Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Yang Kedua (Bagian 1)

20 Januari 2019   06:21 Diperbarui: 23 Januari 2019   12:23 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku bonceng Kak Rob, sementara teman lelakinya menuntun sepeda motorku.

"Biar ditambalkan, adek ikut kakak saja ya, kuantar pulang. Nanti sepeda motor mu akan diantar dia ke rumahmu. Oke?"
Seperti kerbau dicocok hidungnya aku mengikuti saja perintahnya.

"Kita makan  dulu yuk." Tawarnya.

"Trus nanti kalau sepeda motorku kelar bagaimana? Rumahku tutupan kak, tak ada orang di rumah, kakak lupa ya?  Di rumah kan tak ada siapa siapa. Anakku kuliah nun jauh di luar kota, kost di sana pula."

"Taklah, bagaimana mungkin aku melupakan, setiap kisahmu, kucatat lekat di otakku, makanya tadi aku bawa tukang ojeg kenalan. Biar dia urus semua. Kalau sepeda motormu sudah selesai ditambal dan kau belum pulang, dia bisa menunggu di tempat yang dia suka, lumayan loh, ada job buat dia, hehe."

Tak perlu lama, kami telah tiba di warung pancing, tempat orang memancing sekaligus menyantap olahan ikan segar di sana. Kali ini Kak Rob langsung memesan dua porsi lalapan ikan mujaer untuk kami.

"Kesukaanmu kan? Ada sambal dan penyet tempenya loh."

Ah, kedekatan chatting kami beberapa bulan cukup membuatnya tahu beberapa kegemaranku yang antara lain sambal dan tempe itu.

Agak senyap suasana kencan dengan makan pertama kali itu, aku masih kikuk, lebih banyak diam dan mengamati gerak geriknya sampai usai makan. Ditutupnya ritual makan itu dengan minum segelas jeruk hangat dan perkataan.

"Mulai sekarang aku akan menjemputmu tiap pagi sebelum berangkat kerja, kita se arah to? Jangan khawatir aku akan pakai jaket ini dan helm berkaca gelap supaya tidak mencurigakan, kau tunggu saja di tepi jalan raya, begitu ya?"

Tak punya cukup alasan aku menolaknya, ucapannya seolah perintah tak terbantah. Pantaslah kalau dia memegang jabatan Kepala Cabang sebuah perusahaan asing  di tempat kerjanya lebih dari 5 tahun hingga kini. Pesona wibawanya menundukkan mata. Aku tak tahu tiba tiba saja menjadi penurut begitu. Mengangguk sebagai isyarat jawaban "Ya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun