Mohon tunggu...
Ani Christina
Ani Christina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Proposal Hidup Pemuda, Calon Pemimpin Masa Depan

6 Maret 2019   09:08 Diperbarui: 6 Maret 2019   09:21 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Soekarno, presiden pertama Indonesia punya kalimat mutiara dalam salah satu pidatonya, "Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". Tafsir dari kalimat ini mengarah pada kebutuhan pemuda-pemuda unggul yang memiliki kualitas pribadi dan visi untuk mengubah masa depan menjadi lebih baik. Harapan besar pada para pemuda untuk berpartisipasi mengubah dunia seperti membangun akan terulangnya sejarah.

Pada masa lalu, kita mengenal banyak pemuda Indonesia telah memberikan sumbangsih pada bangsa. Pemuda-pemuda, yang masih dalam usia dua-puluhan, menulis panjang lebar mengenai gagasan-gagasan Indonesia Merdeka: Soekarno, Hatta, Sjahrir, Semaun, Tan Malaka, dan lain sebagainya. 

Gagasan-gagasan itu tidak berhenti sebagai tulisan, tetapi diperjuangkan habis-habisan dan menjadi pegangan politik di sepanjang hidupnya. Para pemuda pula, ketika kesempatan dan momen itu telah tiba, mendesak dan memaksa Bung Karno dan Bung Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan.

Lalu, bisakah kita saat ini berharap kepada para pemuda di masa sekarang untuk berpartisipasi dalam memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara? Kita patut bersyukur bahwa dalam gelanggang olahraga, kita memiliki banyak pemuda-pemudi berprestasi. Kita juga patut bangga segelintir pemuda-pemudi sukses menjadi selebriti di usia muda. Namun, sektor-sektor penting rasanya masih didominasi orang-orang yang sudah berusia tua.

Di sisi lain, kita bisa merasakan betapa lamanya para pemuda di jaman ini sampai pada tingkat kedewasaan yang kita harapkan. Ketika definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sehingga bahkan saat mereka sampai pada usia 17 tahun pun masih kita sebut anak-anak. 

Ketika "masa untuk bekerja" dan memulai kemandirian finansial dimulai paling cepat usia 18-19 tahun, atau bahkan lebih banyak terjadi pada usia 23-24 tahun saat lulus sarjana, dan sebagian mulai bergeser pada usia 25-26 tahun ketika lulus pascasarjana. Belum lagi kita masih terbeban dengan keterampilan hidup para pemuda Indonesia yang belum berkembang. 

Betapa banyak pemuda usia duapuluhan yang masih bingung untuk sekedar mengambil keputusan, betapa masih banyak pemuda yang didampingi orangtua untuk banyak urusan, bahkan diambil alih masalahnya oleh orangtuanya.

Memperpendek Masa Kanak-Kanak

Sekolah tempat saya mengabdikan diri memiliki sebuah pendekatan yang menurut saya patut dicontoh, yaitu bahwa kami mengupayakan sistem pendidikan untuk memperpendek masa kanak-kanak. 

Bahkan, kami ingin mencanangkan ketetapan usia yang disebut dewasa secara bertahap bisa kembali di usia 15 tahun. Program utama yang kami terapkan adalah melatih kemandirian terpisah dari orangtua dengan konsep sekolah sarama, melatih kemandirian pribadi dengan mengurus diri, kebutuhan, serta tempat tinggal mereka sendiri, melatih kemandirian belajar dengan menerapkan penentuan jadwal mandiri, mau belajar apa dan sebarapa banyak ditentukan oleh siswa sendiri. 

Siswa juga kan mendapatkan latihan kemandirian finansial agar bisa secepatnya lepas dari ketergantungan ekonomi kepada orangtuanya. Siswa dibiasakan untuk mengakses tekonologi hanya untuk aktivitas belajar dan aktivitas produktif, tidak sebagaimana remaja pada umumnya yang bergawai untuk kebutuhan hiburan atau rekreatif saja. Siswa dilatih untuk mengurus masyarakat dengan terjun ke masjid, rapat warga, dan menjadi pembimbing kegiatan di sekolah-sekolah dasar. 

Siswa juga mendapat kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk bersikap dengan penuh tanggung jawab dengan tugas atau peran 'kemasyarakatan" yang dikenalkan dalam bentuk miniatur pemerintahan di asrama tempat tinggal dengan adanya komponen jabatan camat, walikota, gubernur dengan tugasnya masing-masing. 

Siswa juga dikondisikan pengambilan keputusan-keputusan besar dalam hidupnya. Salah satu program pengambilan keputusan besar yang ditetapkan bagi siswa berusia 15 tahun di kelas X SMA adalah menulis proposal hidup.

Menulis Masa Depan Pemuda

Proposal Hidup Siswa adalah sebuah program bagi siswa untuk menuliskan rencana hidupnya ke depan, yang ditulis tanpa intervensi orangtua sekalipun, mereka harus memutuskan hidup mereka akan dibawa kemana. 

Terdapat beberapa bagian dalam penulisan proposal hidup ini yaitu penetapan jati diri, penjabaran peran-peran kehidupan, penyusunan peta perjalanan hidup, rencana aktivitas jangka 5 tahun, dan rencana belajar mandiri selama di SMA. Semua proses penulisan didasarkan pada kebutuhan dan keinginan siswa,  utamanya penentuan aktivitas di masa depan.

Saya tidak pernah menyangka bahwa mereka yang barusan saja tamat SMP akan bisa diajak bekerja keras menuliskan hal-hal mendasar tentang kehidupan. Pergolakan pertama tentunya tentang penetapan jati diri. 

Saat teman-teman seusia mereka masih disibukkan dengan proses pencarian jati diri, suka aksi coba ini-itu, hobi cari perhatian publik,  siswa-siswa di sini dikondisikan untuk segera mengambil keputusan tentang apa sesungguhnya jati diri mereka, siapakah diri mereka, apa potensi diri mereka, dan apa tantangan-tanatangan hidup ke depan yang harus mereka hadapi. Saya pun tidak menyangka bahwa mereka bisa bersungguh-sungguh mdalam menulis proposal hidup tersebut. 

Jika saya mengutip judul-judul proposal hidup mereka, merinding rasanya. One Muslim Who Change The World Through Diplomation, Art Master in The Future, A Muslim Doctor Who Revolusionize World, The Succesor of Ibnu Sina, International IT Expert, Young Tech-preneur, Young Muslim Politician, Young Muslim Leader of Indonesian Police. 

Semakin takjub ketika saya membaca peta perjalanan hidup mereka, ada yang menulis target usia 37 tahun sebagai orang terkaya di Indonesia dengan bisnis yang dikembangkan, ada yang menuliskan memulai karir politik saat usia 30 tahun dan sudah menjadi presiden saat berusia 45 tahun, ada yang menuliskan bahwa saat usia 38 tahun dia telah menjadi seorang dokter spesialis yang sekaligus imam besar di masjid besar, ada yang berambisi membangun sekolah dan rumah sakit mulai usia 28 tahun. 

Hal sederhana yang dituliskan oleh para siswa adalah kapan mereka akan menikah dan membangun keluarga. Hal ini menandakan sebuah kesadaran bahwa semua siswa, yang memang hanya laki-laki saja, telah memikirkan persiapan peran besar untuk siap menjadi kepala keluarga, siap menjadi suami dan ayah bagi terbentuknya generasi hebat selanjutnya. 

Pendekatan belajar mandiri, yang kami sosialisasikan dengan istilah popular self directed learning ternyata melahirkan penentuan sikap mandiri. Saya membaca bahwa ketika SMA ini ada yang menuliskan target sudah bisa menjadi imam dan khotib Jum'at, sebuah aktivitas yang biasanya hanya diserahkan pada orangtua. 

Saya dapati juga siswa yang menulis target sudah menguasai bahasa pemrograman komputer ketika di SMA, ada juga yang ingin magang di rumah sakit agar mendalami dunia kedokteran itu seperti apa, dan ada pula yang membuat target sudah menjadi pimpinan organisasi pemuda ketika SMA.  

Saya membayangkan bahwa apa yang ditulis oleh anak-anak usia 15 tahun ini, tentunya adalah serangkaian do'a, dan jika itu terwujud, maka mimpi bahwa pemuda-pemuda ini akan mengguncang dunia sungguh bisa saja terjadi. Oleh karena itu, sekolah kami menetapkan pengawalan atas tindak lanjut proposal hidup yang sudah ditulis menjadi capaian aktivitas mingguan dan bulanan.

Ganti Remaja Galau Menjadi Pemuda Mandiri

Saya meyakini bahwa visi sekolah yang disosialisasikan kepada mereka, bahwa sekolah kami ingin melahirkan para pemimpin masa depan cukup dihayati dan terinternalisasi dalam diri mereka. 

Saya membayangkan andaikan semua sekolah membuat program persiapan pemuda sebagai pemimpin masa depan maka akan banyak sekali kenakalan remaja yang akan berkurang. 

Ketika pemuda-pemuda mendapatkan wawasan bagaimana caranya menetapkan jati diri, mereka tidak akan sibuk lagi kebut-kebutan di jalan, tawuran, mencoba-coba miras dan narkoba. 

Jika siswa di sekolah mendapatkan wawasan tentang pentingnya menyiapkan diri untuk menjalani peran membangun peradaban, peran membangun masyarakat, dan peran membangun keluarga masing-masing, rasanya tidak akan banyak remaja yang membuang waktunya untuk bersenang-senang, berhura-hura, pacaran yang sampai melakukan seks bebas, menggunakan gawai sampai kecanduan game, terkungkung oleh konsumsi medsos sehingga tidak peka terhadap lingkungan, atau terjebak dalam gaya hidup konsumerisme. 

Jika sejak usia muda mereka sudah diajak untuk mendefinisikan masa depan dalam jabaran yang detil, serta terlibat banyak dalam proses pengambilan keputusan, maka akan berkurang remaja-remaja galau yang tidak tahu harus mengabiskan waktu luangnya untuk apa.

Selamat memperingati hari Sumpah Pemuda. Mari kita ajak pemuda untuk menentukan masa depannya, jangan biarkan meraka menjadi remaja galau yang masih bingung akan memlih jurusan IPA, IPS atau Bahasa, yang masih ragu mendaftar ekstrakurikuler apa, yang gampang baper jika di-bully oleh temannya, yang mudah sekali ikut-ikutan gaya hidup populer hanya demi pengakuan dan kepercayaan diri.  Mari kita bangun ketangguhan para pemuda agar memiliki karakter pemimpin, dan tentunya siap menjadi pemimpin di masa depan.

Penulis

Ani Christina, Guru Bimbingan dan Konseling SMA Al Hikmah Boarding School Batu.

Kontak : 081330531203, WA 081330525485, IG @psychocoffeemorning

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun