Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Iqbalku dan Iqbal si Kaos Lusuh Peserta Tes Polisi

11 Mei 2023   08:11 Diperbarui: 11 Mei 2023   08:26 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Namanya Muhammad Iqbal,  salah satu pendaftar tes masuk jadi polisi di Kepolisian Riau. Mengenakan kaos putih lusuh dan sobek. 

" Muhammad Iqbal pak," jawab remaja tersebut.

"Iqbal, kenapa bajunya sobek?," lanjut Alvin penasaran.

Tampak saat dipanggil dan ditanya, Iqbal tampak sedikit gugup.

Mungkin dipikirannya, ia akan dimarahi karena mengenakan  kaos sobek, apalagi ia tengah mengikuti seleksi masuk.

Dalam percakapan itu diakui Iqbal bahwa baju kaos yang dikenakannya itu ternyata minjam.

"Iya pak, ini (kaos) saya pinjam sama teman pak," jawab Iqbal.

Lantas,  Kompol Alvin bertanya kembali. "Kenapa tidak beli?," katanya.

"Karena gak cukup uang pak," jawab Iqbal.

Jawaban tersebut membuat  Kompol Alvin terdiam sejenak lalu melanjutkan pertanyannya.

"Orangtua kamu kerja?," tanya Alvin.

Dari situlah Iqbal mulai menjelaskan bahwa ia seorang anak yatim karena ayahnya sudah meninggal.

Sedangkan ibunya berjualan sarapan pagi di rumah.

"(Ibu) jualan sarapan pagi dekat rumah, jualan lontong. Kalau ayah sudah almarhum," jawab Iqbal.

***
Kenapa mirip dengan kisah buah hatiku dulu?  Apa memang begitu banyak nasib  seperti itu dialami pemuda negeri ini?

Dahulu,  putraku yang namanya kebetulan sama Muhammad Iqbal sedang akan mengikuti semester pertama Mapaba, Masa Penerimaan Mahasiswa Baru di UIN. Demi kelancaran, sepatu mengusahakan pinjam,  juga baju dan celana yang kemudian  berkat nasib baik dia bisa beli meski di loak an.

Alasannya sama,  ya memang tidak punya uang untuk beli maka pinjam adalah pilihan,  terbaik dari pada tak ikut Mapaba, Masa Penerimaan Mahasiswa Baru di UIN maliki Malang.

Meski barang yang dipakai jauh dari layak Iqbal bergeming,  sudah biasa pakaiannya no branded jadi dia tak ada masalah. Sama sepertiku yang tidak punya baju bagus. Jangankan branded, baju baru saja jauh dari jangkauan, lungsuran itu biasa. Bukan thrifting yang harus beli, kami memakai bekas pakai pemberian orang.  Kalaupun pernah mengenakan baju baru itu pasti seragam sekolah untuk mengajar.

Tak ada masalah dengannya menempuh status sebagai mahasiswa,  terbiasa hidup susah dia lakukan, apapun menghidupi diri dengan UKT paling rendah yang bisa terbayar dari donasi dan beasiswa.

Tahun pertama dia lewatkan di Ma'had, wajib untuk seluruh mahasiswa UIN. Biaya hidupnya lumayan mahal untuk ukuran kami, apalagi biaya mengerjakan tugas kuliah. Beruntungnya di ma'had dia tinggal dengan ratusan anak yang tidak sepemikiran dengannya untuk bertahan hidup.

Iqbal tanpa malu menjadi pemulung botol-botol plastik bekas minum kawannya. Mengumpulkan lalu menjual ke pemulung,  hampir dilakukan setiap hari dengan harga jual Rp. 3500 perkilo. Kadang dapat sekilo kadang 2. Katanya cukup untuk beli makan yang di UIN harga paling rendah Rp. 5000 hanya nasi dan kuah sayur serta aitlr putih.

"Yang penting wareg Mi, " tuturnya.

Nutrisi apalagi gizi tidak menjadi perhitungan, kami sama sepakat.  Iya,  yang penting kenyang.

Lalu untuk memenuhi kebutuhan kuliah lain?

Bila ada konser malam atau kegiatan mahasiswa dia ikut ambil bagian. Bukan menjadi panitia apalagi peserta, Iqbal jadi Tukang Parkir.  Bersama tukang parkir kampus. Saking sering bergaul Iqbal dianggap kawan tidak ditolak ketika ikut menjadi juru parkir.

Pagi buta ikut kegiatan ma'had, sedikit siang kuliah,  sore kegiatan lagi dengan senggang memulung dan malam kadang jadi jukir masih  belum bisa menjadi jalan keluar kesulitan  uang.

Meski begitu Iqbal tak pernah mengeluh. Padaku yang mengkhawatirkan biaya dia landai bicara tak ada masalah.

"Umik mpun mikiri maem kulo. Mewah,  mau makan nasi padang juga bisa."
"Dari mana?  Jangan hutang ya nak, " aku sungguh khawatir kalau dia terlibat  hutang.

Ayahnya tiada,  ibunya ini hanya bisa menyambung hidup dengan berjualan gorengan keliling dan jadi guru swasta dengan penghasilan pas pasan kalau tak bisa dibilang kurang. Maka opsi hutang sama sekali tak bisa kulakukan,  siapakah yang akan percaya menghutangi dengan keadaan diri ini. Tidak ada jaminan bisa membayar,  disamping aku sendiri takut tidak mampu nyaur. Iqbal mengerti, dia pastikan tidak hutang untuk biaya hidupnya saat menjalani status mahasiswa.

"Kalau sedang lapar dan tak ada uang saya tinggal ke Warung Padang dekat kampus,  pemiliknya baik.  Kulo tinggal sanjang, Bang ada kerjaankah,  beliau pasti akan berikan pekerjaan cuci piring sebagai bayaran makan, " tuturnya seraya menirukan dialognya dengan Abang Nasi Padang.

"Bang ada kerjaan kah,  saya lapar ini."
"Ada, cuci piring ya."
"Siap, abis itu makan ya bang."
"Iya,  sesukamu."

Iqbal ngotot kuliah,  pantang baginya mundur mengingat alamarhum ayahnya dulu yang ikut andil support masuk UIN. Semangatnya membara, nilainya dia usahakan tetap di atas 3,8 sehingga tak lepas bea siswa prestasi dari genggaman. Meski resikonya dia nihil kegiatan organisasi. Sesuatu yang dahulu kala aku adalah singanya.

Hidup Iqbal berkutat dengan memburu nilai bagus dan mengejar apapun yang bisa menghasilkan uang agar biaya kuliah teratasi.  Jadi tukang ojeg,  jadi pesuruh mengerjakan tugas-tugas mahasiswa lain yang lebih kaya, pelayan, bahkan marbot masjid, apapun asal bisa memenuhi kebutuhan hidupnya saat kuliah. Hingga akhirnya dia diterima kerja di Boarding School sebagai tenaga TU setelah mengikuti serangkaian test berat.

Iqbal bekerja di tempat tersebut hingga saat ini,  usai lulus S1 dan tinggal menunggu wisuda S2. Menatap masa depan dia telah berani meminang perawan.

Tak terhingga terima kasihku pada sesiapapun yang turut andil memudahkan langkah studynya. Dalam darahnya mengalir jariyah orang-orang baik donatur. Terima kasih kuhaturkan pada Kawan, kerabat,  handai tolan. Pun pada Pemilik akun gojek yang ringan meminjamkan akunnya untuk Iqbal Nggojek, pada pengepul sampah yang kerap membeli lebih atas hasil pengumpulan sampahnya,  Pada jukir yang rela berbagi pekerjaan,  Pada pemilik warung Padang yang bersedia memberi cucian piring, pada pemilik Cafe yang pernah mempekerjakan sebagai pelayan, pada Takmir masjid yang pernah bersedia memberi tumpangan berbulan dan tentu saja pada Boarding School,  lembaga yang bersedia menerimanya bekerja dahulu dalam status masih mahasiswa.

Doa doa teriring dari mulut ini untuk kebaikan mereka yang pernah memudahkan. Semoga selalu dimudahkan segala urusan,  lancar mengarungi kehidupan,, bahagia dunia dan akhirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun