan baik menyangkut status dari suami istri status anak yang dilahirkan, status dari harta kekayaan, dan aspekaspek keperdataan lainnya. Oleh karena itu pencatatan perkawinan bukan menjadi syarat sah atau tidaknya sebuah perkawinan. Namun hal ini di lakukan agar tidak ada salah satu pihak yang merasa di rugikan karena perkawinannya tidak dicatatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun