Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bendera-bendera di Tanah Bencana

28 Desember 2018   09:54 Diperbarui: 28 Desember 2018   15:02 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Kami hidup di lombok sudah hampir 18 tahun. Sudah biasa mendapat gempa-gempa kecil. Tapi gempa kali ini memang sangatlah besar. Tapi mendiskreditkan seseorang karena berbeda politik dengan alasan theologis. Sungguh anda tidak sopan. Beliau absah untuk di kritik, silahkan.Tapi di depan musibah?"

Aku tahu lanjutan bait nelangsa teman Lombokku, dia mengalaminya beberapa waktu lalu, sungguh tak sopan memaki seseorang saat musibah datang, saat ada kejadian musibah bencana.

Baiklah, mungkin seseorang itu tidak sempurna, atau mendekati ekspektasi yang diharapka. Namun mengkritisi kelayakannya sebagai tokoh, sebagai pemimpin, mengoreksi keburukannya, apalagi menistakan kebijakannya, di tengah derita demi alasan politik semata sungguh mengguncangkan jiwa.

Bait-bait ucapan di atas disuarakan sahabatku. Dia telah menetap di Lombok selama kurun 18 tahun lamanya, suaminya seorang Profesor, dirinya sendiri memilih mengabdi di rumah sembari menjadi editor atas buku-buku yang ditulis suaminya. Pasangan serasi, kompak,  yang bikin iri . 

Kali ini aku tahu menderitanya dia. Rumah asri yang dihuni, tak lagi dia berani tempati, tenda darurat dia dirikan bersama pemukim lainnya di perumahan. Sekedar menghindari getaran, yang siapa tahu akan makin membesar dari detik ke detik sesuai pergerakan lempengan. Aku berempati, aku ikut rasakan, betapa susahnya dia. 

Dingin malam tertidur tak berani mendengkur. Waspada antara mata terpejam dan awas pendengaran, siapa tahu ada sirine gempa dibunyikan. Itu artinya, malam tak bisa dilewatkan dengan lelap, nyenyak. Harus segera bangkit, selamatkan diri dari reruntuhan yang mungkin menimpa kepala atau badan ini.

Bencana ini siapakah yang menginginkan? Tapi memaki seseorang saat musibah terjadi sungguh memekakkan pendengaran.

"Yuk, apakah njenengan sampai saat ini masih tidur di tenda?"

"Injeh nis."

Ya Allah, aku ingin memeluknya, sekedar memberikan kehangatan, merasakan gempa ini berdua, yang menggetarkan rasaku sebagai manusia, andai aku jadi dia.

" Big Hug Nis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun