Mohon tunggu...
Ani Mariani
Ani Mariani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Middle Eastern Studies | International Relation Analysis | Political, Economic, Religion, Social, Religion, Feminism Enthusiast | Research | Writer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Mau Dibodohi oleh Kapitalisme

7 April 2024   13:06 Diperbarui: 7 April 2024   13:24 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Marcel Strau on Unsplash

Di era digital kini, adakah manusia di usia produktif yang tidak memiliki akun Facebook, Instagram, Tiktok atau X? Menurut dataindonesia.id jumlah pengguna sosial media di Indonesia mencapai 60,4% dari jumlah populasi. Bagi sebagian orang, media sosial digunakan untuk mendapatkan segala informasi dengan cepat dan mudah. Bagi sebagian lagi, media sosial digunakan untuk mencari nafkah, seperti influencer, selebgram, tiktokers, dll.

Dengan maraknya konten yang dibuat oleh influencer meningkatkan daya konsumtif berlebih yang pada akhirnya membawa banyak orang terjerumus ke dalam arus kapitalis.

Para kapitalis melakukan pembodohan-pembodohan massal dengan cara hegemonisasi, mempromosikan dan melakukan iklan terselubung melalui influencer menggunakan media sosial. Sebagai contoh, anggapan bahwa menggunakan brand  luar negeri dianggap high classs, atau anak muda tidak boleh ketinggalan nonton konser artis tertentu. Melalui hegemonisasi, kapitalis telah memudarkan perbedaan tegas antara kebutuhan dengan kemauan.  

Saya pun tidak luput dari genggaman kapitalis. Ketika akan mempersiapkan pernikahan, saya malah disibukkan dengan mempersiapkan pernikahan yang hanya akan digelar dalam 1 hari, bukannya memperbanyak ilmu dan belajar bagaimana menjalani rumah tangga  yang akan berlangsung seumur hidup.

Takut akan kehilangan momen menjadi princess dalam satu hari mempengaruhi saya. Akibatnya, saya lebih banyak mengeluarkan biaya untuk memenuhi hasrat tersebut. Membeli sejumlah kain untuk bridesmaid, melakukan prewedding dengan konsep kekinian, reservasi tempat honeymoon yang viral.

Itu semua adalah produk kapital. Para kapitalis  mendorong agar mereka selalu melayani kemauan atau keinginan masyarakat, padahal apa yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan secara riil.

Apa yang saya dan kita semua alami tersebut disebut sebagai sindrom FoMO, Fear of Missing Out. FoMO dapat membuat kita mengeluarkan lebih banyak uang. Rasa cemas akan ketertinggalan membuat adanya pengeluaran yang tidak krusial hanya untuk memuaskan ego dan mendapatkan validasi dari orang lain.

Seringkali ketika menikmati waktu luang, muncul video konten dari banyak influencer mempromosikan produk yang sama di waktu yang sama. Hal tersebut akan tertanam di pikiran dan membangkitkan hasrat untuk membeli. Orang yang terkena FoMO akan rela melakukan apa saja untuk mengikuti tren terkini hingga mengeluarkan dana diluar batas.

Masih ingat dengan banyaknya pemberitaan meledaknya pinjol menjelang konser Coldplay? Bukti bahwa banyak orang yang dibodohi oleh kapitalis. Terutama millennial yang FoMo demi tren untuk flexing di media sosial.

Manusia disibukkan  dengan produk-produk kapitalis. Dari bangun tidur hingga tidur kembali. Ketika akan tidur kita dipusingkan dengan berbagai pilihan brand pakaian tidur, warna dan motif yang sedang tren. Ketika menjalani hari, kita disibukkan dengan produk-produk kosmetik, outfit OOTD, tas, sepatu, bahkan kuliner dan jajanan yang tidak ada matinya yang disiarkan melalui media sosial.

Tanpa disadari kita telah dibodohi oleh kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun