***
"Tjahya!"
Sapaan ramah itu yang pertama kali ku dengar saat kakiku menginjak pekarangan rumah Tuan Samad. Siapa lagi kalau bukan Djapar yang sedang mengelap motornya. Ku perlihatkan seulas senyum padanya.
"Sudah dengar berita?" Djapar meninggalkan motornya. Menghampiriku dan membantuku menurunkan seni-seni kaca yang ku bawa.
"Berita?" Hari ini banyak sekali berita. Mulai dari kelangkaan bahan bakar sampai mahalnya bahan pangan. Jadi, berita mana yang Djapar tanyakan?
"Penemuan mayat pemuda dari desamu." Pertanyaan itu berhasil membuatku menghentikan kegiatanku. Berpikir sejenak sebelum akhirnya mengingat bahwa berita itu menjadi berita utama di pasar desa tadi.
"Aku sudah dengar tadi saat melintas di pasar desa." Jawabku ringan dan kembali menurunkan seni kaca dari bendi.
"Mengenaskan. Aku heran. Siapa yang bersikap sesadis itu?"
"Bukannya itu...." Belum selesai aku melanjutkan kalimatku, aku melihat Djapar terkekeh pelan.
"Jangan bodoh! Jaga mulutmu itu. Aku ini memang jagal. Tapi tidak pernah membunuh orang. Hanya membuat sekarat. Lagi pula, aku yakin bahwa pembunuhnya kali ini sama dengan pembunuh-pembunuh sebelumnya."
"Bagaimana kamu yakin?"