" Pak Yajid bu."
" Keluarga Pak Yajid? Siapa?" Berondong tanya saya ajukan padanya.
" Ya Pak Yajid sendiri, Â barusan meninggal sesudah nyawanya tak tertolong dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Medika."
Membincangkan banyak hal, Â termasuk menambah anjungan, Â mengadakan event skala propinsi juga peristiwa tak mengenakan yang pernah menimpa terkait pengggunaan dana.Â
Ada yang melaporkan penyelewengan,  dia diperiksa hingga tingkat  Polda namun tiadanya bukti sedikitpun membuat Pak Yajid melenggang leluasa, bebas.  Fiks,  tak ada celah menyalahkan kepemimpinannya.
" Bahkan untuk kafe ini, Â saya tak mau ada anggota keluarga saya yang ikut terlibat mengelola. Sebagai apapun, Â untuk menjaga dari fitnah. Biarlah kafe ini murni untuk rakyat, Â dikelola Bumdes, Badan usaha milik desa. " Tutur bapak tiga anak dengan seorang istri yang sangat dia muliakan dan cintai.
Perbincangan terakhir masih terbayang.  Di tempat yang sama kami pernah habiskan senja hingga gulita menerpa. Mencatat apa saja yang dia utarakan, mengajukan pertanyaan,  mengusulkan sesuatu untuk ditindak lanjuti demi kemajuan kafe laut di desa Semare  ini.
Murni untuk kemaslahatan umat, Â itu yang saya tangkap dari kegigihannya berbuat. Â Sesuatu yang mendorong saya untuk akrab dan rela melakukan banyak hal bersama kawan - kawan penulis untuk kafe laut khususnya, juga untuk masyarakat desa pimpinannya. Â
Beberapa berita pernah saya tulis tentang tempat ini, tentang prestasi sebagai juara 1 community award, Â juara 3 destinasi wisata, Â juga tentang ketokohan Pak Yajid sebagai inspirator, yang saya meraih juara 1 karenanya.Â