Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cium] Sehidup Semati

17 Maret 2019   05:27 Diperbarui: 18 Maret 2019   04:30 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Sebentar Sam, beberapa menit saja, biar kurasakan benar kau takkan meninggalkanku, beri aku cukup bukti untuk itu."  Kutatap Sam tajam,  isyarat memohon agar yang telah dimulai di awal dan harus berhenti di pertengahan, diselesaikan hingga puncak kenikmatan.

Mataku sedikit terkatup memohon, mata ini terlihat sayu,  betul- betul menantang, hasrat kelelakian Sam bergolak, segera  aku digandeng masuk mobil. Parkiran sunyi menjadi saksi, betapa aku merasakan kemenangan, beberapa kali telpon berdering tak diangkat, dibiarkan gawai itu  terus bergetar beradu buru dengan nafas dan keringatku dan Sam.

 Kusunggingkan senyum penuh arti. Tak ada kelelahan meski pergulatan tlah kulakukan. Aku berkaca menata kembali riasan yang kupunya,  kupulaskan kembali lipstik merah merona, yang bisa menimbulkan gairah lelaki mana saja yang memandang.

Dia meneguk sedikit air putih dalam botol mineral, lalu menghela napas panjang. Sam sepertinya puas dengan hal yang telah dia lakukan. Lelaki itu memejamkan mata sebentar, bersandar pada kursi kemudinya---dengan baju lengkap---siap untuk berangkat. Dia membiarkanku berada di dalam mobilnya.

Sepertinya, tlah bulat tekad Sam sesudah pergumulan itu. Bahwa May akan dibawa pulang. Dikenalkan pada Luna istri kertasnya. Akan diberitahukan bahwa dia tlah punya istri lain. Ini saatnya memberitahukan pada Luna.

 Sam tak peduli apakah Luna akan menerima atau akan menolak. Baginya tak ada beda. Diterima sukur, Bila ditolak akan ditinggalkan Luna. Perempuan yang dia nikahi karena kasihan. Karena ayah Luna meminta. Ya, Luna, May dan Sam bersahabat sejak kuliah. Menurut penuturan ayah Luna, usianya tinggal beberapa hari lagi. Leukemia. Itu penyebabnya.

Ternyata Luna luar biasa, telah hampir setahun Sam menikahi Luna, sahabat May, tanpa pernah sekalipun menyentuh kewanitaannya. Tak berani. Hidup Luna berkubang dari kantong  transfusi ke tranfusi lain. Tetap di Rumah Sakit langganan. Pulang ketika tubuhnya segar. Kembali masuk Rumah Sakit lagi bila tubuh Luna lunglai kembali. Sam pikir, kalaupun Luna dia tinggalkan, tentu tak mengapa. Bukankah perjanjian dengan ayah luna untuk menikahi perempuan itu sebelum ajal tlah ditunaikan?

" Sam, akan kau bawa ke mana aku?" Kutanyakan itu ketika mobil melaju pelan meninggalkan tempat parkir.

" Bersiaplah, kan kuajak kau pulang, ke rumahku. Bertemu kakak perempuanmu, istriku." Ada getar di bibir Sam kala mengatakan itu padaku.

Kuulaskan senyum penuh kemenangan, sebentar lagi kan kumasuki rumah besar Sam, rumah Luna yang dihadiahkan ayah Luna ketika menikah dahulu. Mewah. Laksana istana. Ingin betul kumiliki rumah itu. Baru bisa tercapai kalau Sam resmi menikahiku, dengan kertas tentu saja. Tak mengapa menjadi istri kedua, toh nyawa Luna tinggal sebentar saja. Sesudah itu aku yang akan berkuasa.

Gawai Sam bergetar beberapa kali. Tak dihiraukan, dia sibuk dalam lamunan. Tentang rumah dengan 2 istri. Bahwa dia akan mengakui  telah menikah dengan May selama ini, di bawah tangan, tanpa sepengetahuan siapa saja kecuali penghulu dan saksi yang menikahkan mereka.

Laju mobil tak lagi diperhatikan, Sam larut dalam lamunan. Lampu merah di depan diterjang. 

" Sam awaas !" 

Suara tabrakan berpadu dengan teriakaku, terdengar keras. Diikuti beberapa mobil lain. Mobil Sam menabrak mobil di depan. Mobil yang lain beruntun menabrak mobil Sam yang langsung terhenti di tengah jalan.

Keras, sangat keras. Kepalaku rasanya berat, terantuk dashboard mobil. Begitupun Sam. Lupa  tadi harus mengenakan sabuk pengaman. Luka serius di bagian kepala. Dua nyawa melayang, dengan rentang jarak berdekatan. Itu dinyatakan petugas kesehatan yang menerima mereka di IGD rumah sakit terdekat.

Gawai terus bergetar. Baru berhenti ketika diambil salah seorang petugas kepolisian yang memeriksa mobil yang rusak parah di depan dan samping itu. Terdengar teriakan membahana dari gawai. " Tidak."

Sebagai jawaban ketika petugas kepolisian mengabarkan kecelakaan yang menimpaku dengan Sam, di perempatan jalan provinsi yang kami lewati. Menjadi saksi cintaku sehidup semati dengan Sam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun