Di sana dia mengajakku ngobrol tentang pekerjaan dan ngalor ngidul, tapi aku hanya bengong saja. Pikiranku tidak fokus. Setiap melihat anak kecil lewat rasanya teringat anak anak dirumah. Mereka sedang apa, atau mainan apa. Mereka ceria atau murung. Semua datang ke dalam pikiranku.Â
Di rumah aku melihat mereka murung, dan aku pun begitu. Kupeluk mereka sambil meminta maaf sudah pergi tanpa mereka. Mereka tersenyum melihatku pulang.
Sebenarnya, ternyata aku tidak bisa melewatkan 1 jam tanpa teriakan dan gangguan mereka. Walau aku tau mereka tidak akan mengizinkanku untuk merebahkan badanku atau hanya sekadar ngiler di atas kursi.Â
Tapi ternyata bahagiaku lain. Hatiku terasa kosong tanpa ocehan dan tingkah-laku mereka. Pikiranku seperti setengah gila karena berjauhan dengan mereka walaupun hanya beberapa jam saja.
Aku tidak pernah meminta me time seperti liburan, belanja, dan sebagainya yang dilakukan sendiri lagi. Aku lebih baik mengerjakan sesuatu yang misterius seperti makan mie instant secara sembunyi-sembunyi dari mereka, atau membeli minuman dingin dan aku minum saat mereka tidur siang saja. Itu saja...Â
Entahlah itu bisa disebut "me time" ataupun tidak, tapi aku bahagia dan merasa senang walau sakit kepalaku sulit hilang diganggu terus oleh mereka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H