Komunitas Women's March Pasuruan (WMP) telah melakukan aksi long march di GOR Kota Pasuruan, Minggu (8 Maret) lalu. Sebagai wujud dukungan atas peringatan Hari Perempuan Internasional. Mereka beraksi di tengah  masyarakat yang sedang ikut car free day (CFD).Â
 WMP mengampanyekan komitmen melawan kekerasan seksual, sekecil apapun itu bentuknya.Tulisan yang dia bawa,"Jangan Mentolerir Kekerasan Seksual Sekecil Apapun". Terasa pas betul dengan kondisi pergaulan masyarakat saat ini. Budaya menyiuli perempuan yang lewat telah dianggap umum. Padahal risih loh disiuli begitu,  macam bukan manusia saja. Mbok ya datang mendekat baik-baik kalau ingin menyapa. "Mbak maaf,  boleh saya berkenalan?"
Perempuan manapun kalau disapa sopan begitu pasti akan respek, bisa kelepek-kelepek pula. Â Se-ancur apapun muka penyapa. Tunjukkan sikap sopan, jawaban enak di telinga pasti diberikan. Terbuka peluang melanjutkan hubungan, Â berteman saja atau lebih dari sekedarnya terserah anda. Aih jadi ingat iklan parfum.
Bukan dengan jalan menyiuli, suit- suit atau nyenggol-nyenggol bagian tubuh. Â Risih benar tauk. Tak ada perempuan atau lelaki normal yang rela diperlakukan tidak hormat begitu.Â
 Eh,  lelaki juga?  Iya lelaki ada juga kok yang mengalami kejadian begini. Meski persentasenya sedikit sekali. Jauh jika dibandingkan abusemen terhadap perempuan.
 "Bokong saya pernah diremas oleh beberapa laki-laki yang lebih tua dan berkuasa. Saya pernah merasa disudutkan dalam percakapan berkonten seksual saat saya muda..."
Kalimat ini dituliskan James Van Der Beek pada 12 Oktober 2017 lalu. Dilansir tirto.id. Dia lelaki dan dilecehkan pula oleh sesama lelaki. Tidak nyaman dia alami. Sama seperti ketika dilakukan oleh perempuan kepada lelaki.
US Equal Employment Opportunity Commision (EEOC) pernah memberitakan tentang 2 orang lelaki yang bekerja sebagai asisten manajer di sebuah toko di New Jersey sempat mengalami pelecehan seksual di kantor.Â
Satu diantaranya mengatakan pernah mendapat komentar seksual yang tak diharapkan dari rekan kerja perempuan yang menjadi manajer toko, lelaki itu bawahan. Pelecehan seksual terus diterima, bahkan sampai melibatkan kontak fisik, hingga ia memutuskan resign dari pekerjaannya karena merasa tidak nyaman.
Ia mendorong agar masyarakat mulai melek dengan kasus-kasus kekerasan berbasis gender. Tak boleh ada pelecehan terhadap siapapun karena manusia hakikatnya sama. Bermartabat dan layak mendapatkan penghormatan setara.
Tentang sikap yang harus diambil dia sepakat untuk bertindak tegas, Â lapor, Â selesaikan lewat jalur hukum, Â supaya ada efek jera bagi pelaku. Juga mengabarkan kepada banyak orang bahwa tindakan abusment adalah sesuatu yang salah. Â "Harus speak up, kalau mengalami kekerasan maupun melihat kekerasan seksual, harus lapor," ujarnya melanjutkan.
Terkhusus untuk  perempuan yang kerap menjadi korban, Ika Dianing ingin pemerintah juga benar-benar hadir untuk mengadvokasi perempuan, "Harapan saya agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan, karena sampai sekarang Indonesia belum punya produk hukum yang benar-benar pro terhadap penyintas kekerasan seksual,"  katanya.
Perempuan-perempuan di Pasuruan hendaknya berani membentuk organisasi atau komunitas khusus perempuan. "Agar perempuan punya ruang untuk berekspresi, karena masyarakat kita masih memandang sinis kalau perempuan punya inisiatif-inisiatif," terangnya.
Aksi ini diikuti kurang lebih 30 orang, yang beberapa diantaranya bahkan juga laki-laki. Salah satu peserta aksi, M. Rifandi (16) berharap acara ini terus ada berkelanjutan. "Harus tetap ada, biar masyarakat punya pandangan yang terbuka," ungkapnya.
Sepakat, Â saya suka dengan pendapatannya. Gerakan ini, Â meskipun hanya diikuti sebagian kecil masyarakat yang peduli perlu disuarakan konsepnya. Â Untuk mengedukasi masyarakat agar sadar pentingnya menghargai manusia. Lepas dari stigma gender seseorang. Perempuan harusnya tidak mengundang, hati-hati bersikap atau menjaga penampilan untuk tak terkesan menggoda hidung belang. Â Atau lelaki yang harus maskulin, Â macho, Â jantan tidak boleh kemayu dan gemulai.
Sudahlah,  itu pilihan masing-masing. Tidak perlu melecehkan atribut yang ada pada mereka. Bahkan terhadap mereka yang dianggap kaum rendahan,  pelacur misalnya. Menghargai  manusia perlu dikedepankan. Sebab tak ada satupun manusia yang dengan suka berada pada posisi marginal.  Melecehkan gender berarti merendahkan harkat kemanusiaan. Ini tak boleh berlaku.  Untuk siapapun dia. Â
Bravo women march, Â gerakan moral untuk pemulihan karakter bangsa. Jaga perbuatan untuk tidak melakukan pelecehan, mulai dari yang paling ringan. No siul, Â no colek, Â no senggol-senggol dan seterusnya. Â Okeh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H