Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lelaki ke 5 yang Kurang Ajar

20 Januari 2021   05:56 Diperbarui: 20 Januari 2021   06:13 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penghujung malam, gawaiku senantiasa online untuk pekerjaan menulis. Target deadline untuk berita, juga memeriksa beberapa naskah penulis yang akan kuajukan pada penerbit.


Sesekali memang sambil ngintip medsos semisal whatsApp atau facebook. Untuk selingan saja, ketika jeda dari sebuah penulisan selesai menjumpai paragraf akhir.

Kawan, sahabat, atau mereka yang ingin menyapa, seringkali menghubungi pada waktu-waktu ini. Fast respon, karena notif terlihat saat aku menyalakan gawai.

Sekedar say hello atau juga membahas tentang pekerjaan. Terbanyak memang rencana kerja peliputan esok hari atau koreksi atas konten-kontem tulisan. Baik yang akan tayang maupun yang akan dicetak.

Ada suka, ada tak suka menghadapi para penyapa itu. Teman atau rekan kerja tak kupermasalahkan, aku suka melayani semua. Bahkan kawan yang iseng menawari nasi goreng virtualpun kutanggapi riang. Canda menjadi bagian menyenangkan.

Paling geregetan kalau disapa lelaki yang ingin memanfaatkan keperempuanan, kesendirianku. Online malam disangka aku kesepian apa. Sampai-sampai pernah muncul tawaran begituan secara virtual.

Ada 5 lelaki kuhitung yang pernah melakukan hal ini. Beragam profesi, penulis, pengusaha, akademisi, peneliti, hingga terkini seorang pejabat. Tentu awalnya dekat sebagai kawan, canda goda kuanggap biasa. Meladeni mereka tanpa sedikitpun prasangka akan tega berlaku kurang ajar padaku.

Kupikir tak ada yang salah dengan keakraban. Toh lelaki itu, rerata sudah punya istri. Akupun, sudah lewat usia sehingga membicarakan perihal orang dewasa tidak tabu. Tips-tips mengatasi permasalahan rumah tangga selalu kuberikan, bila mereka sedang mengeluhkan ada masalah dalam hubungan berpasangan.

Bahkan saat pembicaraan mengarah pada urusan ranjang, kacamata sebagai penasehat masih kukenakan. "Datangi istri, lakukan ini itu, agar istri merasa dihargai. Agar nyaman ketika berhubungan."

Itu salah  satu contoh advis yang kuberikan pada para lelaki beristri bila sedang mengeluhkan pasangan sahnya. Begitupun sebaliknya, bila ada kawan perempuan yang menyapa, mengeluh pula maka jawaban serupa akan kuberikan.

Tak masalah bagiku meladeni mereka, kalau hubungan mereka membaik artinya aku sudah memberikan manfaat pada mereka bukan? Itu yang kusuka. Kalaupun tidak, para curhater itu pasti ada sedikit rasa lega. Itu yang ada pada pikiranku.

Akan tetapi, saat lelaki itu ada yang mulai mengarahkan tembakan padaku, ingin muntah rasanya. Amarah ini membuncah, mereka beristri, apa yang ada di otaknya sehingga nekad menggodaku? Rasa diperlakukan murahan menyergap dada bila ada yang memperlakukan demikian. Blok nomor kalau dia tak berhenti menggoda jadi satu-satunya jalan memutus perbincangan.

Seperti yang baru beberapa jam ini kualami. Lewat tengah malam, saat ku onkan lagi Wifi, sesudah selesai menulis berita dan mengunggah satu part novel. Lelaki yang kukenal sebagai pejabat di sebuah daerah yang sedang kutulis profilnya untuk menjadi sebuah buku menghubungi.

Awalnya biasa, pekerjaan yang kulakukan kemarin menjadi topik hangat, sampai kemudian saat dia bertanya, apa yang sedang kulakukan malam-malam begini mengawali kekurang ajarannya.

doc.pri
doc.pri
Video call kulayani, sambil aku terus menghadap layar komputer. Jawaban sekenanya kuberikan atas pertanyaan.

"Apa kau sendiri?"
"Apakah kamu tidak tidur?"
"Apakah kamu tidak ingin ditemani?"

Dan, saat dia meminta aku tetap menyalakan gawai karena hasratnya akan disalurkan virtual, langsung kututup layar. Ngeri, aku tidak mau melihat barang lelaki.

Amarah ini menghampiri, memuncak sampai ke ubun-ubun. Maunya mengata-ngatai, misuh-misuh mengumpatkan sumpah serapah atas perlakuannya padaku. 

Namun, pengetahuan akan ada catatan atas apa yang terlontar dari mulut atau jari menghalangi. Memutus pembicaraan, meminta maaf tak bisa melanjutkan perbincangan, karena konsentrasi pada deretan kata yang kuhadapi di layar monitor PC, itu yang kuketik pada bar chat sebagai alasan undur perbincangan dengan lelaki ke 5 itu.

Kurang ajar betul sikapnya. Rasa direndahkan seketika menyelimuti badan ini. Dia adalah lelaki ke 5 yang membuatku merasa dilecehkan. Apa yang mampir di otaknya sehingga memperlakukanku sehina itu?

Mungkinkah status janda yang membuat lelaki kurang ajar itu berpikir aku pantas digoda?

 Bisa jadi, sebab seorang penulis kawakan yang juga salah satu di antara 5 lelaki itu pernah mengatakan, " Hanya ada 2 hal yang bikin repot orang selama ini. Satu ekonomi dan kedua seks."

Aku tidak tahu analisa dan kesimpulannya itu mewakili siapa, tetapi itu yang tersirat di pikiranku dan kupatahkan. Secara ekonomi aku tidak mapan, bahkan sering kekurangan. Tapi bukan masalah besar, selalu ada jalan memenuhi kebutuhan, Tuhan cukup bermurah hati menunjukkan kuasanya menyelesaikan urusanku tentang hal ini. Aku, ibu mertuaku, juga 2 anakku bisa bertahan hidup hingga kini.

Tentang seks, itu jauh dari pikiran. Anak-anak dan kelangsungan hidup menjadi tujuan setiap kegiatan yang kulakukan. Meski begitu tawaran menikah lagi yang sering menghampiri kutepis. Merasa nyaman sendiri, bagiku usai sudah episode melayani. Menulis membuatku bergairah. Seks jauh dari pikiran, malah membincangkannya menumbuhkan kesedihan, akan belahan nyawa yang telah berpulang.

Yang hingga kini kutak habis pikir dengan lelaki adalah, bagaimana bisa dia memikirkan wanita lain, sementara ada istri setia di sampingnya?

Dy, kutuliskan ini di halamanmu. Pengingat untuk selalu waspada celoteh lelaki. Agar tak  memberi kesempatan lelaki berlaku atau sedikit saja berpikir kurang ajar pada perempuan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun