Buku "Goro-Goro Menjerat Gus Dur" dilaunching  di studio TV 9 Surabaya, malam pukul 19.00,  30/9/2020 lalu.Â
Banyak hal menarik menjadi cerita. Terutama pengalaman para penulis saat Gus Dur dimakzulkan, dilengserkan 19 tahun lalu, 23 Juli 2001.
Salah seorang penulis yang ikut jadi pembicara lewat zoom meeting ikut testimoni. Â Syaeful Bahar, sebagai kader NU, merasakan kegeraman, ingin berangkat pula ke Jakarta.
 Gus Dur diberhentikan tanpa hak pembelaan. Sehingga, saat Syaeful muda pamit, sang ibunda bahkan rela melepas dengan ucapan dalam bahasa Madura," Engkok rido be en mateh mon abelah Gus Dur, Aku rela kau mati untuk membela Gus Dur."
Berlangsung dalam suasana atraktif, acara itu  penuh dengan ingatan waktu genting detik-detik Gus Dur harus angkat kaki dari istana. Sebuah karya tentang dugaan konspirasi itu dituangkan Virdika,  menghasilkan buku "Menjerat Gus Dur".
Sang Editor Buku, Dr.Ahmad Zainul Hamdi dan Prof.M Mas'oed Said, Ketua ISNU, Ikatan Sarjana NU menjadi pembicara sentral. Mengungkapkan betapa kegeraman bisa dituangkan lebih salih dalam sebuah buku yang indah.
Dialog yang dihadiri beberapa penulis antara lain Dr. Hufron, Hakim Jayli. Rojil (R.N. Bayu Aji) sebagai  co-hostnya serta saya sendiri -- Anis Hidayatie-- itu berlangsung hangat.
 Gus Dur yang ramah, tak mudah marah, itu yang saya ingat dari sosok tak lekang digerus zaman, Gus Dur.
 Kenangan saat Amin Rais menyebut "Ada pesan dari langit" ketika Gus Dur terpilih menjadi Presiden lewat Sidang Umum MPR nampak lagi di pelupuk mata. Dengan segenap gegap gempita proses pemilihannya waktu itu. Penuh canda dan gelak tawa.