Wajah Bu Enik Rusmiati terus membayang di pelupuk mata. Kompasianer Blitar yang menjadi mula cerita saya bisa menjalankan ibadah umroh. Beliau menulis kisah saya mengikuti seleksi tokoh inspiratif sehingga September 2022 lalu saya bisa bertolak ke tanah suci.
 Menumbuhkan haru luar biasa ketika kabar Bu Enik dengan Suaminya bapak Nur akan ibadah haji tahun ini pasti. Maka, dorongan ketemu, berpelukan dengan saudari saya itu tak tertahankan. Ada doa untuk kesehatannya, kesuksesannya dan doa panjang agar saya ditakdirkan ketemuan. Silaturahmi, memeluknya sepulang haji.
Blitar, kota yang untuk sampai ke sana saya harus membelah bukit, jurang dan sungai. Bu Enik memang tujuan, namun bukan beliau saja ternyata yang terbayang, ada Kompasianer Headliner Kuliner Mbak Siti Nazarotin juga serta beberapa kawan Afatar, Alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel '91.
Sekolah masih MPLS kemarin, Rabu 17/7/2024. Sebagai guru di SMP Islam 1 Pujon saya juga terlibat ikut kegiatan. Bisa mendapatkan ijin tidak ikut untuk acara Outbound maka saya geber mobil ke kota Blitar. Janji bertemu Bu Enik di tempat beliau mengajar, MTsN 2 Blitar.
Baru kali ini saya bawa mobil sendiri menuju Blitar, pede saja secara kabar jalan telah bagus. Meski tidak bagus amat kenyataan bisa mudah saya lewati cukup menghibur, berangkat pukul 10.15 an saya sampai tempat sekolah Bu Enik sekitar 11.45.Â
Sekolah yang sedang membangun, satpam menyambut ramah, saya mencari tempat parkir teduh. Bertemu pohon rindang. Merebahkan diri sebentar sambil menanti Bu Enik yang berkata akan sholat duhur dulu jamaah bersama siswa.
Tak lama, senyum manisnya terkembang, dia datang menyapa.
"Sama siapa? Hyuuh Jan wonder woman tenan, dewenan?"
"Iyalah, mau sama siapa? Saya kan memang hidup sendirian?"Â
"Ndang golek sopir pribadi!"
"Ogah, gak bebas, ribet melayani nanti," jawab saya spontan. Tanpa berpikir yang dimaksud sopir beneran atau sopir kehidupan.
Riang beliau menemani saya, duduk tepat di samping jok. Saya pikir akan diajak mampir ke rumahnya, ternyata diajak belok makan siang. Yup, Seblak komplit pedas bikin saya ngiler, pilihan jatuh pada kuliner yang bikin Bu Enik merah pipi.
"Hyuh, pedesnyaa, itu isinya apa saja?" komentar Bu Enik saat mencicipi seblak yang terhidang di meja saya, ternyata beliau baru sekali ini makan seblak.
"Seblak nikmat kalau pedas, isinya ya aneka kerupuk mentah yang diberi kuah."Â
Beberapa potong dari kerupuk dicicipi, kepedasan. Bu Enik sendiri pesan nasi, ceplok, tahu, tempe, sambal dan sayur lodeh rebung.
"Ini cocok buat saya," cetusnai makan siang kami meluncur ke rumah Bu Enik. Celotehnya mengomentari keberanian saya datang tak henti. Saya cuma tertawa sambil sesekali menjawab.
"Berkah nulis, mobil ini dari menulis. Alhamdulillah," seperti itulah jawaban saya jika ditanya soal mobil. Next saya ceritakan.
Sampai di rumah Bu Enik, sambutan ala orang baru pulang haji memampang. Meja dengan aneka hidangan termasuk kurma. Perbincangan memunculkan nama Siti Nazarotin atau mbak Nazar.
"Njenengan Jak mriki. Beliau Kepala Sekolah hebat Lo sekarang," tutur Bu EnikÂ
Tak perlu lama, pukul 2 siang beliau muncul. Wajahnya, senyumnya menyapa. Langsung kupeluk cium. Sekangen ini ternyata. Mengalirlah obrolan, tetap saja yang dibahas saya bawa mobil sendirian.
 Ada 3 bantal Harvestway di mobil, milik kawan JatimSatuNews sebetulnya yang dititipkan akan tetapi bisa saya berikan, akan saya mintakan pada pemilik produk nanti diganti. Foto - foto jeprat jepret saya lakukan, Bu Enik saya beri begitupun dengan Mbak Nazar. Pikir saya ini Kompasianer pasti lah mau bila cuma sekedar diminta menulis sebagai ganti bantal.Â
"Pemiliknya kawan saya, sedang dilaporkan kompetitor yang mengerti hukum. Saya membela agar usahanya tidak sampai gulung tikar. Dia punya 16 karyawan packing karena jualannya mengandalkan digital marketing Shopee dan tik tok. Belum lagi karyawan juragannya pemasok bantal, tukang jahit sprei dan sarung bantal, ratusan. Saya memikirkan tenaga kerja itu. Apalagi saya yakin kawan saya itu berada di pihak yang benar, buktinya Pra Peradilan kemarin istrinya menang melawan polisi. Jadi ya ini, saya jadikan ladang amar makruf nahi mungkar. Lewat tulisan, mengabarkan kebenaran," tutur saya.
Perjalanan pamit pulang tak langsung berakhir, seorang kawan lelaki datang Wahyudi, pengawas PLS. Cengkerama sebentar menuju rencana.Â
Bertemu mbak Anis Rohmawati saya diberi oleh oleh produknya. Â Saat mengantar pulang, disampaikan heran pada bantal yang dibawa mbak Nazar, maka saya tawari juga.
"Itu mbak masih ada 1 di bagasi. Njenengan ambil deh," tutur saya ketika mau melakukan mobil.