Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasihat Ayah pada Jagoannya Ketika Diputus Cinta

18 Juni 2020   06:03 Diperbarui: 18 Juni 2020   06:32 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 Ada bermacam tingkah yang ditunjukkan mereka ketika baru saja putus cinta.  Makan enggan, muka masam, ritme hidup uring-uringan. 

Hidup seolah tak berarti adanya. Lamunan menjadi baju kebiasaan, tak ingin beranjak dari kenangan. Itulah kebiasaan yang berlaku umum. Korban patah hati setidaknya menunjukkan perilaku diluar luar kewajara dirinya.

Untuk perempuan biasanya disertai tangisan, tapi bagi lelaki bisa saja merupa tidur seharian, malas bangun dari ranjang. Itu masih mending, ada yang mencari pelampiasan dengan keluyuran lalu melakukan hal negatif yang dilarang norma agama atau susila. Hingga yang ironi, bisa mengakibatkan bunuh diri pula. Waw ngeri !

Seperti disebutkan Assistant Mental Health di Into The Light Indonesia Steven Cokro, sebuah penelitian di Australia, melaporkan bahwa 75 persen laki-laki dibawah usia 35 lebih mungkin melaporkan hubungan yang rusak atau kurangnya kemesraan dalam hubungan mereka yang dapat menyebabkan perilaku bunuh diri dibandingkan perempuan.

Ini terus terang diluar prasangka, saya pikir lelaki makhluk yang mengedepankan logika, gugur satu tumbuh seribu, hilang pasangan ya segera mengadakan pergantian.

Ternyata tidak semudah itu. Lelaki muda usia cenderung lebih impulsif, bahkan alat yang dipakai dalam usaha mengakhiri hidupnya lebih mematikan dibanding perempuan. Misal menembak diri sendiri. Duh, duh

Hal ini berbeda dengan perempuan, menurut  Steven yang juga menjadi pembicara dalam Lingkar Studi Suicidologi, tentang Putus Cinta & Bunuh Diri, yang digelar Sabtu 28 Juli 2018 di Jakarta.

"Perempuan lebih sadar dan lebih memiliki banyak waktu untuk memproses segala sesuatu yang terjadi termasuk memikirkan apakah akan melanjutkan hubungan atau tidak sedangkan pria lebih cenderung mengetahui ada masalah ketika akan diputuskan."

Ngeri juga ini. Kiramologi saya, lelaki yang diputus cinta terusik egonya. Dia merasa direndahkan dan diremehkan. Sehingga ini jadi semacam bully atas kelelakiannya. 

Beda dengan kalau dia yang memutuskan cinta. Misal punya selingkuhan atau merasa kekasih tidak lagi bisa seiring dalam menjalani kehidupan. Lelaki tetap mempunyai harga diri tinggi.

Kasus pada lelaki yang diputus cinta oleh kekasih lebih berat daripada yang  memutuskan cinta. Butuh pertahanan emosianal lebih tinggi mengatasinya. Dalam hal ini salah satu caranya adalah dengan memberikan masukan penting merubah mindset dalam otaknya.

Itu yang saya dapati pada kakak tingkat saya puluhan tahun lalu ketika duduk di bangku kuliah. Dia, lelaki yang pernah menduduki  jabatan tertinggi salah satu UKM di kampus. Postur atletis, wajah rupawan digandrungi para perempuan, ternyata tidak cukup mampu mempertahankan hubungan cinta dengan kekasihnya.

Salah satu penyebab tidak bisa berlanjutnya hubungan adalah latar belakang orang tua. Si peremuan keturunan priyayi, berdarah biru. Sedangkan yang lelaki dari kaum proletar, rakyat jelata. Meski dia populer di kampus, itu belum cukup menjadi modal menundukkan calon mertua.

Lalu, sesudah diputuskan hubungan tidak bisa berlanjut ke pelaminan, karena sang camer, calon mertua sudah punya gacoan maka kakak tingkat saya itu oleng. Sehebat-hebatnya lelaki ambruk juga oleh asmara. Itu yang nampak dalam pantauan mata saya. Beberapa perubahan tak wajar dia pertontonkan, mulai enggan senyum, bermuka murung hingga suka begadang tanpa alasan.

Tidak kurang satu minggu saya melihatnya demikian, selebihnya dia terlihat baik-baik saja. Malah karirnya semakin moncer, prestasi akademik apalagi. Saat wisuda, predikat cum laude dia sandang. Ini menakjubkan. Dia tidak terpuruk dalam kesedihan dalam tempo singkat. Pasti dia punya kecerdasan emosional yang baik. Sehingga mampu mengolah kekecewaan menjadi sebuah energi menuju keberhasilan.

Jauh dari inspirasi kisah tragis Romeo dan Juliet, yang mengakhiri hidup berdua demi cinta. Kisah itu baginya indah dibaca atau ditonton saja tapi bukan untuk dijadikan teladan dalam kehidupan. Cinta sejati dibawa mati, sepakat. Tapi berakhir tanpa nyawa demi cinta itu yang dia masih berpikir ulang ribuan kali.

22 tahun peristiwa itu telah berlalu, kakak tingkat saya kini menjadi salah satu pejabat tinggi di propinsi daratan borneo, istrinya cantik sangat. Berdarah Dayak yang konon katanya merupakan ras tercantik yang pernah dimiliki negeri ini. 

Kehidupan ekonominya mapan, anak-anaknya sukses pula menimba ilmu di perguruan tinggi ternama. Tidak tampak ada jejak peristiwa buruk yang pernah mengguncang sejarah hidupnya.

Ketika saya tanya apa resepnya. Dia tertawa lepas, seolah beban bertahun lalu adalah lelucon saja. Itu dia ungkapkan pada saya. Ada nasehat pembangkit semangat. Dari ayahnya dan dia turunkan pula pada anaknya, juga anak-anak temannya. Juga pada lelaki - lelaki yang patah hati.

Bunyi nasehat itu kalau saya rangkum berbunyi begini, "Mungkin sekarang kau sedih karena di tinggal sang kekasih, tapi suatu saat pacarmu pasti lebih bersedih karena dia telah meninggalkan Mutiara yang terpendam. Kaulah mutiara itu."

Kunci membalas ketika kita tersakiti hanyalah kesuksesan. Caranya, rajin dan tekunlah berkerja. Tetaplah bersabar karena pria yang tangguh tidak akan pernah menyerah dalam mengarungi lautan asmara.

Kau mutiara, jadikan dirimu sangat berharga, sehingga dia yang telah meninggalkanmu merasa menyesal karenanya. Sukses, dalam hal apapun maka kau akan berkilat seperti mutiara. Mahal, limited edition. Untouchable.

Nasihat itu ketika dia ingat dan katakan pada saya setelah lewat puluhan tahun  memang membuatnya sangat tergelak. Dia bilang,"Tu nasehat emang bikin bangkit dari keterpurukan, ampuh mengabaikan mantan!"

Meski setelah dia telaah dan jalani ada kelirunya juga. Mestinya tujuan sukses bukan untuk dipamerkan bukan? Itu bisa jadi penyakit hati berbuntut kesombongan. Apalagi jika diniatkan balas dendam.

 Efeknya, bakal bisa membuat orang tersebut tidak puas sampai tujuannya tercapai. Dalam hal ini sang mantan menyesal telah mengabaikan, meninggalkan.

Lebih dari itu, bila tujuan tercapaipun tidak memecahkan masalah juga. Apa kalau mantan menyesal akan minta balikan? Selanjutnya misal iya, apa betul itu bisa direalisasikan? Kalau sudah menikah atau jadi kekasih orang bagaimana? Nambahin perkara. Forget it. Leave it. Itu harusnya.

Ah mantan, kata-kata yang bikin orang baper nggak ketulungan.

Dalam sesi perbincangan lanjutan, dia berpendapat mestinya yang tepat bukan membalas tapi mengikhlaskan.Tuhan pasti akan memberi ganti yang lebih baik.

 Ukurannya adalah yang terbaik untuk kita. Bukan harus mendapat  seperti mantan, tetapi yang baik dalam hal apapun, pas, sesuai, cocok dengan kondisi dan keadaan kita. Itu yang dia rasakan dan alami sesudah menyadari bahwa mantan adalah sepenggal sejarah kehidupan. Lewati saja dapatkan kebahagiaan selanjutnya.

Yes, dia sukses. Saya pikir ini bisa diterapkan pada kasus serupa yang menimpa pria muda atau mungkin juga yang tua ketika mengalami patah hati. Tidak apa ada keingininan membalas kelakuan mantan, bertujuan agar dia menyesal karena telah meninggalkan seseorang dalam sebuah hubungan, asal itu berubah menjadi energi move on. Pembangkit semangat hidup lagi.

Tapi jangan lupa, ketika sudah bangkit mind setnya harus digeser, dirubah. Menjadi lebih elegan. Sukses bukan untuk membuat mantan menyesal tetapi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Sepakat? Toss. Move on.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun