"Luar biasa indah!", Â itu yang selalu saya dan teman- teman katakan begitu mengetahui hasil bidakan kamera pada salah satu sudut view di pantai Sembalun Lombok Timur.Â
" Bak  lukisan,  seperti taman eden." tutur dokter Edo.  Salah satu peserta  perjalanan  kami dalam tour literasi di lombok timur ini. Â
Sepakat,  tak ada keraguan  tentang hal itu.  Lokasi ini minus bule memang, tidak seperti di pantai lain di pulau Lombok yang terkenal, pantai ini sepi meskipun saat liburan seperti ini.  Namun sajian keindahannya mampu membuat saya dan teman-teman betah berlama-lama.Â
Hanya beberapa penjaja makanan dan pengunjung lokal yang datang. Lengang, Â saya bisa menyapu seluruh pemandangan murni. Â Tanpa satu tubuh manusia pun menghiasi.Â
"Masya Allah," tak henti saya bergumam demikian mendapati keindahan ciptaan Tuhan yang terhampar jelas di hadapan ini. Â
Seolah ingin menikmati seluruh sajian,  tak  segera beranjak kami dari tempat itu.  Bukit kurangnya sungguh menggoda untuk dijadikan sport foto. Ziko,  perempuan dari Gema alam yang mendampingi berulang kali memekikkan kata "Instagramable! " sambil tertawa ceria.Â
Padahal Ziko asli dari daratan Lombok ini, Â tapi seperti baru pertama kali saja polahnya. Â Berlari kesana kemari, Â naik turun karang, Â berpose di berbagai tempat. Tak ada lelah. Â " Demi foto ini, " tuturnya ketika saya olok akibat kelakuan hebohnya.Â
Saya maklum,  biasanya dia menjadi relawan ketika bencana datang.  Seperti  gempa beberapa waktu lalu.  Manalah sempat menikmati rekreasi apalagi berfoto  foto seperti saat ini.  Pasti yang ada dalam pikiran dan prioritas kegiatan  adalah membantu korban.  Memikirkan orang lain saja.  Bukan bersenang-senang seperti sekarang  ini.Â
Perjalanan kami kali ini sebetulnya juga bukan untuk pelesiran.  Ada misi literasi yang kami emban. Mbak Leya mengajak saya  kampanye ke daerah- daerah yang dulu terdampak gempa di Lombok Timur. Batu Jong, itu nama dusun pertama  yang kami singgahi pada Senen,  23 Desember 2019 kemarin.  Sebelum akhirnya mobil diarahkan Pak Leo parkir di pantai indah Sembalun. Â
Untuk makan siang, itu tujuan utama pak Leo memarkir kendaraan di pinggir sana. Perut yang berbunyi karena sedari pagi belum terisi nasi membuat kami lahap menyantap makanan. Â Bahwa ada pantai indah yang dia pilihkan untuk tempat kami makan tak jauh dari lokasi, Â ini adalah bonus perjalanan ini. Â Karunia Tuhan yang tak henti saya sukuri.
Suasana damai begitu kental saya rasakan, sempat tidur dan rebahan. Bahkan Mbak Leya bisa pula merekam gambar ditingkah gemericik air sungai yang mengalir, Â natural, suara alam yang sesungguhnya.Â
Karena kerasan, mereka tunaikan solat dzuhur ditempat ini pula. Tidak beranjak mencari musholla di daerah terdekat. Ingin berpuas menikmati elok ciptaan Tuhan lebih lama, Â itu alasan utama.Â
Pendamping kami penduduk setempat, Â tentu tak bisa menjamak shalat. Â Maka shalat pada yang ditentukan menjadi keharusan. Subhanallah, pemandangannya, Â orang orangnya. Â Sungguh mengagumkan saya.Â
Hari beranjak sore, sepertinya lebih dari 2 jam kami berada di pantai Sambelia ini. Â Cukup lama untuk sekadar memanjakan mata dan rasa di sela jadwal perjalanan yang padat. Â Ada agenda acara lagi di piski utama dekat gunung Rinjani.
 Kami harus pulang, untuk persiapan acara berikutnya. Disamping khawatir pula hujan datang, karena mendung menggantung telah mengisyaratkan hadirnya sang hujan.Â
Betul saja, tepat di lokasi posko.  Hujan rintik mulai datang.  Kami yang berada di atas mobil pickup bergegas  turun.  Alhamdulillah, tiba  di posko tanpa kehujanan.  Tak perlu merasakan basah kuyup,  cukup sedikit sapuan air dari langit saja.  Sejuk,  segar.  Sesegar perasaan bahagia yang kami rasakan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H