Mohon tunggu...
Anirotun Istifadah
Anirotun Istifadah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa PBI UMY

masih menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kisah Perjuangan Paliem Pedagang Mainan Tradisional di Depan Mall Malioboro

29 Desember 2020   17:50 Diperbarui: 29 Desember 2020   18:12 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paliem pedagang mainan tradisional depan mall Malioboro (foto-Anirotun Istifadah)

Yogyakarta (29/12/20)-Di zaman yang semakin moderen ini pedagang banyak yang berinovasi untuk menarik pembeli. Seperti penjual baju misalnya yang selalu berganti model mengikuti gaya terbaru yang lagi hits saat ini. Atau penjual makanan yang berinovasi mencoba menu menu baru yang unik dan lezat untuk menarik pembeli.

Tak jarang juga dari mereka juga menggunakan promosi yang menarik bahkan ada pula yang menyewa artis atau selebgram dan sejenisnya untuk memasarkan produknya mereka agar terlihat semakin menarik dan meyakinkan bahwa barangnya bagus. Semua itu di lakukan untuk membuat dagangannya terlihat berbeda dari yang lain.

Tak berbeda dengan penjual mainan yang selalu berinovasi mengikuti keinginan anak anak yang kebanyakan suka dengan maian yang berwarna atau yang otomatis seperti mobil mobilan dengan remot kontrol atau boneka yang lucu,lembut dan banyak macamnya. Namun ada yang berbeda di depan Mall Malioboro.

Tak seperti yang lainya yang berlomba lomba untuk berinovasi salah satu pedagang yang masih setia dengan mainan tradisional. Perkenalkan namanya Paliem. Seorang pekerja tangguh asal desa Semin Wonosari Gunung kidul Jogja. Paliem memiliki 3 orang anak dan 4 cucu.

Suami Paliem bekerja sebagai petani di Wonosari. Karena ekonomi yang kurang untuk kebutuhan sehari hari Paliem memutuskan untuk berdagang mainan tradisional di depan pintu masuk Mall Malioboro.

Di usianya yang sudah 60 tahun bekerja sebagai pedagang mainan tradisional bukanlah perkara mudah. Pekerjaan yang sudah ia tekuni selama kurang lebih 3 tahun itu ia lakoni dengan sabar dan tekun. Mainan yang di jual Paliem tidak banyak jenisnya rata rata mainan yang dijual berbahan dasar bambu, kayu dan ada juga yang terbuat dari akar wangi terkadang paliem juga menjual boneka.

Paliem tidak sendirian beliau di temani oleh menantunya yang ikut berjualan mainan tradisional. Berbeda dengan menantunya belum lama berjualan mainan tradisional. Paliem dan menantunya berjualan dari pagi sampai jam 9 malam. Paliem hanya berjualan pada hari senin hingga jum'at saja sedangkan pada hari sabtu dan minggu paliem dan menantunya pulang ke wonosari untuk bertani.

Beliau bercerita bahwa tidak gampang berjualan mainan tradisional di antara penjual mainan moderen, ditambah masa pandemi yang tak kunjung usai membuat daganganya sepi pembeli. "Kulo (saya) ya mb selama jualan pas corona ini sangking sepinya pernah Cuma dapat Rp.10.000 sehari" kata paliem.

Padahal menurut paliem rata rata penghasilannya sebelum pandemi bisa mencapai Rp.100.000 minimal dalam sehari. Beliau juga menambahkan bahwa dia baru mulai berdagang belum lama.

Pasalnya sudah 7 bulan lamanya paliem beserta pedagang yang lain tidak di perbolehkan berdagang  diarea Malioboro dikarenakan COVID-19. Dengan itu paliem beserta keluarga dengan terpaksa hanya mengandalkan penghasilan dari bertani.

Paliem juga mengatakan bahwa dia dan beberapa pedagang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah selama masa pandemi. "Saya tu belum dapet bantuan, padahal saya sudah lapor ke pak ketua disini. Ada juga beberapa yang sama kayak saya" ujar paliem.

Paliem juga menambahkan "Saya juga dirumah juga belum dapet bantuan juga, padahal ya mbak tetangga saya sudah dapat. Ada yang dapet beras, gula,telur sampek ada yang dapet minyak. La saya blas belum dapat, padahal ya mbak saya juga sudah lapor ke pak RT mbuh lah mbak dapet apa tidak" tambah paliem dengan mata yang berkaca kaca.

Beliau berharap agar pemerintah tidak memberikan bantuan ke beberapa pihak saja. Paliem berharap jika pemerintah memberikan bantuan secara merata karena banyak yang masih membutuhkan yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Menurut penjelasan Paliem juga mengatakan bahwa dia tidak ada tempat tinggal di sekitar Malioboro. Paliem tidak bisa sewa kontrakan ataupun sekedar sewa kamar kosan. Paliem juga tidak punya keluarga yang tinggal di sekitar Malioboro. Jarak dari Malioboro ke desanya sangat terlampau jauh jika harus pulang pergi setiap hari.

"Saya kalo tidur itu deket pasar situ lo mbak ngemper gitu" ucap Paliem.

Paliem berfikir bahwa lebih baik dia tidur di dekat pasar lebih nyaman karena tidak harus membayar uang sewa. Meskipun tidak bisa di pungkiri cuaca Jogja yang sedang tidak menentu dan usia paliem yang tidak lagi muda lagi pastilah sangat sulit bagi paliem untuk bertahan di malam hari. 

Paliem hanya bisa berdoa agar ia selalu diberi kesehatan dan kesabaran agar selalu bisa bertahan di segala cobaan yang ia hadapi. Meskipun demikian paliem masih sempat mendoakan saya dan teman saya yang kebetulan ikut pada saat wawancara dengan doa yang baik.

Beliau juga mendoakan agar pandemi segera berakhir agar daganganya laris seperti sebelum pandemi dan semuanya bisa kembali normal. Ketika melayani pembeli pun paliem tak segan melayani dengan sepenuh hati dan dengan senyum yang tulus meskipun terkadang pembeli tidak jadi membeli. Semoga kita senantiasa bisa selalu kuat dan tegar seperti ibu Paliem yang tak pernah menyerah disetiap keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun