Mohon tunggu...
Anindya Karina Fitriani
Anindya Karina Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Membaca novel adalah hobi saya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

DBD Mengancam Indonesia

16 September 2024   12:42 Diperbarui: 16 September 2024   12:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DBD MENGANCAM INDONESIA 

ANINDYA KARINA FITRIANI / 191241118

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA


     Demam Berdarah Dengue / DBD adalah penyakit menular akibat virus dengue yang dibawa olek nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Demam berdarah dahulu sempat disebut penyakit “break-done”. Hal ini lantaran gejalanya yang kadang menyebabkan nyeri sendi dan otot seakan tulang terasa retak. 

Penyakit DBD bisa bersifat ringan atau berat. DBD ringan hanya akan menyebabkan demam dan gejala-gejala lain yang menyerupai flu atau influenza. Namun, penyakit ini juga dapat berkembang menjadi penyakit dengan tingkat keparahan yang lebih serius dan bisa berakibat fatal. Penyakit yang mengancam jiwa ini telah lama menjangkit Indonesia dan dunia.

    DBD mengancam kehidupan manusia dan kesehatan global. Sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia berisiko dan terjadi sekitar 20.000 kematian akibat DBD. Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang memiliki angka kejadian dengue lebih dari 120.000 orang. 

Tempat pertama di duduki oleh Brazil, dimana angka kejadiannya mencapai lebih dari 400.000 orang. Hampir seluruh bagian dari Indonesia, yang merupakan negara tropis menjadi daerah endemis dengue, yaitu daerah yang biasa terjadi kasus dengue. Padahal pemerintah telah memberlakukan strategi untuk mengendalikan nyamuk seperti jumantik atau gerakan 3M (menguras, menutup, meyingkirkan), menaburkan bubuk abate, namun kejadian kasus dengue tetap tinggi.

    Kasus pertama DBD di Indonesia tercatat ditemukan pada 1968, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Upaya yang selama ini dilakukan oleh pemerintah dinilai belum maksimal. Hal ini  dapat  ditengarai  akibat  pemerintah  lebih  berfokus  kepada  sinkronisasi  layanan kesehatan dari  pusat  hingga daerah  melalui pusat  kesehatan  masyarakat  (puskesmas) dan pengendalian jumlah penduduk melalui Keluarga Berencana (KB). Indonesia belum sepenuhnya bebas dari penyakit DBD. Indonesia perlu menata ulang upaya untuk terbebas dari penyakit ini.

    Tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi DBD ada 3, yang pertama adalah surveilans yang masih bersifat pasif, dimana laporan dibuat masih berdasarkan laporan dari Rumah Sakit. Kita masih belum dapat mengestimasikan jumlah kasus yang nyata. 

Hal yang kedua adalah manajemen kasus. Hal yang terakhir dan paling penting adalah partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat untuk ikut serta secara konsisten menjaga lingkungannya tidak terjangkit dengue memang masih sulit, masyarakat yang mudah lupa dan bosan menjadi masalah.

    Peran tenaga Kesehatan Masyarakat yakni partisipasi  atau  pemberdayaan  masyarakat, kolaborasi  lintas  sektor,  dan  penguatan  layanan  kesehatan. Dalam  hal  pencegahan, upaya promosi,  dan edukasi kesehatan menjadi penting. Dukungan masyarakat sangat dibutuhkan di dalamnya.  Dalam  hal  pengendalian,  pemantauan  vektor  dan  penyakit melalui data  di lapangan dapat  menahan laju penyakit, baik jumlah kasus dan jumlah kematian.

    Upaya promosi  kesehatan, dimana upaya tersebut  merupakan  salah satu  bentuk pemberdayaan  masyarakat. Promosi kesehatan yang penting dilakukan adalah  penyebarluasan  informasi  seputar  DBD.  Seringkali  masyarakat  mengalami kesalahpahaman  atas penyakit  menahun  tersebut.  Salah  satunya  adalah  fase  klinis penyakit DBD. Secara umum, fase klinis DBD terdiri atas tiga fase, yaitu fase demam, fase  kritis,  dan  fase  penyembuhan. Upaya penyebarluasan informasi juga dilakukan, terutama untuk menangkal kesalahpahaman  atau  berita  bohong  (hoax). 

    Pendapat saya, pemerintah telah melakukan upaya dan strategi untuk menangani kasus DBD yang belum menurun di Indonesia, meskipun tidak sepenuhnya berhasil dan hasil dari upaya tersebut belum maksimal, masyarakat juga seharusnya menyadari dan mulai peduli terhadap sesama, terlebih lagi di lingkungan sekitar tempat tinggal. Kekurangpahaman  dan  kesalahpahaman masyarakat  merupakan  gambaran langsung  tingkat  pengetahuan  masyarakat  atas  penyakit  DBD. Seperti kata pepatah, “Lebih baik  mencegah  daripada  mengobati”.

KATA KUNCI: DBD, Kesehatan, Pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Joshua Jolly Sucanta Cakranegara, 2021. Upaya Pencegahan dan Pengendalian  

     Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Penelitian Sejarah dan 

     Budaya, 7(2), pp. 281-292.

Shylma Na’imah. 2024. Demam Berdarah Dengue. 

    https://hellosehat.com/infeksi/demam-berdarah/demam-berdarah-dengue-dbd/

    [online]. (diakses tanggal 09 September 2024).

Ugm Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan. 2016. Demam 

Berdarah Dengue: Tantangan Indonesia. https://fkkmk.ugm.ac.id/demam-  berdarah-tantangan-indonesia/ [online]. (diakses tanggal 09 September 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun