Memasak itu mestinya memang harus dengan resep paten, supaya terjaga citarasanya. Dengan ukuran, takaran, hitungan serta berat tetap yang telah diuji lewat timbangan.Â
Begitu yang selalu saya lakukan ketika mengolah makanan. Misal 1 kilogram daging, 2 liter air kaldu, 1 cm jahe, 3 siung bawang putih atau ketentuan yang lain.Â
Dulu, waktu masih awal belajar masak, jaman SD didampingi ibu ada buku, pensil dan penggaris pula di dapur. Kini, karena sudah hafal dan tahu perkiraan, barang itu tak ada lagi. Ilmu kira-kira saja. Tapi sesuai standar resep yang telah saya pelajari. Misal 250 mili liter itu satu gelas, lalu satu cm jahe itu ya satu ruas jari, dan seterusnya. Hanya kilo saja yang saya butuh alat timbang. Lain tidak.
Ini berbeda dengan ikhlas, lelaki anak ketemu gede saya yang suka masak semau tangannya. Tidak pakai pakem kalau dia masak. Tapi rasanya betul-betul bikin ketagihan. Entah rahasianya apa. Tetapi kalau dia yang masak selalu terasa lebih nikmat, dibanding saya yang taat aturan. Istimewa.
Seperti
malam itu. Lepas maghrib dia memamerkan umbu sawit pemberian temannya." Bunda, aku mau masak ini nanti malam. Buat sahur ya?"" Hah, apaan tuh, kok kayak rebung?"
" Emang mirip, tapi ini dari pohon kelapa sawit muda. Bagian dalam pohonnya. Di pohon kelapa juga ada." Ikhlas menjelaskan, seraya meunjukkan gambar hasil browsing.
" Trus mau kau masak apa tu?
" Orang bilang sih, gulai mestinya. Aku yang masak ya nanti. Mestinya dimakan sama lontong bakal enak itu tapi berhubung yang ada nasi, enak waelah. Sudah dikasih ini, sayang kalau tak dimasak."
"Tenang bunda, kalau yang masak Julak pasti enak."
Percaya saya, wong tiap hari dia kerjaanya emang masak. Apa saja jadi masakan nikmat kalau dia yang mengolah. Bulan puasa ini dia lebih rajin masak. Habis asar biasanya, untuk dijadikan menu buka puasa. Untuk kali ini dia sebut masakannya sebagai " Gulai Umbu Sawit Suka Suka ala Julak." Hehe, ya karena suka suka dia masaknya.