"Dih istri dibawa-bawa, Â ngomong-ngomong kenapa kau tak menikah?"
"Karena belum ketemu Mbak."
"Isjh, ada-ada aja. Dulu sebelum ketemu aku."
"Manalah ada yang mau sama aku mbak. Jadi istri petani, itu tidak bergengsi. Hehe. Cuma mbak yang mau duduk denganku lama, tanpa risih. Makanya aku mau mbak jadi istriku."
Kelimpungan, Mbak Day tak bisa lagi melawan perkataan.
"Tapi aku tak bisa memberimu pengabdian."
"Cintailah diriku untuk selamanya. Cukup itu. Aku tahu mbak mau. Kita ke Pak Modin sekarang."
Gamit lengan kekar Shadeeq mengarah tangan mbak Day. Terasa berdesir, gemetar merajai debaran.
"Kenapa sekarang?"
"Ya bersiaplah mbak, tanya-tanya dulu. Apa yang harus kulakukan untuk pernikahan kita."
Sekali lagi, pelangi dan badai beradu mengunang di pandangan mbak Day. Dicubiti kulit tangannya, sakit. Berarti bukan mimpi. Memikirkan, bimbang dan ingin bergantian datang. Menikah? Jadi istri petani millenial sementara dirinya Millenium?