Mohon tunggu...
Anindya PuspaTanjungsari
Anindya PuspaTanjungsari Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Seorang pengajar yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Kritis Peran Kurikulum Merdeka dalam Memajukan Literasi dan Numerasi di Indonesia

28 Desember 2024   17:20 Diperbarui: 28 Desember 2024   17:20 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Literasi dan numerasi, yang merupakan kompetensi dasar, harus diprioritaskan dalam konteks pemerataan. Namun, Kurikulum Merdeka tampaknya belum memiliki strategi spesifik untuk menjembatani kesenjangan ini. Hal ini mencerminkan perlunya kebijakan afirmatif untuk mendukung sekolah-sekolah dengan keterbatasan sumber daya.

Implementasi Kurikulum Merdeka membutuhkan komitmen lintas sektor yang kuat, termasuk dukungan dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan tinggi, serta komunitas lokal. Sayangnya, keberhasilan kebijakan ini sering kali terhambat oleh ketidakkonsistenan pada tingkat kebijakan, kurangnya pelatihan berkelanjutan, dan minimnya sinergi antara pusat dan daerah.

Selain itu, literasi dan numerasi seharusnya tidak hanya dilihat sebagai tanggung jawab sekolah, tetapi juga sebagai isu sosial yang memerlukan keterlibatan orang tua dan komunitas. Kurikulum Merdeka belum sepenuhnya memetakan strategi untuk memberdayakan peran komunitas dalam mendukung pencapaian literasi dan numerasi.

Secara konseptual, Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar untuk memajukan literasi dan numerasi di Indonesia. Namun, efektivitasnya tergantung pada sejauh mana implementasinya dapat mengatasi hambatan struktural, pedagogis, dan sistemik yang ada. Kebijakan ini memerlukan:

  1. Peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan berkelanjutan yang relevan dengan pendekatan kurikulum.
  2. Investasi infrastruktur pendidikan, terutama untuk daerah tertinggal.
  3. Penguatan kebijakan afirmatif untuk memastikan pemerataan literasi dan numerasi di seluruh wilayah Indonesia.
  4. Integrasi teknologi yang mendukung pembelajaran dan asesmen literasi serta numerasi.
  5. Keterlibatan komunitas untuk membangun budaya literasi dan numerasi di luar lingkungan sekolah.

Kurikulum Merdeka harus dilihat sebagai langkah awal yang memerlukan penguatan strategi dan komitmen kolektif untuk menjadikannya lebih dari sekadar wacana progresif, tetapi sebagai alat transformasi pendidikan Indonesia yang substantif.

Anindya Puspa Tanjungsari, Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun