Dia buktikan itu. Satu yayasan Katolik yang concern merawat orang-orang cacat ganda di kota Malang dia sokong. Sambil menceritakan bagaimana dia begitu empati pada perawat di sana yang begitu telaten mengajar dan mengurus mereka yang kurang sempurna.Â
"Kalau saya jadi mereka,  punya keluarga  begitu,  belum tentu saya sanggup mengurus. Respek saya pada perawat itu. Maka saya berikan bantuan uang rutin,  supaya mereka yang kurang sempurna bisa mendapatkan perhatian."
Usia terus bertambah, Â kalau tidak segera berbuat, Â kapan lagi. Mati itu pasti, dikenang karena kebaikan itu yang sulit dilakukan. Maka mengapa kita tidak segera lakukan selagi ada kesempatan.Â
Tanpa menunggu kaya dahulu. Tak perlu punya uang banyak. Berikan sebagian yang kita punya,  bareng dengan proyek yang sedang kita kerjakan. Hitungan cashflow biar diurus akuntan. Tapi berbagi, social responsibility tetap harus kita masukkan, menjadi agenda,  diutamakan.
Keyakinan ada timbal balik atas kegiatan sosial yang dilakukan menjadi motivasi. Ini dikatakan langsung Pak Edy pada saya. "Jangan menunggu untung dulu untuk memberi mbak, Â karena mereka yang membutuhkan menanti uluran tangan. Saya yakin Tuhan akan makin memudahkan jalan pada kita bila niat tulus ada. Proyek jalan, Â sosial diberikan bareng pengerjaan. Sama- sama jalan."
Sepakat, Â saya suka pemikiran orang-orang ini. Berbagi tak perlu menanti kita kelebihan dahulu. Berhitung terhadap yang kita miliki boleh, Â tetapi stop untuk pelit memberi. Karena pikiran - pikiran sayang uang akan menguasai. Â
Seperti orang yang sedang menakar roti untuk diberikan. Â Mulanya dia punya 10 potong. Akan diberikan sayang, Â lalu berpikir dikurangi, Â hingga 5 saja. Dia pikir kebanyakan pula sampai pada keputusan 1 saja lalu berubah pikiran, Â nantilah kalau punya roti 20 potong lagi. Akhirnya tidak jadi memberi.
Begitulah keadaan hati dan pikiran ini. Â Perlu pembiasan, butuh latihan. Pun halnya dengan memberi, berbagi. Rasa empati itu kalau kita pupuk akan muncul getar otomatis ingin melakukan sesuatu, Â atas dasar cinta sesama. Â Â
Itu yang saya pelajari dan amati pada mereka yang punya kepedulian besar pada orang lain. Meminggirkan prasangka sangka atas etnis tertentu - baca: cina - yang pernah saya tuding tak punya hati pada orang-orang pribumi. Maafkanlah.
Karena memberi bukan hanya tentang harta saja tapi apapun yang kita punya, yang melekat pada diri kita. Termasuk berbagi senyum terindah.Â
Bukankah kita akan bahagia bila melihat orang lain memberikan senyum pada kita? Â Itulah kebiasaan paling ringan yang menurut saya perlu dilatihkan, Â sebelum kebiasaan berbagi yang lain menjadi bagian tak terpisahkan dari karakter kepribadian.
Saya melihatnya, Â merasakan pula pada orang -orang dermawan itu. Senyum, Â menjadi hiasan indah pada rona mereka ketika bertemu atau bertatap muka. Dengan senyum, Â berbagi tak harus menanti, Â untuk seluruh umat manusia di muka bumi.