Mohon tunggu...
Anindya Citra
Anindya Citra Mohon Tunggu... Lainnya - Cuma Rakyat Biasa

Hanya seseorang yang senang membaca dan menulis, dan (kadang-kadang) berkhayal.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Summer Vibes Episode 1. Prolog

24 Mei 2024   00:20 Diperbarui: 26 Mei 2024   14:46 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: [Instagram] William Singe

Hari pertama minggu kedua bulan Februari tahun 2017 yang masih dingin. Freya sedang berada di supermarket terdekat dari tempat kerjanya di sebuah cafe di Jalan St. Augustine. Dia sedang butuh roti untuk beberapa hari kedepan. Ya... dia sudah terbiasa makan roti sekarang ketika cadangan berasnya sudah semakin menipis. Karena harga beras di Australia cenderung lebih mahal daripada di Indonesia, maka opsi lainnya dia harus terbiasa makan roti untuk menyambung hidupnya.

Dia sedang berhemat untuk kesekian kalinya karena harga barang relatif lebih mahal ketika musim dingin seperti sekarang. Dia bekerja part time untuk menambah uang makannya. Uang sakunya sangat mepet dan dia tidak akan tega meminta pada orang tuanya di rumah. Maka disela waktu kuliahnya, dia bekerja part time di sebuah cafe dekat kampusnya ketika sore dan malam hari.

Freya adalah seorang mahasiswi Jurusan Microbiology dari Fakultas Biology St. Augustine University yang ada di Sydney Australia. Dia berasal dari Indonesia dan dia kuliah karena memperoleh beasiswa dari negara Australia karena prestasinya di olimpiade science yang diselenggarakan pemerintah Australia di Indonesia. Dia sekarang sedang dalam semester 4, tahun keduanya. Dia sudah mulai bisa menyambi bekerja karena dia sudah bisa beradaptasi dengan musim dan culture yang ada di Australia, selain karena dia juga memerlukan uang tambahan.

Dia sudah di Supermarket One, salah satu supermarket terbesar di daerah itu, ketika antrian di kasir panjang, jadi dia memutuskan untuk ke toilet sebentar, berharap ketika kembali antriannya sudah agak berkurang.

Dia baru keluar dari toilet ketika dia teringat bahwa bukunya ketinggalan di samping wastafel, jadi dia kembali untuk mengambilnya. Setelah mengambil bukunya, ketika keluar dari toilet perempuan, dia memeriksa tasnya untuk mengambil dompetnya. Tepat ketika itu dia menabrak sesuatu yang kokoh dan serta merta semua yang dibawanya jatuh berantakan: bukunya, tasnya dan seluruh isinya tumpah ruah ke lantai. Freya kaget bukan kepalang dan segera saja dia merapikan barang-barangnya.

Ketika dia merapikan barang-barangnya disertai permintaan maafnya, dia melihat sepasang sepatu mahal warna hitam menghiasi kaki seorang lelaki. Freya selesai membereskan barangnya dan mendongak. Dia melihat lelaki di depannya hanya diam saja menatapnya. Mungkin saja dia marah sudah ditabrak. Maka Freya meminta maaf sekali lagi.

"Maaf, saya tidak melihat jalan." Katanya. Dan cowok itu (setelah dilihat Freya tidak lebih dari satu atau dua tahun di atasnya) menjawab dengan tersenyum.

"It's okay."

Ada desir aneh dalam diri Freya yang membuatnya seketika menunduk. Pandangan mata itu, wajah itu, dia seperti pernah melihat hanya saja entah dimana.

Maka Freya meninggalkan toilet dan segera ke kasir. Untung saja kasir sudah sepi dan dia bisa segera pulang, dia sudah capek dan kedinginan.

Di samping itu, cowok tadi selesai dari toilet dan kembali ke temannya yang sedang memilah minuman soda.

"Will, kamu mau yang rasa apa?" Tanya Julian sahabatnya.

Namun William, yang terpana dengan kejadian barusan di toilet, tidak nyambung dengan pertanyaan Julian. Dia hanya kepikiran apa gadis tadi mengenalnya. Tapi perlakuannya tidak akan seperti itu kalau dia mengenalnya.

"Hey... Kamu mikirin apa? Ada seseorang yang mengenalimu di sini?" Julian selalu bisa membaca pikirannya.

"Oh enggak. Nggak ada. It's okay." Kata William meyakinkan. "Dan oh, aku mau yang rasa anggur aja."

Maka mereka berbelanja dan pergi dari supermarket itu.

Di mobil, William masih memikirkan tentang cewek tadi. Bagaimana dia bisa begitu ramah. Padahal tadi Will juga salah, dia masuk toilet dengan agak terburu-buru dan hasilnya dia tidak memperhatikan yang ada di depannya. Tapi cewek tadi dengan gampang meminta maaf berulang kali, sesuatu yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang.

"Will, kamu kenapa?" Tanya Ricky yang waktu itu sedang menyetir. Mereka bertiga sudah di jalan kembali.

"Oh nggak, nggak papa. Aku hanya agak seperti bukan diriku hari ini. Mungkin efek kecapekan ya. Aku tadi pagi bangun kaget karena mendengar suara yang sangat indah tapi aku nggak tau apa itu. Sepertinya kita butuh diri kita yang dulu, yang lebih fresh." Kata Will. Dia tidak mengatakan baru saja bertabrakan dengan seorang cewek karena pasti kedua temannya akan langsung bereaksi yang tidak diinginkannya.

"Ya. Kesanalah kita sekarang. Kita bisa main basket sepuasnya. Lari-lari, dan sebagainya." Kata Julian. "Aku sudah booking lapangan untuk kita bertiga. Nanti kita bisa main basket dua lawan dua dengan Sam."

Rencana yang indah pikir Julian. Tapi tidak dengan Will. Bagaimana mungkin dia bisa enak main basket hanya dengan dua lawan dua? Akan sepi sekali kan. Dia merindukan kehidupannya yang dulu. Kehidupan ketika dia belum terkenal seperti sekarang. Dia bisa menyewa lapangan basket milik Sam dengan semua teman sekelasnya jika dia mau. Dia bisa main beramai-ramai. Namun sekarang semua itu seakan menguap.

Sudah setahun ini William, Julian, dan Ricky jika ingin olahraga lapangan harus menyewa pada Sam. Karena jika tidak begitu maka akan banyak hal yang tidak diinginkan. Dan Sam sangat mengerti ini, jadi dia sengaja menutup area olahraganya untuk hanya digunakan oleh William, Julian, dan Ricky. Sebenarnya William bisa membayar berkali-kali lipat lapangan itu namun Sam tidak mau. Ini adalah hal yang bisa dilakukannya untuk seorang yang membutuhkan private olahraga seperti Will.

Area lapangan milik Sam terletak 3 blok dari area kampus St. Augustine. Mereka bertiga masih sering main kesini walaupun mereka sudah lulus dari sana kira-kira dua tahun yang lalu. Mereka masih suka ke supermarketnya, karena di sampingnya ada outlet Donuts kesukaan Will. Mereka juga masih sering ke tamannya dan bermain skateboard di sana, dan masih sering olahraga di tempat Sam. Karena tempat-tempat itu agak jauh dari wilayah kampus jadi mereka masih bisa membaur dengan masyarakat lain tanpa harus terlalu menyamar.

"Eh btw, samaranmu kali ini bagus Will. Kamu sama kayak dulu waktu SMAmu. Polos tanpa Shit Hair. Hahaha..." Dan mereka menertawai Will sampai mereka tiba di Sam's Arena.

"Aku tidak akan seperti ini kalau bukan menjadi diriku yang sekarang."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun