Â
Perasaan yang tak terbalas, menusuk dalam-dalam,
Seperti belati tak berujung, menusurahi setiap helaian.
Hatiku terasa semakin rapuh, hampa yang menyiksaku,
Tapi aku hanya mengejar bayangan, dalam kebodohan yang terus berlalu.
Â
Aku enggan belajar, sementara kebahagiaan menjauh,
Ego terbentuk dari debu, menjadi sumber kehampaan.
Gelak tawa nurani semakin keras, memahkotai kesendiriannya,
Apa yang kau inginkan, pengembara cinta, yang tak pernah berhenti?
Â
Bunga berduri kau tanam di jantungku, menusuk tanpa ampun,
Tapi jawaban yang kucari tak pernah kudapat.
Penderitaan tumbuh tanpa henti, mengikuti jejak langkahku,
Sekelumit kenangan, namun tak mampu menghibur.
Â
Kau berkata itu tak berarti apa-apa, tapi bagiku...
Selama itu membawaku menuju kedamaian, biarlah aku abadi,
Dalam bisikan hati yang menyanyikan cerita kita, meski tak pernah bersatu.
Â
Keabadian itu tak selalu bersinar,
Tersembunyi dalam lapisan kelam, sementara waktu terus berlalu.
Hingga kita menemukan makna, dalam perasaan yang terkoyak,
Bisikan hati ini menyatukan kita, dalam cinta yang tak akan pudar.
Â
Kita mungkin berjauhan, dalam alam yang berbeda,
Tapi dalam hati ini, kau akan selalu ada.
Dalam bisikan hati yang tak pernah mati,
Kita abadi dalam cerita ini, cinta yang tak terukur.
Â
Perasaan tak terbalas, namun tak pernah sirna,
Kita melanjutkan perjalanan, menuju keabadian.
Mungkin bukan dalam dekapan fisik, tapi dalam jiwa yang terpaut,
Bisikan hati kita, cerita cinta yang tak akan pernah hilang.
Â
Jember, 22 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H