Magang atau Internship telah menjadi cara umum untuk mendapatkan pengalaman di dunia kerja professional, juga merupakan langkah awal menginjakkan kaki di pintu pasar tenaga kerja. Namun, organisasi nirlaba dan bisnis saat ini sama-sama terus menawarkan magang yang tidak dibayar, banyak siswa harus memutuskan antara meningkatkan resume mereka atau membayar tagihan mereka.
Magang yang tidak dibayar bersifat eksploitatif. Kaum muda dieksploitasi dengan bekerja secara gratis dengan dalih mendapatkan pengalaman. Pengalaman tidak membayar tagihan, justru menambah tagihan.Â
Selain itu, pekerja magang yang tidak dibayar atau pekerja magang lain yang di eksploitasi, seringkali tidak bisa mencari dukungan atau nasihat dari serikat pekerja lainnya. Karena unpaid internship sudah dianggap wajar.Â
Magang yang tidak dibayar kurang adil rasanya dimasa sekarang ini. Di sektor tertentu dari pasar tenaga kerja, posisi entry-level telah sepenuhnya digantikan oleh magang yang tidak dibayar.
Magang yang tidak dibayar melanggengkan ketidaksetaraan dan memperlebar kesenjangan.Â
Beberapa orang mungkin mengatakan magang yang tidak dibayar adalah pengalaman belajar yang baik, tetapi itu hanyalah cara lain untuk memperlebar kesenjangan antara siswa berpenghasilan rendah dan tinggi, terutama selama pergolakan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.Â
Dan mungkin untuk beberapa siswa dari latar belakang yang kurang beruntung, melakukan pekerjaan yang tidak dibayar bukanlah pilihan.
Magang adalah pekerjaan, dan pekerjaan harus dibayar. Magang yang tidak dibayar merupakan pelanggaran terhadap hak kaum muda atas remunerasi yang adil. Di luar larangan magang yang tidak dibayar, kita membutuhkan upah yang adil sesuai dengan pekerjaan.
Memberikan upah yang adil untuk magang akan menguntungkan semua masyarakat. Pekerja magang akan diberi imbalan yang adil atas kerja keras, juga akan memiliki keamanan finansial yang lebih besar untuk menahan krisis finansial di masa depan.
Akses peluang karir dunia kerja akan terbuka bagi semua anak muda, dan bukan hanya mereka yang mampu bekerja tanpa dibayar. Bahkan perusahaan juga akan dapat memperoleh manfaat melalui potensi untuk merekrut kaum muda dari latar belakang yang lebih beragam dan menjunjung tinggi hak-hak kaum muda.
Padahal di Indonesia penyelenggaraan magang sudah diatur oleh Undang-Undang.
Menurut Pasal 10 ayat (2) Permenaker 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri, perjanjian pemagangan memuat:
a. hak dan kewajiban anak pemagangan;
b. hak dan kewajiban penyelenggara pemagangan;
c. program pemagangan;
d. jangka waktu pemagangan; dan
e. besaran uang saku.
Undang-undang diatas sudah mengatur itu semua dalam UU nya. Kalau pengalaman atau relasi, itu sebatas di poin A atau termasuk di bagian hak. Termasuk juga sertifikat atau surat keterangan magang, itu masih di poin A.
Yuk, lebih teliti!
Sebelum mulai daftar magang, ada baiknya kita lebih teliti dan cari tahu lebih dalam seperti apa perusahaan dan budaya kerja di sana.Â
Jangan sampai kita  merasa seolah "terjebak" ketika sudah masuk. Mau keluar juga tidak bisa, karena sudah ada perjanjian di awal.Â
Jangan juga cepat tergiur dengan prestise sebuah perusahaan. Bisa jadi prestisius perusahaan tersebut tidak sebanding dengan budaya perusahaan dalam memperlakukan anak magang.
Jadi ini semua, bukan serta merta tentang nominal saja, di UU pun tertulis hanya besaran uang saku yang sesuai dengan pekerjaan yang diberikan.
Tapi, ada baiknya sebelum apply magang kita harus ada pertimbangan dan harus tetap logis.Â
Dan untuk tim HR, mungkin bisa tanyakan ke tim internal perusahaan, "butuh anak magang tuh kenapa sih?" Kalau memang ingin memberi pengalaman dunia kerja, dan belum ada budget untuk memberi uang saku, seharusnya perusahaan bisa benar-benar memberi pengalaman dan gambaran dunia kerja professional. Atau sebisa mungkin dihadirkan pembimbing atau mentor untuk mereka yang magang.Â
Jangan sampai ada istilah "udang di balik batu", alias butuh anak magang karena ingin menekan biaya perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H