Rahasia
"Aku gak mau memanggilmu Mas. Kau lebih muda, kita berhubungan sebagai kakak adek saja. Aku kakakmu, kau adekku."
" Boleh, asal adek yang ini boleh mencintai kakaknya, menikahi kakaknya."
"Nggak, ada-ada saja."
"Aku tahu kakak menyimpan rasa padaku. Rasamu adalah rasaku, rasamu adalah rasaku. Kita bersatu merasakan itu. Kau jangan mengelaknya lagi."
Lalu malam-malam berikutnya adalah penyatuan rasa. Hanya kata, tidak lebih. Saling melempar kata, menggoda, terkadang berbagi gambar atau suara.
Menuntaskan dalam torehan kata, menjadi cerita pendek atau panjang. Menyempurnakan diksi agar tak terkesan vulgar ketika disajikan.
*****
Dia, lelaki itu adalah teman malamku bertahun lalu. Pernikahan menjadi opsi paling menakutkan yang dia tawarkan. Aku suka dicintai, diperhatikan. Mendapat chat pagi, siang, sore hingga beranjak ke peraduan.
Aku suka ditelpon dia, meski sekedar bertanya, "Sudah makan?"
Bergairah pula kala gigil malam diajukan godaan, "Kuselimuti ya?"
Lalu percakapan-percakapan nakal mewarnai. Tak sadar tetiba banyak hal yang dilanggar. Aturan tidak boleh berduaan dalam obrolan dengan lelaki bukan mahram kuterjang. Lelaki itu sudah beristri, sedang menderita sakit parah pula, kanker rahim stadiun akhir.