***
"Arini!"
"Iya, Haidar?"
Teriakan itu mengejutkanku. Membuatku reflek mengangkat kepala dan menyebutkan namanya. Hening untuk beberapa saat. Mataku menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk.
"Haidar?"
Laki-laki yang memanggilku mengernyit heran. Begitu pula aku yang baru menyadari bahwa aku melakukan kesalahan fatal. Menyebutkan nama itu. Aku melirik keseluruh ruangan. Posisiku sama seperti cerita indah yang belum dimulai. Dua meja dan kursi masih menjadi pemisah antara aku dan Haidar. Hanya saja, kursi itu sudah diisi oleh pemiliknya.
"Nggak, pak. Bukan."
Sanggahku cepat. Tidak mungkin jika aku meng-iya-kan bahwa aku menyebutkan namanya.
"Cuci mukamu. Masih pagi juga sudah tidur."
Laki-laki dengan setelan baju rapih itu pergi menuju singgasananya. Meninggalkan aku yang masih terkejut dan mengutuk diri.
Aku melangkah menuruti perintah Pak Darwin - Guru yang memiliki jadwal mengajar dikelas ku pagi ini. Aku melewati barisan lelaki yang baru saja ku sebut namanya dengan jelas dan keras. Dia juga menatapku. Membuatku harus menenggelamkan wajahku dalam-dalam. Sialan. Candu itu meliar. Membuatku lepas kendali.