Membuat Rohim dan 2 penghuni lainnya harus numpang di rumah tetangga.Bantuan datang, diberikan. Matras, terpal, Â toileters, P3K.
Cukup menghibur duka yang saat kejadian Abdul Rohim hanya mampu tercenung, duduk mematung diantara puing rumahnya. Sedikit ceria nampak di matanya ketika bantuan datang, mungkin dalam benaknya dia berpikir masih bisa hidup di bawah tenda terpal bantuan, sesuatu yang tak saya harapkan sama sekali.
Makanya, hanya satu pertanyaan saya berikan kepada pemangku kekuasaan di lokasi tersebut saat kejadian.
"Dimana dia tinggal kini?"
Jawaban ikut tetangga membuat saya sedikit lega. Bebas dingin, tak khawatir kehujanan, terlebih lagi aman dari robohan lagi jika ada angin kencang kembali menerpa.
Terpal bantuan itu, malam sebelum tertidur untuk menulis artikel ini dikabarkan kawan reporter lokasi digunakan Abdul Rohim dan 2 anaknya.Â
Bulir bening susah berhenti membasahi pipi, bayangan kehidupan mereka terus hadir dengan kasur bantuan beralas tanah beratap terpal yang dijadikan tenda. Doa pinta saya panjatkan pada Tuhan untuk tak lagi timpakan angin kencang atau semacamnya di tempat Abdul Rohim tinggal.
Nasibnya menjadi perbincangan serius antara saya dan reporter.
"Kasihan dia bu, tidur hanya menggunakan kasur bantuan di atas lantai tanah."
"Tak adakah bantuan untuk memperbaiki rumahnya?"
"Iya ini, belum terlihat sama sekali. Coba se bu njenengan hubungi Pak Dewan yang biasanya membantu mengusahakan perbaikan rumah itu," saran Ojin, reporter lokasi sambil menyebut nama Muhammad Zaini, sekretaris DPRD Kabupaten Pasuruan yang kebetulan beberapa kali berhasil mengupayakan bantuan perbaikan rumah untuk mereka yang kena musibah atau memang luput dari bantuan.