Mohon tunggu...
Ani Mariani
Ani Mariani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Middle Eastern Studies | International Relation Analysis | Political, Economic, Religion, Social, Religion, Feminism Enthusiast | Research | Writer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Kebangkitan Houthi Terhadap Geopolitik Timur Tengah dan Kepentingan Global

31 Maret 2024   10:05 Diperbarui: 31 Maret 2024   10:05 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Jacob Morch on Unsplash

Realisme seakan tidak pernah tidur. Ia terus menggambarkan apa yang terjadi pada dunia saat ini. Ambisi kekuasaan dan berbagai kepentingan global menjadikan manusia di sibuk-kan oleh perang.

Ketidakpuasan, misi balas dendam, etnosentrisme, islamisme menjadi pembangkit pemberontakan dan revolusi di Timur Tengah. Di sisi lain, isu terorisme, keamanan dan perilaku defensif menjadi pembenaran Barat dalam melakukan agresi, invasi dan genosida.

Terorisme apa pun selalu diikuti oleh konsekuensi pembalasan, perang yang lebih besar. Bagi Elit Global, nyawa segelintir orang itu murah dibandingkan melindungi aset dan kekuasaan.

Sebagaimana yang terjadi hari ini, di luar pemberitaan konflik Israel-Hamas, semua media ramai membicarakan mengenai agresi militer Amerika, Inggris beserta jajaran sekutu lainnya terhadap Houthi di Yaman. Amerika meng-klaim bahwa agresi tersebut berdasarkan pada perlindungan keamanan regional dari serangan Houthi terhadap kapal tanker di Laut Merah dan Teluk Aden.

Kali ini, penulis tertarik untuk membahas seberapa besar pengaruh Houthi di Timur Tengah, sehingga Houthi berani melakukan agresi tersebut dan membuat Amerika-Inggris turun tangan sendiri untuk melakukan tindakan serangan balik.

Houthi adalah suku Arab di Yaman utara yang menganut aliran Islam Syiah. Houthi menjadi kelompok yang dibentuk pada 1990-an untuk memerangi rezim Saleh yang dianggapnya korup. Dengan bantuan Iran, Houthi berhasil merebut ibu kota Yaman, Sana'a pada September 2014.

Akhirnya, Houthi berhasil mengambil alih kekuasaan rezim melalui pemberontakan dan mendeklarasikan negara Yaman menjadi Syiah. Hal ini membuat risau Arab Saudi, karena dikhawatirkan Yaman akan bergabung dengan Iran untuk menutup jalur Bab el-Mandeb. Karenanya, kebangkitan Houthi memicu perang saudara di Yaman yang melibatkan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Kekhawatiran Arab Saudi terbukti benar. Karena Iran menggunakan Houthi sebagai pilihannya untuk melakukan serangan strategis terhadap musuh-musuh regionalnya. Houthi tanpa malu-malu merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai "Poros Perlawanan" Iran.

Pada Oktober 2023, Iran menggerakan Houthi untuk membekukan jalur Bab el-Mandeb. Dengan sesuka hati, Houthi menembakan proyektil dan menyandera Bab el-Mandeb, yang menghubungkan Laut Merah dengan Samudera Hindia. Bagaimanapun, Selat Bab el-Mandeb, yang terletak antara Teluk Aden dan Laut Merah, merupakan jalur laut strategis pedagangan internasional. Jika enam juta barel minyak mentah dan produk minyak olahan yang melewati jalur terganggu, maka akan berdampak pada harga minyak dan perekonomian global.

Agresi Houthi terhadap pengiriman barang di Laut Merah ini, bersamaan dengan lebih dari 70 serangan terhadap instalasi AS di Irak dan Suriah, dan meluasnya serangan rudal Hizbullah Lebanon yang menargetkan sasaran di Israel merupakan upaya yang dilakukan Iran untuk membantu Hamas di Gaza.

Upaya tersebut bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari nyata di Gaza, meskipun pada kenyataannya serangan habis-habisan tetap terjadi, perang antara Israel dan Hamas terus bergejolak hingga saat ini.

Sebelumnya, Amerika telah mengabaikan tindakan agresi Houthi di Laut Merah. Karena jelas, Amerika ingin mempertahankan keinginannya dengan cara apapun agar perang di Gaza tetap berlangsung.

Pada taraf tertentu, tindakan Houthi merupakan bentuk solidaritas terhadap Hamas. Dan faktanya, memang Iran telah memang menolak keberadaan Israel. Namun pada saat yang sama, mereka juga memasukkan keuntungan ke dalam strategi geopolotik mereka.

Pada dasarnya, kelompok Houthi tidak menimbulkan ancaman secara langsung terhadap Amerika Serikat, namun kebangkitan Houthi mengancam kepentingan dagang Amerika dan sekutunya, terutama Arab Saudi. Diluar serangannya pada hari ini, Center of Preventive Action menyebutkan, sejak November 2002, Amerika Serikat telah melakukan hampir 400 serangan di Yaman, 35 serangan pada 2016, dan 130 serangan pada 2017. Baru kemudian, pada Februari 2022 Amerika menghentikan dukungan AS terhadap operasi ofensif pimpinan Arab Saudi di Yaman dan mencabut status terorisme Houthi.

Babak baru genjatan senjata dimulai sejak saat itu. Kunjungan resmi pertama Houthi  ke Saudi sejak perang dimulai, tidak menghasilkan apapun. Lalu pada Oktober 2023, Yaman kembali melakukan serangan  terhadap kapal tanker di Laut Merah.

Dalam Middle East Forum,  disebutkan bahwa kekacauan di Laut Merah yang terjadi saat ini pada dasarnya memberikan keuntungan pada Houthi. Dan jika selanjutnya tindakan Houthi adalah memblokir koridor darat dengan mensponsori kekacauan di Yordania atau Tepi Barat, dari sudut pandang Teheran, maka itu akan lebih menguntungkan.

Menggerakan Houthi mungkin merugikan Tehran dalam beberapa juta dolar, namun mereka akan memperoleh miliaran dolar jika pertaruhan mereka membuahkan hasil.

Ada dinamika serupa yang terjadi di Israel, yang mengubah analisis biaya dengan memanfaatkan Hizbullah pada tahun 2006. Amerika Serikat juga perlu melakukan hal yang sama dalam pertaruhan Iran saat ini.

Amerika Serikat harus bertindak untuk menghadapi tantangan Houthi, kelompok teroris boneka Iran di Yaman, terhadap perdamaian dan perdagangan internasional. Upaya diplomatik dan politik harus dilakukan untuk mengekang perang di Yaman, termasuk pembicaraan dengan Iran.

Sebagai negara kategori paling miskin di semenanjung Arab, Houthi dinilai berani melakukan serangan tersebut. Dan sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahwa agresi Houthi akan menurun. Hal ini tidak lepas dari dukungan Iran yang memandang Barat sebagai pihak yang lemah. Karena nya, Iran melalui Khouti melakukan provokasi untuk melawan Amerika menggunakan Bab el-Mandeb.

Dengan pihak Iran yang telah melakukan provokasi kecil sesekali. Kehadiran angkatan AS di Teluk dan Mediterania terbukti cukup untuk mencegah peningkatan konflik melebihi titik tertentu. Dengan demikian, dimensi konflik saat ini akan terbatas pada wilayah Isarel-Palestina, dan ketidakstabilan geopolitik Timur Tengah yang lebih dapat dihindari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun