Meski setelah dia telaah dan jalani ada kelirunya juga. Mestinya tujuan sukses bukan untuk dipamerkan bukan? Itu bisa jadi penyakit hati berbuntut kesombongan. Apalagi jika diniatkan balas dendam.
 Efeknya, bakal bisa membuat orang tersebut tidak puas sampai tujuannya tercapai. Dalam hal ini sang mantan menyesal telah mengabaikan, meninggalkan.
Lebih dari itu, bila tujuan tercapaipun tidak memecahkan masalah juga. Apa kalau mantan menyesal akan minta balikan? Selanjutnya misal iya, apa betul itu bisa direalisasikan? Kalau sudah menikah atau jadi kekasih orang bagaimana? Nambahin perkara. Forget it. Leave it. Itu harusnya.
Ah mantan, kata-kata yang bikin orang baper nggak ketulungan.
Dalam sesi perbincangan lanjutan, dia berpendapat mestinya yang tepat bukan membalas tapi mengikhlaskan.Tuhan pasti akan memberi ganti yang lebih baik.
 Ukurannya adalah yang terbaik untuk kita. Bukan harus mendapat  seperti mantan, tetapi yang baik dalam hal apapun, pas, sesuai, cocok dengan kondisi dan keadaan kita. Itu yang dia rasakan dan alami sesudah menyadari bahwa mantan adalah sepenggal sejarah kehidupan. Lewati saja dapatkan kebahagiaan selanjutnya.
Yes, dia sukses. Saya pikir ini bisa diterapkan pada kasus serupa yang menimpa pria muda atau mungkin juga yang tua ketika mengalami patah hati. Tidak apa ada keingininan membalas kelakuan mantan, bertujuan agar dia menyesal karena telah meninggalkan seseorang dalam sebuah hubungan, asal itu berubah menjadi energi move on. Pembangkit semangat hidup lagi.
Tapi jangan lupa, ketika sudah bangkit mind setnya harus digeser, dirubah. Menjadi lebih elegan. Sukses bukan untuk membuat mantan menyesal tetapi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Sepakat? Toss. Move on.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H