Nutrisi apalagi gizi tidak menjadi perhitungan, kami sama sepakat. Â Iya, Â yang penting kenyang.
Lalu untuk memenuhi kebutuhan kuliah lain?
Bila ada konser malam atau kegiatan mahasiswa dia ikut ambil bagian. Bukan menjadi panitia apalagi peserta, Iqbal jadi Tukang Parkir. Â Bersama tukang parkir kampus. Saking sering bergaul Iqbal dianggap kawan tidak ditolak ketika ikut menjadi juru parkir.
Pagi buta ikut kegiatan ma'had, sedikit siang kuliah,  sore kegiatan lagi dengan senggang memulung dan malam kadang jadi jukir masih  belum bisa menjadi jalan keluar kesulitan  uang.
Meski begitu Iqbal tak pernah mengeluh. Padaku yang mengkhawatirkan biaya dia landai bicara tak ada masalah.
"Umik mpun mikiri maem kulo. Mewah, Â mau makan nasi padang juga bisa."
"Dari mana?  Jangan hutang ya nak, " aku sungguh khawatir kalau dia terlibat  hutang.
Ayahnya tiada, Â ibunya ini hanya bisa menyambung hidup dengan berjualan gorengan keliling dan jadi guru swasta dengan penghasilan pas pasan kalau tak bisa dibilang kurang. Maka opsi hutang sama sekali tak bisa kulakukan, Â siapakah yang akan percaya menghutangi dengan keadaan diri ini. Tidak ada jaminan bisa membayar, Â disamping aku sendiri takut tidak mampu nyaur. Iqbal mengerti, dia pastikan tidak hutang untuk biaya hidupnya saat menjalani status mahasiswa.
"Kalau sedang lapar dan tak ada uang saya tinggal ke Warung Padang dekat kampus, Â pemiliknya baik. Â Kulo tinggal sanjang, Bang ada kerjaankah, Â beliau pasti akan berikan pekerjaan cuci piring sebagai bayaran makan, " tuturnya seraya menirukan dialognya dengan Abang Nasi Padang.
"Bang ada kerjaan kah, Â saya lapar ini."
"Ada, cuci piring ya."
"Siap, abis itu makan ya bang."
"Iya, Â sesukamu."
Iqbal ngotot kuliah, Â pantang baginya mundur mengingat alamarhum ayahnya dulu yang ikut andil support masuk UIN. Semangatnya membara, nilainya dia usahakan tetap di atas 3,8 sehingga tak lepas bea siswa prestasi dari genggaman. Meski resikonya dia nihil kegiatan organisasi. Sesuatu yang dahulu kala aku adalah singanya.
Hidup Iqbal berkutat dengan memburu nilai bagus dan mengejar apapun yang bisa menghasilkan uang agar biaya kuliah teratasi. Â Jadi tukang ojeg, Â jadi pesuruh mengerjakan tugas-tugas mahasiswa lain yang lebih kaya, pelayan, bahkan marbot masjid, apapun asal bisa memenuhi kebutuhan hidupnya saat kuliah. Hingga akhirnya dia diterima kerja di Boarding School sebagai tenaga TU setelah mengikuti serangkaian test berat.