Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencium Wangi Buku

27 Januari 2019   10:38 Diperbarui: 27 Januari 2019   11:41 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena Aroma Buku Tak Lekang Oleh Waktu

Malam Minggu kemarin menjadi torehan perdana sejarah hidupku, melewatkan waktu dengan muka muka bercahaya, dengan semangat hidup membara nan mampu menularkan aura indah yang menyeruak dalam dada. Santun dalam berbicara, terstruktur berkata kata, indah, ramah, damai suasana.

Ada undangan umum bagi para penikmat buku di kota Malang, Taqi, mahasiswa UM, Universitas Malang yang juga suka meresensi buku mengatakan akan ada pertemuan dengan para pecandu buku di sebuah Kafe yang sangat welcome bagi kutu buku. Di sana sering ada kumpul kumpul komunitas, atas nama pecinta buku. Dialektik Cafe. Customer diperbolehkan memakai ruang Kafenya hingga pukul 2 dinihari. Ini tentu saja menyenangkan, karena para pecandu buku itu biasanya tak pernah selesai membahas buku yang telah dibacanya.

Cerita Buku Booklicious nama komunitas yang di admini Taqi. Terdiri dari bermacam-macam profesi, mahasiswa, guru, pemusik, jurnalis, pengamen, dan entah apa lagi sebutan namanya. Yang jelas komunitas ini terhubung karena kesamaan minat. Kebetulan berpusat di kota Malang, tempat mayoritas anggota sedang bertempat tinggal. Jadi, Kami semua adalah pecandu buku.

Malam lepas isya, acara dibuka oleh Zia perempuan manis yang mempunyai kemampuan bahasa Inggris aktif itu  menyebutkan ada sebuah buku yang akan menjadi door prize dan bisa dibawa pulang oleh anggota yang beruntung. Buku, keberuntungan yang sungguh kami tunggu. Selanjutnya dia mempersilahkan hadirin untuk bercerita tentang masing masing buku yang dibawanya.

Taqi.doc pri
Taqi.doc pri
Badar, sang jurnalis menceritakan kebahagiaannya karena bisa bertemu dan mendapatkan tanda tangan penulis dari sebuah buku kumpulan puisi karya penulis cilik yang menerbitkan karya perdananya di usia muda, kelas 2 SD. Abinaya Dina Jamila. Dengan fasih dia menceritakan isi buku itu." Resep Membuat Jagat Raya". Usai itu kami saling memberikan komentar terhadap isi buku, riuh rendah suasana. Hangat komunikasi meski kami tak pernah saling temu sebelumnya.

 Kali ini Kukuh sang pemain biola, sekaligus guru di sebuah SMK mengambil alih kendali suasana, dia baru saja selesai membaca buku tebal bertajuk Kosmos, karya Karl Sagan membahas asal mula alam raya hingga teori relativitas Darwin. Gaya penulisan populer membuat buku yang sangat tebal itu menjadi ringan untuk dibaca. Rekomendasinya menggiurkan juga. Kami jadi ingin pula ikut membaca. Buku jendela dunia, berkat buku kami jadi tahu banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya.

Begitulah, bergantian kami menceritakan isi buku yang telah kami baca. Halim  dengan 3 buku tebal yang di bawa meminta ditaruh di sesi akhir, jadilah Taqi yang menjadi giliran berikutnya sebelum Halim. Sebetulnya anggota komunitas ini mencapai 31 orang, hujan dan beberapa hal menjadi alasan mereka untuk tak datang. Meski demikian ada live streaming lewat Instagram, jadi anggota tetap bisa mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

Hanya aku satu-satunya yang menceritakan isi buku yang kutulis sendiri. Lebay,  seperti ingin promosi saja. Untunglah mereka tak keberatan, bahkan mengapresiasi. Ada 3 buku yang kubawa, 2 buku novel berjudul Salikah dan Negeri Somplak serta  1 buku esai karya bersamaku dengan Saifullah Syahid dan teman penulis lain bertema sosial spiritual.

Beberapa bukuku yang masih dalam projects pengerjaan kuceritakan pula. Untuk ini mereka meminta bulan depan dihadirkan, tertarik dengan konten yang kusajikan. Rencanaku  buku "Samuderaning Asmara" yang bernuansa Jawa serta "Buku Meniti Jalan Kembali" karya pemuisi Kompasiana, Ropingi, akan kubawa untuk pertemuan berikutnya.

Anis Hidayatie.doc.pri
Anis Hidayatie.doc.pri
Tak hanya itu anggota komunitas  akhirnya kutawari pula ikut gabung dengan komunitasku. Penikmat buku sekaligus punya keinginan menulis dalam sebuah buku. Pembaca serta penulis buku. Antusias, untuk projects buku puisi bertema cinta keluarga mereka bersedia ikut serta.

Aktifitas menulisku di Kompasiana kuutarakan juga, mereka tertarik,  langsung saja kupandu membuat akun, saat itu pula kuminta pada yang sudah loggin untuk ikut menulis di Kompasiana. Seru, itu yang kurasakan. Untuk hal ini aku bersedia menjadi follower pertama.

Bagiku, sayang sekali jika kemampuan mereka membaca buku hanya dituangkan dalam bentuk cerita sharing belaka. Alangkah lebih indah dan bermanfaat bila buku yang telah mereka baca di ulas, dijadikan esai, opini, kolom, resensi atau apa sajalah bentuknya yang bisa menampung apresiasi mereka terhadap sebuah buku. Seringkali ide dan gagasan muncul setelah selesai membaca buku. Jadi kalau bisa dituliskan pula, mengapa tidak?

Menulis di Kompasiana bagiku seperti mengasah pisau, kepekaan terhadap aktivitas literasi bisa didapatkan di sini. Untuk menjadi penulis handal, komunitas Cerita Buku Booklicious ini telah punya modal. Suka membaca buku. Dari membaca kita bisa mempelajari ranah penulisan. Tinggal menuangkan saja gagasan yang kita punya. Dan Kompasiana bagiku adalah sarana yang tepat sebagai wadahnya.

Bila kemudian buku menjadi targetku berikutnya, ini tak lepas dari pandanganku bahwa buku adalah jembatan indah kita terhubung dengan berbagai pintu generasi. Buku adalah produk yang takkan tergerus zaman. Meski ada E book, ada perpustakaan online, ada media online yang siap menyajikan berbagai menu bacaan. Buku tetap mempunyai ruang untuk penikmatnya.

Daya sentuhanya luar biasa, buku mempunyai magnet berdampingan dengan internet. Tak ada resiko hang atau hilang jaringan ketika akan membaca sebuah buku. Produk tiga dimensi ini  bisa kupegang setiap hari. Terus terang, tertidur dengan buku di pelukan lebih nyaman daripada dengan gawai hidup di tangan, bukankah telah ada beberapa kasus resiko penggunaan gawai yang berlebihan? Hingga menuai celaka bagi pemiliknya.

***

Dalam hal ini saya sependapat dengan Maestro Sapardi Djoko Damono yang dilansir Suara Com dan ditulis oleh Pebriansyah Ariefana : Senin, 24 Oktober 2016 silam.

Saat ada tanggapan seperti berikut: "Tapi minat baca buku jadi kurang. Sebab orang lebih suka menghabiskan waktu dengan ponsel pintarnya."

Sapardi dengan gaya khasnya menyergah, "Gundul mu! Di toko buku, berapa ratus buku tiap bulan terbit? Kalau tidak ada yang baca, ngapain dijual sebanyak itu. Mengapa begitu banyak penerbit di Indonesia? Bahkan toko buku tiap bulan menerbitkan 50 judul buku. Siapa yang mau baca itu? Berapa penjualan buku."

"Cek saja Gramedia, ada berapa ratus judul yang keluar tiap pekan? Ini tidak pernah ada dalam sejarah sastra di Indonesia sebelumnya. Nah kalau nyatanya begitu, yang baca buku itu siapa? Memang setan?"

"Buku-buku yang terbit makin laku saat diunggah di media sosial. Mereka yang melihat akan beli karena mendapat tanggapan positif."

"Jadi buku dan teknologi saling jalan. Buku dihidupkan dengan intenet, internet dihidupkan dengan buku. Sebab internet nggak akan ada isinya kalau tidak ada buku. Buku tidak akan laku kalau nggak ada internet."

*****

Menurutnya buku tak akan punah, bahkan dunia maya bisa menjadi semacam marketing bagi keberadaan sebuah buku. Inilah yang kumaksud magnet buku bisa berdampingan dengan internet. Globalisasi membuka kesempatan penjualan buku lebih mudah dan luas. Ini kesempatan, bila kita bersedia memanfaatkan.

Begitulah, aku suka menulis buku, membaca buku, menyentuh buku, membaui kertas buku,  karena bagiku aroma buku terlalu menggiurkan untuk diabaikan, buku itu kehadirannya tak lekang oleh waktu. Mencium wangi buku, menatap rangkaian katanya menumbuhkan gairah semangat hidup yang tak terhingga. Ingin terus membaca, ingin terus menulis berkarya. Bagaimana dengan anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun