"Sungguh tragis, jika pemasangan baliho atau Alat Peraga Kampanye (APK) lainnya sampai merengut nyawa, siapa yang hendak disalahkan? Siapa yang mestinya bertanggung jawab?
Tahun 2024 adalah tahun politik bagi bangsa Indonesia. Di tahun ini, begitu banyak orang yang antusias dalam kontestasi pemilihan umum. Sejak awal tahun hingga kini, segala bentuk kampanye telah dilakukan oleh para peserta pemilu.
Alat Peraga Kampanye (APK) yang diijinkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018, meliputi gambar atau simbol yang memuat visi dan misi, program atau informasi peserta pemilu.Â
Alat Peraga Kampanye (APK) yang sering saya jumpai biasanya berupa baliho, umbul-umbul, spanduk dan billboard yang terpasang di samping jalan raya.
Setiap hari, saat saya berangkat kerja melewati jalan lingkar luar menuju kamal raya -- Jakarta Barat, tak hanya polusi udara dari corong kendaraan, namun juga polusi visual dari sisi jalan yang penuh dengan spanduk, baliho dan bendera kampanye para calon legislatif yang terpasang semrawut.
Jika dilihat-lihat, jangankan nilai estetika, keteraturan dan kerapian bahkan tidak diperhitungkan dalam pemasangan APK tesebut.
Hal-hal yang mengganggu ini, ternyata dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dalam pemilu.Â
Berikut beberapa hal yang menjadi sorotan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang meresahkan.
Alat Peraga Kampanye (APK) yang Dipaku di Pohon
Miris sekali ketika melihat banyak spanduk dan baliho yang ditancapkan di pohon, terlebih pohon yang ditanam di pinggir jalan masih sangat kecil. Dengan sembarangan orang-orang menancapkan paku ke pohon-pohon malang tersebut, hanya demi sebuah Alat Peraga Kampanye (APK) lima tahunan.
Sepanjang perjalanan berangkat kerja, ingin rasanya acuh saja dengan beraneka macam Alat Peraga Kampanye (APK) yang membuat saya mengelus dada. Tetapi, lama-lama tidak tahan juga.Â
Andai saja, kita diperbolehkan mencopot APK yang dipaku di pohon-pohon, jika dilakukan hal tersebut akan menjadi tindak pidana. Ingin mengadukan pelanggaran, tapi mengadu kepada siapa? Satpol PP? Aplikasi JAKI? Atau, Bawaslu?
Beberapa waktu lalu, sempat viral sebuah video yang memperlihatkan sejumlah orang melakukan protes terhadap pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang tertancap di pohon. Namun, keviralan ini tak kunjung menjadikan pihak terkait, entah Bawaslu ataupun KPU bertindak.
Tim kampanye para peserta pemilu pun enggan sadar untuk tak lagi menancapkan atribut kampanye ke mahkluk hidup bernama pohon itu.
Di jalan kamal raya, misalnya, beberapa pohon pelangi (Eucalyptus deglupta) yang merupakan pohon asli wilayah Papua dan Maluku yang terancam punah, kini tak luput dari tancapan paku Alat Peraga Kampanye (APK) dari calon anggota legislatif.
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang tata tertib pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK), tindakan pemasangan dengan cara menancapkan paku ke pohon adalah tindak pelanggaran karena merusak keberlangsungan hidup pohon. Namun, apa sanksinya tidak jelas hingga kini.
Padahal, penancapan paku di pohon jelas merusak pohon. Paku yang tertancap di pohon mengakibatkan pohon rentan terkena penyakit hingga minumbulkan kerusakan pada struktur kulit pohon, sehingga berujung pengeroposan batang pohon.
Secara tidak langsung merusak kelestarian lingkungan, memperburuk kualitas udara, air dan tanah. Terlebih, jika musim hujan lebat disertai angin pohon yang tidak sehat rawan roboh sehingga berpotensi mengakibatkan kecelakaan.
Biaya penanaman dan perawatan pohon di ibu kota pun tak dapat dikatakan murah. Mengutip BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, tahun 2020 lalu, dana sebanyak Rp 115,4 miliar dari Pemprov DKI Jakarta dianggarkan untuk pengadaan pohon. Dana tersebut belum termasuk pemeliharaan tanaman hijau.
Pohon yang ditanam oleh Pemprov DKI Jakarta dengan anggaran sebanyak itu, seharusnya menjadi tanggung jawab Suku Dinas Kehutanan terkait untuk menjaga dan berkoordinasi secara langsung dengan pihak KPU atau Bawaslu mengenai ancaman kelestarian pohon yang diakibatkan oleh pemasangan paku APK di pohon-pohon.
Alat Peraga Kampanye (APK) yang Dipasang Tidak Kokoh
Selain pohon yang dipaku untuk memasang Alat Peraga Kampanye (APK), di sepanjang flyover jalan lingkar luar Jakarta, juga dipasang bendera partai yang tinggi menjuntai.Â
Kondisi di flyover tersebut cukup rawan, karena angin bertiup lebih kencang. Sehingga, ketika bendera melambai atau tiang penopangnya oleng, akan sangat berbahaya bagi pengendara yang lewat.
Mengutip dari pikiran-rakyat.com, setidaknya ada 6 kasus yang dilaporkan terkait dengan kecelakaan yang baru-baru ini terjadi akibat pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang tidak kokoh. Kasus tersebut terjadi di Jakarta, Gresik dan Kebumen, yang rata-rata terjadi akibat tertimpa baliho di samping jalan.
Satu korban dari Kebumen -- Jawa Tengah, bahkan dilaporkan meninggal akibat tertabrak mobil setelah hilang kendali karena tertimpa baliho di pinggir jalan. Sungguh tragis, jika pemasangan baliho atau Alat Peraga Kampanye (APK) lainnya sampai merengut nyawa, siapa yang hendak disalahkan? Siapa yang mestinya bertanggung jawab?
Beberapa Hal Perlu Dipertimbankan oleh Penyelenggara Pemilu
Berikut beberapa hal bisa dipertimbangkan oleh penyelenggara pemilu terkait dengan kampanye dan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) di ruang publik.
Partisipasi aktif calon legislatif
Calon legislatif yang sedang melakukan kampanye boleh saja memasang APK, tapi jangan asal-asalan. Tetap ikuti peraturan yang berlaku. Para calon legislatif beserta tim kampanyenya, seharusnya turut mengawasi dengan seksama proses pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) mereka.
Penegakan peraturan
Tindakan yang dilakukan Bawaslu sejauh ini, setelah berjatuhan korban hanya meminta KPU untuk mengingatkan peserta pemilu dan berkoordinasi dengan satpol PP untuk menertibkan Alat Peraga Kampanye (APK) yang membahayakan publik. Â Mestinya, harus ada aturan main beserta dengan sanksi yang jelas dari KPU maupun Bawaslu kepada para peserta pemilu.
Dibentuknya wadah pengaduan masyarakat
Dengan adanya kesadaran masyarakat yang tinggi tentang pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang merusak lingkungan, sebaiknya Bawaslu membuka wadah yang mudah dijangkau masyarakat untuk memberikan pengaduan terkait dengan pelanggaran pemilu. Hal ini merupakan wujud demokrasi melalui keterlibatan masyarakat.
Komunikasi langsung dengan masyarakat
Banyak foto calon legislatif yang terpampang di spanduk atau baliho pinggir jalan kurang dikenal masyarakat. Masyarakat mengatakan bahwa seharusnya mereka bukan memasang foto di Baliho, melainkan datang langsung ke daerah pilihannya masing-masing dan menyampaikan visi misinya.
Terlepas dari banyaknya kontroversi pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang semakin meresahkan dan menimbulkan korban jiwa, mungkin dapat dipertimbangkan untuk memanfaatkan media internet sebagai sarana kampanye yang lebih efektif dan tidak merusak lingkungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI