Mohon tunggu...
Ani Mariani
Ani Mariani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Middle Eastern Studies | International Relation Analysis | Political, Economic, Religion, Social, Religion, Feminism Enthusiast | Research | Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokratisasi Sudan Selatan: Kleptokrasi Salva Kiiir dan Etnis Dinka

6 April 2024   10:11 Diperbarui: 6 April 2024   10:11 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bawah kepemimpinan Kiir, SPLM telah mengesampingkan warga yang bukan anggota kelompok etnis Dinka. Akibatnya, peluang politik selain Dinka dipersulit oleh adanya aturan pengecualian etnis. Praktik tersebut telah menyebabkan lemahnya sistem pemerintahan, partai politik, dan fungsi birokrasi tempat etnis minoritas tidak memiliki pengaruh dan keterwakilan yang setara di pemerintahan dan militer.

Hegemoni etnis Dinka bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan mereka dalam memimpin pemerintahan Sudan Selatan. Ini sejalan dengan narasi yang dibangun oleh Gramsci. Untuk mendapatkan kekuasaan dan kepemimpinan politik, seseorang membutuhkan dukungan mayoritas. Ini berfungsi baik sebagai instrumen untuk merebut kekuasaan atau pun mempertahankannya.

Praktek kleptokrasi yang dilakukan oleh elit Sudan Selatan jelas merusak proses konsolidasi demokrasi di Sudan Selatan. Para elite menggunakan kuasa yang ada dalam genggamannya untuk memperkaya diri ataupun kelompoknya, khususnya etnis Dinka.

Korupsi benar-benar telah menjadi sebuah fenomena kontekstual. Tidak lagi sembunyi-sembunyi. Tidak ada pula yang ditakuti karena hampir semua lembaga yang ditugasi memberantas korupsi malah terjebak dalam permainan mafia koruptor.

Ibarat caffeine, drugs dan sex --- korupsi adalah candu. Terlebih, jika sistem pengawasan hukum lemah dan kekuasaan dikendalikan oleh para pemburu rente. Kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi tetap mengalir sampai jauh, menjangkiti seluruh simpul pokok negara dari hulu ke hilir dan berkelindan dengan kekuasaan di legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Demokrasi menjadi sebuah omong kosong.

Indonesia telah lama menganut sistem demokrasi. Namun, demokrasi di Indonesia masih cenderung procedural ketimbang substansial. Kemunduran demokrasi terus terjadi. Bahkan sudah banyak peneliti dan pengamat politik bersama dengan berbagai sumber penelitiannya menyatakan bahwa Indonesia sudah memasuki lingkaran setan kleptokrasi.

What do you think?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun