Pagi itu saya bertemu pedagang Mi telor di sebuah daerah yang baru dibuka untuk wisata. Sungai dengan aliran air yang jernih, juga gemericik mata air. Dihiasi dam peninggalan belanda yang dicat warni warni memicu orang untuk datang.
Sekedar foto berlatar warna atau mandi di kolam alam nan luas dan tenang. Menggunakan ban sewaan atau pelampung untuk mengapung bila tak bisa berenang. Â Yang enggan basah badan bisa cukup bermain air nan dingin dan segar. Sensasi refleksi bagi yang bertujuan rekreasi.
Usai berkegiatan, rerata orang ingin makan-makan. Ada penjual dengan aneka dagangan siap melayani keinginan pengunjung. Lesehan atau duduk duduk di kursi panjang bambu menjadi pilihan menikmati aneka kuliner sambil menatap sajian elok pemandangan Dung Supit Slambrit.
Ada beberapa pedagang yang memanfaatkan situasi ini. Pak Zainullah salah satunya, penjual milor, mie telor goreng. Bersepeda dia datang. Tiap sabtu atau minggu pagi. Lengkap dengan peralatan, kompor, penggorengan juga bahan-bahan.
Milor Pak Zainullah yang juga ustadz itu disajikan panas-panas ketika disajikan ke pembeli. Ini yang membuat pelanggan menyukai. Sambil dicocol sambal atau sauce rasanya lebih enak. Begitu kata Ken, salah satu pelanggan yang datang ke Dung Supit Slambrit Minggu pagi.
Rasanya enak, gurih. Milor pak Ustadz ini hanya memiliki satu varian rasa. Original. Dipatok harga Rp. 500 milor buatannya sukses membuat orang suka membeli. Jajanan murah meriah, terjangkau bahkan oleh anak-anak.
Sambil makan sambil berbincang. Tersirat keingannya mengembangkan usaha, bisa dengan tetap keliling kampung atau punya gerai sendiri. Beberapa hal saya diskusikan. Berkaca pada pengetahuan yang pernah saya peroleh ketika sharing dengan pejabat di Disperindag Kabupaten Pasuruan.
Itu yang menjadi acuan saya menyarankan pada pak Ustadz Zainullah.
 Disamping  adanya kesanggupan terus mendampingi pelaku UMKM secara personal oleh koordinator Satria Emas, Satria Emas (pusat strategi dan pelayanan ekonomi maslahat) . Sebuah klinik UMKM khas Kabupaten Pasuruan yang mendampingi para pengusaha mikro kecil dan menengah itu agar lebih berdaya, mampu bersaing, dan semakin bagus dalam berproduksi serta pemasaran.
Untuk mengembangkan usaha milor Pak Ustadz agar tidak jalan di tempat. Ada 4 hal yang saya tawarkan pada dia.
Pertama tentang varian rasa.Â
Kedua tentang kemasan,Â
Ketiga, memberi label pada plastik wadah milor dengan stiker. Nama adalah penanda, bisa diberi nama Milor Enak dan Sehat Pak Ustadz. Nama mutlak perlu, agar orang langsung terkenang pak Ustadz begitu mengingat milor. Abaikan ungkapan apalah arti sebuah nama untuk produk dagang.
Keempat, melengkapi dengan jingle suara keras.Â
Pak Ustadz terkesiap, tak pernah terpikir akan melakukan hal demikian. Baginya dijual dengan harga 500 asal laku banyak sudah mendapat untung.
Permasalahannya adalah terkadang kurang laris saja. Maka 4 saran itu dia bersedia menerapkan. Penjual sepertinya bila memberikan sedikit saja hal berbeda pada pelanggan pasti akan diperhatikan. Inovasi, kreatif.
"Ide brilliant, Senin lalu sudah saya coba terapkan. Betul memang pelanggan makin suka, mereka membeli lagi dengan macam-macam rasa yang tersedia. Tinggal kemasan. Â saya akan mencobanya."
Begitu dikatakan Pak Ustadz sesudah tips pertama dilakukan.
Langkah kedua tampilan, akan segera dicoba membuat lebih bagus. Dengan wajah menarik, pasti akan menyenangkan konsumen. Dalam bayangan Pak Ustadz, ketika memposisikan diri sebagai pembeli, juga suka kok bila dapat milor yang keren.
Mendapat kemasan bagus, ada label nama, dan... rasa enak yang bisa dipilih sesuai selera. Wah, Yummy bakal mau beli lagi ini. Walau sedikit lebih mahal, mungkin 2 kali harga biasa tapi bila mendapatkan sesuatu yang istimewa mengapa tidak? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H