Mohon tunggu...
Anik Sajawi
Anik Sajawi Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN), Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Penulis lepas tinggal di Banyuwangi Jawa Timur, saat ini sedang mengelola Ranjang Puisi di Semesta Sastra Bumi Blambangan Banyuwangi. Aktivitas saya bisa disapa di Akun Instagram @aniksajawi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pelukan Waktu

11 Oktober 2024   04:09 Diperbarui: 11 Oktober 2024   07:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelukan Waktu. (Foto. Unsplash - Steve Johnson)

Waktu seperti busur terlepas dari tamparnya, 

Menghunus tanpa henti, menembus jiwa yang bergetar. 

Setiap detik berlari, tak peduli penat yang menghimpit, 

Ingin kuhentikan sejenak, agar damai menyelimuti hati yang lelah.

Saat langkah terasa berat, seperti beban tak terhingga, 

Ingin kutemukan seberkas cahaya di ujung lorong sunyi. 

Namun, apalah daya, tubuh ini takkan siap, 

Terhunus busur waktu, melukaku dengan tajam, 

Membawa harapan dan mimpi, mengalir dalam relung jiwa.

Rasa syukur dan tafakur, kupegang erat, 

Obat penanti, menunggu saat yang kelam, 

Mengajakku berintrospeksi, di tengah keriuhan dunia, 

Setiap detik adalah anugerah, walau terikat batas.

Di sisa waktu ini, aku berikrar, 

Menjadi lilin bagi sesama, penerang dalam gelap, 

Entah bagaimana caranya, kuambil langkah ini, 

Menulis, sekadar bait, meski tak berarti bagimu, 

Namun setiap kata adalah napas, harapan, sebuah sajak.

Kuhimpun kenangan, kisah yang terpendam, 

Sebuah perjalanan, yang takkan pernah usai, 

Dalam setiap goresan, ada jejak jiwa, 

Semua rasa yang tertinggal, tak akan hilang sia-sia.

Semoga kau dengar, semoga kau rasa, 

Dalam tiap tulisanku, ada alunan suara, 

Sebuah permohonan, untuk berbagi cahaya, 

Di antara kita, meski jarak memisahkan.

Di setiap malam sunyi, saat bintang berkelip, 

Ku tuliskan harapan, pada lembaran yang hening, 

Meskipun tak sempurna, setiap bait mengalir, 

Menjadi pengingat, bahwa kita tak sendiri.

Mungkin tak semua mengerti, makna di balik kata, 

Namun aku percaya, di suatu saat nanti, 

Satu bait sederhana ini, akan menemukan jalannya, 

Menjadi jembatan, untuk menyentuh hati yang mencari.

Dan saat waktu akhirnya berhenti, 

Semoga ku bisa tersenyum, penuh rasa syukur, 

Karena dalam setiap detik, aku telah mencoba, 

Menjadi lilin bagi sesama, menerangi jalan yang gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun