Belum tahu betul aku siapa dirinya. Latar belakangnya. Perasaan berbunga ini menguasai. Hingga terjadilah hal yang seharusnya kuhindari. Sebagai wanita bermartabat pun terhormat.
Malam itu menjadi malam jahanam yang melenakan. Gelora hasrat kami terasa memenuhi sekujur pori- pori , aku terbakar. Perlahan dia berhasil membuka satu persatu rahasia diri yang harusnya kututupi. Bisikan, dengus nafas, lebur dalam satu gejolak keinginan. Sungguh ingin kuhela menjauh, tetapi seperti ditarik gelombang, dahsyatnya makin kuat.
Berkeringat, berusaha kulepas, namun pesonanya begitu kuat. Tertambat, sesaat lupa ada di mana, kucecapi sepenuh nikmat. Hingga satu panggilan menyadarkan. "Ma!"
Ah, suara bungsuku memanggil rupanya. Kubuka mata, tersadar bahwa perasaan ini adalah larangan. Maka sebisa mungkin kuabaikan.Â
Hubungan rasa yang bermula  dari chat, suara dan video call ini telah melebar tak terbendung. Tak baik tentu saja, apalagi bila sulungku tahu, image buruk terhadap pribadi Mamanya yang suci akan ternodai.
Aku baru tahu dia milik orang, setelah menelusuri seluruh profil di laman medsosnya. Bertanya pada mereka yang mengaku sahabatnya. Rasa bersalah ini tetiba menyergap.Â
Malam itu rasaku tlah telah kubiarkan dia curi dari orang yang seharusnya  lebih berhak memiliki. Maka ini harus dihentikan. Tak boleh diteruskan.
Ramadhan kemarin membuka kesadaran. Ada tanggung jawab kelak yang harus kulakukan atas perbuatan mata, telinga dan mulut ini. Zina mata, zina suara, zina kata-kata.Â
Meski tak sekalipun terjadi persentuhan kulit tubuh. Namun, bila hati menginginkan milik orang, lalu berhubungan batin dengan yang bukan mahram, apalagi ditingkahi desah suara dan pandangan mengundang nafsu, ini dosa pula. Mendekati zina.
Tak kusentuh namanya beberapa hari, Â meski chat datang bertubi . Blokir pun. Namun, itu tak membuatnya berhenti menghubungi. Dengan nomor lain dia menelpon. Kupikir dari orang penting, ternyata dirinya. Tak berkutik. Kuputuskan menghadapi.
" Kau marah? " tanyanya siang itu melalu telepon yang selalu menemani kemanapun aku pergi. Saat menghabiskan istirahat siang untuk shalat dhuhur, di perusahaan tempatku bekerja.