Mohon tunggu...
Anin Lihi
Anin Lihi Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Ilmu

Membaca dan menulis adalah bagian dari hobi yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang, bagi saya keduanya termasuk aktifitas yang sangat menyenangkan. Sebagai seorang pengajar dan pendakwah tentu lebih berpikir kalau menulis, tulisannya tidak boleh hanya bermanfaat bagi kemaslahatan hidup di dunia, melainkan lebih jauh dari itu bisa bermanfaat untuk akhirat. sebab, manusia akan menjalani dua aktifitas kehidupan, yakni kehidupan dunia dan akhirat. maka topik yang paling utama bagi saya adalah agama dan sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Shalat yang Wajib Nelayan dan Pelaut Ketahui

28 April 2023   06:33 Diperbarui: 28 April 2023   06:58 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada hal penting yang tergambar pada masyarakat yang berpropesi sebagai nelayan dan pelaut, mengapa pelaut atau nelayan sebagian tidak melaksanakan shalat dan menunda shalat dan bahkan tidak melakanakannya di kapal. Jawabannya paling tidak ada tiga. Yaitu, Ilmu tentang shalat di atas kapal belum dipahami, malas melaksanakannya, dan  kemungkinan nelayan atau pelaut merasa sulit untuk melaksanakannya. Jika problemnya seperti ini, maka perlu ada bimbingan dan penjelasan. 

Sebenarnya, shalat bukanlah perkara yang sulit untuk dilaksanakan, apalagi hanya karena alasan tempat, Allah swt sendiri telah memberikan petunjuk melalui sabda Nabi saw., bahwa semua tempat di muka bumi ini bisa dijadikan sebagai tempat sujud, shalat bisa dilaksanakan di mana saja, di darat, di laut, ataupun di udara bukan menjadi alasan untuk tidak melakukannya. Nabi saw bersabda dalam Sahih Muslim:

Artinya: "Kita diutamakan atas umat-umat lainnya karena tiga hal, barisan-barisa shalat kita seperti barisannya para malaikat, tanah bisa dijadikan sebagai alat untuk bersuci, dan semua tempat di bumi bisa dijadikan sebagai Masjid (tempat sujud)." (HR. Muslim, no. 522).

Poin ke tiga memberikan peluang bagi semua umat Islam untuk melaksanakan shalat di mana saja berada. Tanpa menyusahkan dengan memaksa supaya mencari tempat seperti masjid yang ada di perkampungan dan perkotaan. Artinya, tempat shalat bisa dilakukan di atas laut, di udara, dan di darat. Asalkan semua tempat-tempat yang dijadikan objek sujud itu terbebas dari najis (suci dan bersih).

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi semua umat manusia untuk tidak melaksanakannya, apalagi hanya karena alasan tempat saja. Selanjutnya, agar dipahami tata cara shalat di atas kapal, di bawah ini akan diuraikan.

Shalat sesungguhnya bukan perkara asing bagi umat Muslim, apalagi shalat wajib yang Lima (Subuh, zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya). Semua Muslim mengetahui proses pelaksanaan shalat, walaupun sebagian dari mereka masih perlu bimbingan tentangnya. Namun, terkait rincian caranya ada hal-hal yang perlu dikaji lebih jauh. Guna memberi keterangan agar rincian itu bisa dipahami. Diantara rincian shalat yang perlu dikaji adalah persoalan shalat di atas kapal. 

Umumnya, tatacara, syarat-syarat, dan rukun-rukun shalat semuanya sama, baik shalat itu dilakukan di laut atau di darat. Namun, yang menjadi titik kajian terpenting di atas kapal adalah arah kiblat. Sebab, kapal dalam melakukan perjalanannya seringkali merubah haluan arahnya. Sementara orang yang shalat dituntut menghadapkan wajahnya saat shalat ke arah kiblat. Artinya, apakah seseorang harus merubah arah shalatnya ke kiblat saat kapal berputar arah atau tetap dalam posisinya semula. Untuk menjawab hal ini, akan diuraikan berdasarkan kajian-kajian al-Qur'an, sunnah, dan kajian para ulama.

Nabi saw telah memberikan petunjuk bahwa semua umat Muslim wajib melaksanakan shalat mengarahkan seluruh anggota badannya ke arah kiblat. Hal ini, sesuai dengan sabda Rasulullah saw.

: ...

Artinya: "Nabi saw bersabda, "Jika kamu berdiri untuk melakukan shalat, maka hendaklah kamu menyempurnakan wudhu kemudian menghadap kiblat lalu bertakbir.

Hadits ini telah memberikan keterangan kepada semua orang untuk menghadapkan wajahnya ke arah kiblat saat shalat. Walaupun demikian, masih memerlukan penjelasan lebih luas untuk memahaminya. Sebab, tidak semua orang bisa melihat ka'bah secara langsung. Maka diperlukan penjelasan para ulama. 

Mengenai arah kiblat, para ulama sepakat bahwa siapa saja yang shalat di sekitar masjidil haram dan baginya mampu melihat ka'bah langsung, maka wajib bagi mereka menghadap ke arah ka'bah. Adapun, ketika mereka berada di tempat yang jauh dari ka'bah atau jauh dari Makkah, maka para ulama berbeda pendapat mengenainya.

Sunnah memperkuat kewajiban menghadap kiblat berdasarkan hadits Nabi saw. bahwa:

( ) 

Artinya: "Ketika Rasulullah saw shalat di atas kendaraan (tunggangannya) beliau menghadap kea rah sekehendak tunggangannya, dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardhu beliau turun kemudian menghadap kiblat." (HR. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan wajib bagi  shalat fardhu untuk menghadap kiblat, akan tetapi pada redaksi pertama tidak menyebut secara langsung shalat di atas kendaraan itu shalat apa. Kemungkinan yang dimaksud hadits ini, shalat itu adalah shalat sunnah, artinya shalat sunnah di atas kendaraan tidak perlu merubah posisi berdiri dalam shalat, kemana arah kendraan, ke  arah itu seseorang menghadap.   

Perbedaan pendapat para ulama fikih dalam menentukan tepatnya arah kiblat, semua bersandar pada firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 144.

 

 

Artinya: "Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sungguh orang yang diberi kitab (Taurat dan Injil) tahu bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah benar dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. 

Dalam melihat ayat ini, ulama fikih (empat mazhab) ada perbedaan menyikapi arah kiblat, namun perbedaan tidak terlalu mencolok, untuk mengetahui pendapat mereka, akan diuraikan pendapat itu berdasarkan urutan lahirnya Imam Mazhab tersebut.

Kapal Ngapulu: Ambon-Jakarta: Dokumen Pribadi
Kapal Ngapulu: Ambon-Jakarta: Dokumen Pribadi

Mazhab Hanafi dan Maliki.

Wajibnya menghadap kiblat hanya pada jihad al-ka'bah. Artinya, apabila seseorang melihat ka'bah secara kasat mata, wajib menghadap ka'bah. Kalaupun tidak terlihat karena jaraknya yang jauh, maka tidak mesti lurus persis mengenai ka'bah, cukup dengan persangkaan saja bahwa kiblatnya di sana.

Mazhab Syafi'i dan Hanbali 

Wajibnya menghadap kiblat menghadap ke ainul ka'bah. Artinya, orang yang dapat menyaksikan ka'bah secara langsung, baginya wajib menghadap kiblat. Jika tidak Ka'bah tidak dapat dilihat secara langsung, karena lokasinya jauh, maka seseorang harus menyengaja menghadap ke arah Ka'bah, walaupun hanya mengarah ke jihadnya ka'bah (jurusan ka'bah).

Jika diamati kedua pendapat ini hampir sama, perbedaan pendapat mereka tentang kiblat terletak pada kalimat . Ulama Hanafiyah dan Malikiyah memahaminya bukan dengan syatral ka'bah. Sehingga apabila ada orang yang shalat menghadap ke salah satu sisi bangunan Masjidil Haram, maka terpenuhilah kewajiban menghadap kiblat. Sedangkan Ulama Syafi'iah memahami dengan arah posisi tubuh orang yang shalat menghadap ke ka'bah, artinya orang yang shalat harus mengarahkan posisi wajahnya menghadap kea rah ka'bah.

Dari penjelasan kedua Mazhab tersebut, dapat ditarik satu pendapat bahwa orang yang shalat dihadapan Ka'bah dalam hal ini melihatnya lansung, wajib melaksanakan shalat persis mengenai ka'bah, adapun orang yang berada di tempat yang jauh, shalatnya tetap sah walaupun hanya mengenai sebagian dari ka'bah dan salah satu sisi masjidil haram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun