Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | My Heart, My Honey

12 Maret 2020   07:53 Diperbarui: 12 Maret 2020   07:55 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hystoricindianapolis.com

 Perempuan itu makhluk yang mudah baper,  gampang dirayu.  Setidaknya itu menurutku. Dengan bukti-bukti yang kumiliki.  Bagaimana tidak, menaklukkan mereka tidak perlu modal apa-apa. Cukup kata-kata manis dan panggilan mesra.Contohnya si Eni itu. Tiap chat kutanya dia,"sudah makankah sayang?"

Lalu jawaban menguntungkan akan diberikan,"belum, ini masih mau. Ayah sudahkah?"

"Belum juga ma."

Haha,  kupanggil dia Mama, sepertinya suka sekali,  hingga aku dipanggilnya ayah pula. Padahal menikah saja tidak. Apalagi berumah tangga seperti umumnya orang yang saling memanggil Mama atau Ayah.

Itu menguntungkan buatku,  mesra membuat perempuan peka. Lihat saja lanjutan percakapan tadi.

"Kenapa yah? Nanti sakit loh."

"Tak apa, aku sedang tak ingin makan sendiri.  Membayangkan makan malam sambil dengar life music di Midori bareng Mama sepertinya menyenangkan. Entahlah I miss you so much this night my honey."

"Kalau begitu kita ke sana yuk,  aku jemput ya.  Sania sedang belajar kelompok, rumah sepi. Aku juga rindu ayah ini." Eni menjawab sembari menjelaskan keadaanya.

Kalau sudah begitu pasti 10 menit lagi Camrynya datang. Dompet kutinggal. Sehingga dia pasti tak keberatan membayar. Haha. Ini menguntungkan bukan?

Eni janda cerai baru 6 bulan,  dengan anak perempuan semata wayang yang masih duduk di kelas 2 SMP. Dokter di Puskesmas. Mengenalnya dari Mariam, teman sekolahku yang menjadi Dokter Kepala Puskesmas, ditempat Eni juga. Dan,  Maria juga jatuh hati padaku.

Dua perempuan janda satu kantor itu bisa kudapatkan tanpa mereka saling tahu. Kok bisa?  Itulah hebatnya aku.  Selalu kukatakan kita rahasiakan hubungan ya,  sampai hari pernikahan,  untuk kejutan. Padahal, menikah itu momok paling mengerikan yang kuhindari.  

Alasan pekerjaanku masih belum bisa dijadikan sandaran atau ingin membelikannya rumah dahulu sebelum menikah selalu kutarakan. Mengumpulkan uang dahulu. Satu rumah di real estate terbaik kota menjadi alat tepat menunjukkan ke wanita-wanita yang sedang kuburu itu percaya. Bahwa akan ada pernikahan dari hubungan ini. Sesuatu yang sangat mereka inginkan.

Lain Eni,  lain pula Mariam. Panggilan Abi disematkan padaku oleh perempuan cantik nan lembut itu. "Abi,  bajunya dari kemarin kok nggak ganti sih."

"Belum kuambil dari laundry Umi, tidak ada uang cash,  cuma ada kartu kredit ini. ATMku sedang kosong saldonya,  nunggu transfer honor dari si Bos."

 Jawabanku yang menjelaskan kondisi kantong karena Pak Burhan belum membayar ongkos gambar rumah yang dia pesan untuk klien cukup membuat Maria mengerti. Spontan dan ringan dia putuskan. Dengan tindakan tentu saja.

"Kuambilkan ya, habis ini kita mampir ke tempat Laundry itu. Langsung ganti baju di mobil. Aku gak mau abi terlihat kucel gitu."

Padahal,  laundry yang dia harus bayar cukup banyak,  wong tidak hanya pakaian yang kutaruh,  tapi karpet dan gordeyn rumah pula. Hujan deras beberapa waktu lalu mampu membuat  RSS yang kuhuni bocor, membasahi apapun yang ada di dalam rumah.

 Enggan mengerjakan sendiri. Laundry menjadi pilihan menuntaskan pe-er membersihkan perabot kain yang basah. Delivery order. Kuminta pelayan Laundry mengantar seluruh cucian ke rumah. Aku sendiri ganti baju di mobil,  menuruti permintaan Mariam. Baju yang kukenakan tadi,  meski hanya satu stel kuserahkan laundry lagi dengan tetap dibayar Mariam.

Mariam juga tak pernah keberatan menggunakan mobilnya untuk kami kencan. Bahkan kalau kukatakan aku sedang butuh mobil untuk pergi ke luar kota,  dia dengan mudahnya akan menyerahkan kunci Alphard yang dia pakai sehari-hari. Lengkap dengan STNK. Mariam rela menggunakan taxi online untuk keperluannya bepergian. Dia sungguh dermawan,  itu yang membuatku betah berlama kencan dengannya. My heart. Itu yang kusematkan di label nama gawaiku untuk menandai keberadaannya.

Mobil Eni atau Mariam bergantian menemaniku bila ke luar kota. Secara mobilku sendiri telah kujual. Sepi garapan membuatku tak punya pilihan. Sisa penjualan kubelikan N Max terbaru. Cukup mentereng untuk dipakai jalan kencan. Meski seringkali kuparkir motor di rumah mereka dan kugunakan mobil mereka saja.

Nah,  kalau aku sudah pegang mobil.  Nisa pasti kuhubungi.  Janda dua anak yang usianya lebih tua 3 tahun dariku itu tak pernah keberatan kuajak kemanapun. Termasuk memenuhi hasrat lelakiku. She is number one for that. Tidak kaya memang, tapi layanannya begitu memuaskan. Hanya untukku, diberikan hati dan tubuhnya hanya padaku. Tanpa janji apapun bahkan pernikahan. Karena anaknya tak ada yang mau ibunya menikah lagi. Ini keuntungan bagiku. Atas nama cinta dia lakukan apapun yang kumau.

Perfect,  sempurna betul hidupku. Tak perlu bersusah payah hanya untuk memenuhi kebutuhan. Sandang, pangan, kendaraan, mudah kudapatkan, bahkan hingga kebutuhan hasrat badan akan kejantanan.

Sampai hari itu datang.  Lelap sesudah berkeringat dengan Nisa membuatku tak waspada. Gawai tergeletak begitu saja di kasur. Ini rupanya yang membuat Nisa terdorong menyelidik. Terkunci dengan sidik jari sebetulnya. Tapi dia cukup pandai menggunakan jariku membukanya.

Kudengar mulutnya bergumam,  mengeja nama-nama yang muncul di chat gawai. "My Honey, My Heart, My Love, My Lady."

"Banyak sekali wanitamu Zain, aku membencimu, tapi juga mencintaimu. Kau hanya milikku. Aku siap kehilangan,  tapi aku tak akan membagikanmu pada siapapun."

Masih setengah sadar ketika kudengar Nisa berucap. Nada geram bergetar keluar dari bibir sexynya. Segera kuraih lehernya. Kusingkirkan gawai di tangannya.

"Only you. My heart just for you." Kupeluk dirinya, sambil menatap matanya, rebah di dadaku.

Sorot itu tak lagi seperti Nisa yang kukenal. Tidak ada perkataan. Dia hanya tersenyum menyeringai sebelum pamit sebentar ke luar kamar hotel.

"Kau lanjutlah tidur sayang. Kutinggal sebentar ya."

Menurutinya, kulanjutkan mendengkur. Entah berapa lama. Hingga satu tepukan lembut di pipi membangunkan. Aroma kopi yang kusukai ada di tangan Nisa. Seketika terjaga.

"Minumlah Zain,  aku buatkan khusus ini untukmu. Kopi dengan jahe dan ginseng." Senyum manis dan tutur lembut Nisa membuatku langsung mengambil cangkir yang diberikan. Mengecup punggung tangannya sebentar sebelum kusruput kopi yang ditawarkan.

Satu tegukan terasa sangat nikmat. Tak pernah aku merasakan seenak ini meminum kopi. Dua tegukan lagi, menambah satu. Belum habis kopi itu pandanganku tetiba gelap. Tercekat. Terakhir kali kutatap Nisa menunjukkan tawa dan air mata.

"Pergilah Zain, kopi dengan sianida ini akan mengantarmu pergi menemui bidadari yang sesungguhnya."

Ngroto,  12/03/2020 Anis Hidayatie untuk perempuan yang tak ingin dimanfaatkan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun