Hingga terjadilah percakapan seperti saya tulis di paragraf pembuka. Hari gini, masih ada orang yang mengaku tidak pernah makan daging. Sungguh mengherankan. Mungkin pada beberapa hari terakhir ya. Untuk itu saya pastikan lagi bertanya.
"Apa betul?"
Serentak jawaban lagi saya terima. Dari ibu-ibu tetangga bu Hadijah.
"Iya bu bener. Kami lama tidak pernah makan daging, apalagi kambing. Ini adalah pertama kalinya," tutur salah seorang.
Bu Hadijah hanya terpana, kesulitan komunikasi membuatnya diam tersenyum saja. Rupanya dia hanya bisa bahasa madura.
"Dek iye bu Hadijah? Tak pernah ngakan daging kambing?" Saya mencoba akrab menggunakan sedikit kebisaan saya berbahasa Madura.
"Eng gih bu, tak pernah,"
Seketika menggenang sedikit air di pelupuk mata saya. Penampilannya yang lusuh tanpa make up muka membuat saya trenyuh. Saya mengerti bahwa jawaban ini hiperbola saja, demi menunjukkan makan menu daging kambing sesuatu yang langka mereka nikmati. Mungkin setahun sekali kalau idul adha, ketika banyak orang berbagi daging sembelihan.
Atau bisa jadi orang-orang di kampung bu Hadijah terlupakan?Â
Ah sudahlah yang penting saya sudah datang. Memberi kesempatan bu Hadijah dan warga sekitar ikut menikmati sajian menu daging kambing untuk aqiqah Daffa Lintang Cakasana.
Canggung dia menerima kedatangan saya. Pak Sholihin yang memandu agar saya memasuki rumahnya. Ada karpet pinjaman terhampar di atas lantai tanah. Â Tersaji menu makanan khas Aqiqah, gule dan sate. Ditata memikat mata, berjajar di tengah hamparan karpet. Â Menyisakan ruang kosong di pinggir sebagai tempat duduk penikmat.