Â
Kalau ada penghargaan Nobel literasi di dunia ini maka saya akan ajukan 2 nama, Widz Stoops dan Rudy Gunawan. Dua sosok yang peranannya begitu besar dalam menyatukan beragam ide penulis lintas suku suku, lintas agama, antar etnis di Indonesia menjadi sebuah novel menawan berjudul Kapak Algojo dan Perawan Vestal.Â
Judul yang jauh dari lokal wisdom Indonesia akan tetapi tokoh sentralnya berasal dari Makassar dengan setting beberapa di Eropa dan ending Jakarta. Dari lokal, meng-Indonesia lalu mendunia. Novel dengan tokoh Segara, nama khas Indonesia.Â
Dalam perjalanan mencari pembunuh inilah kisah Segara bergulir sangat menarik, ramuan kesedihan dengan cinta dan dendam akhirnya bisa mempertemukan dia dengan ibu dan adiknya.
Perawan Vestal, pembunuh, Segara dan  keluarganya menjadi jalinan cerita yang kemudian memunculkan adegan-adegan action juga romantis. Setting tempat dari Berlin, Paris, Jakarta, Purwosari, Singosari dan Jeneponto membuat novel hidup.Â
Dengan sentuhan sejarah di sana sini juga  adat dan budaya Makassar yang begitu kental membuat novel ini seperti cara lain mengenalkan budaya Indonesia pada dunia.
Saya bangga menjadi bagian dari penulis novel ini. Entah bagaimana menjelaskan, tetiba saya tertarik mempelajari Jeneponto, Makasar juga tempat -tempat lain. Bukan hanya untuk kepentingan menghidupkan cerita seperti kata Wuri Handoko dan Deni De Kaizer juga Pak Hensa  yang menyebut google map mempunyai peranan besar sebagai referensi latar, lebih dari itu saya belajar aneka ragam budaya, Indonesia dan belahan dunia lain, Jerman juga Eropa. Jadi tahu dan tentu saja ingin berkunjung ke tempat tempat yang disebut dalam novel.
Novel ini, akhirnya berbuah manis, bukan hanya bisa terbit sesudah 3 tahun penantian di tangan editor Khrisna Pabhicara, akan tetapi juga mampu memecahkan Rekor Muri. Buah dari kolaborasi ide dan eksekusi Kompasianer Widz Stoops yang bermukim di Florida US dan Rudy Gunawan, Kompasianer numerolog pertama di Indonesia yang bisa mewujudkan novel ini layak masuk MURI.
 Satu hal yang juga sepakati oleh perempuan pemilik ide Widz Stoops. Dialah yang memiliki ide membuat novel keroyokan, terinspirasi event challenge Kompasianer cantik kawakan berjuluk Ken Dedes Lilik Fatima Azzahra.Â
Dilontarkan pada Kompasianer asal Pekanbaru Warkasa, founder web blog Secangkir Kopi Bersama atau Eskaber. Sehingga dibuatlah event menulis novel bareng, keroyokan hingga mencapai 33 penulis. Bhinneka tunggal Ika, berbeda latar belakang dan profesi penulis namun dengan satu tujuan, menulis untuk novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal hingga ending, selesai. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
"Ide ini dari mbak Widz, yang kami sebut Ratu Event, Eskaber melaksanakan sesuai arahan Mbak Widz," tutur Dini, salah satu penulis dengan nama belakang sama dengan Warkasa 1919.
Beda dari event yang di challengekan oleh Lilik Fatima Azzahra adalah event direncanakan dikemas serius. Ada editor yang mengawal ketersambungan cerita dan memoles materi lebih berkualitas.Â
"Saya hubungi Khrisna Pabhicara, Alhamdulillah bersedia menjadi editor, maka mulailah pengumpulan materi itu," tutur Widz Stoops saat acara launching pemecahan rekor MURI Novel Kapak Algojo dan Perawan Vestal di Sahasra Coffee, Senyawa+ Space, Jl. Raden Saleh Raya No.46A, Cikini, Menteng, Central Jakarta City, Jakarta.
Dihadiri para penulis dari berbagai belahan Indonesia saya mendapatkan pula kesempatan presentasi, menceritakan bagaimana proses menulis novel dengan giliran bab 15 di halaman 144 berjudul Doa di Ujung Nyawa.
Itu kira kira yang saya ucapkan di hadapan kawan-kawan penulis lain. Sebelum itu menandatangani replika cover buku berukuran besar yang juga ditandatangani semua penulis.
![img-20241004-145258-6701f6f4ed64150f915f4252.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2024/10/06/img-20241004-145258-6701f6f4ed64150f915f4252.jpg?t=o&v=770)
Suasana penuh kehangatan, tak ada sekat profesi dan jabatan, apalagi agama atau suku atau etnis, kami berbaur. Berbagi kebahagiaan saja, membincangkan betapa asiknya menulis bersama.
Maka tak berlebihan jika saya mengatakan Mbak Widz, Acek Rudy layak mendapat Nobel perdamaian literasi. Karena dengan kegiatan literasi yang mereka upayakan rasa damai, rasa kebersamaan muncul organik, tak ada tekanan tanpa paksaan untuk kami harus mengedepankan perdamaian. Sampai rela datang walau jarak, waktu memisahkan.
Berandai-andai bila saja bangsa yang sedang bertikai, Israel, Palestina, Suriah, Ukraina juga negara konflik lain punya ide seperti Mbak Widz, menulis bareng satu tema, perbab beda penulis menuju ending yang sama, maka selesailah urusan tikai bertikai. Dunia damai karena kepentingannya sama, indah di akhir cerita.
Berkat Syahrul saya diingatkan untuk VC dengan pasangan menulis kasmaran saya Ikhlas atau Julak Anum, Ahay. Sebuah nama yang memantik diksi romantis saya untuk berpuisi hingga hubungan kami sedekat bunda dan anak.
Pada yang belum datang semoga suatu saat kita dipertemukan, mungkin akan dibuat sequel saya ajukan sangat berminat. Walau tak ada rekor MURI tak apa. Persaudaraan ini sungguh indah dilanjutkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI