Sambutan senyum ramah menjamah mataku dari sosok keriput emak yang mulai menua. " Wes entek tah ndok, kok wes moleh?" Heran dia bertanya dengan gembira, seolah tak biasa aku pulang cepat.
" Nggeh mak sampun, ini ada nasi empog kesukaan njenengan, kita makan di dalam saja nggih?"
Berbinar matanya saat bungkusan kubuka, warna kuning nasi, sambal tomat, ikan asing, dan oseng sayur merayu tangan ini untuk segera meraih, melahap, semangkuk air wijik an tangan diambilkannya. Aku dan emakku makan muluk, dengan tangan. Inilah kelezatan sarapanku, ususku tak lagi bernyanyi, Â tenang rupanya sesudah terisi, kini dia bisa istirahat sebentar, sebelum datang siang berbunyi lagi.
Pada tembok dingin kubisikkan," Tenanglah kau di sana duhai kekasihku, kan kujaga emakmu, emak kita, sesayang yang kupunya, hingga saatnyapun dia atau aku yang lebih dulu akan menyusulmu ke sana."
Anis Hidayatie, Ngroto Pujon Malang, 17122018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H