Suatu hari saya dan teman-teman menyempatkan diri berkumpul dan berbagi cerita berbagai hal. Tidak banyak yang berkumpul saat itu, hanya kami berempat.Â
Saat kami sedang asyik berdiskusi, salah satu teman saya malah asyik dengan gadget nya sendiri. Tadinya saya pikir mungkin dia harus membalas pesan penting, atau ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda, atau harus mencari sesuatu yang penting, atau bahkan memfoto kegiatan kami yang biasa dilakukan banyak orang yang hobi foto.Â
Tapi ternyata dia malah asyik dengan salah satu media sosialnya dan hanya bergulir melihat-lihat media sosialnya tanpa memperdulikan keberadaan kami.
Ada lagi kejadian lainnya. Saya sedang berkumpul dengan keluarga dan itupun hanya kami berlima. Salah satu saudara saya melakukan sama halnya dengan teman saya tadi. Sementara kami asyik mengobrol, saudara saya sibuk dengan gadget-nya dan asyik sendiri dengan media sosialnya.Â
Dari peristiwa itu, saya kemudian mengenal istilah phubbing. Menurut beberapa sumber, phubbing ini sendiri adalah suatu perilaku yang asyik dengan gadget sendiri dan cenderung menjadi anti sosial saat berhadapan atau bertemu dengan orang lain.
Phubbing kemudian terasa "wajar" untuk diterima di era kekinian dimana gadget seperti lebih berperan dibandingkan etika.Â
Saya membandingkan dengan etika disini karena saat kita berada di lingkungan sosial dimana kita berhadapan dengan orang lain secara langsung, ada nilai-nilai etika yang sebetulnya sangat perlu untuk dijaga.Â
Namun alih-alih menjaga etika, kita malah lebih mementingkan melihat gadget, menyempatkan waktu selama mungkin dengan gadget tanpa menghargai waktu yang diluangkan bersama dengan orang lain.
Tidak dapat dipungkiri, memang terkadang topik pembicaraan yang tidak sesuai dengan kita membuat kita serasa ingin melarikan diri dari percakapan tersebut.Â
Namun proses melarikan diri ini pun menurut saya juga harus dilakukan secara ber-etika dan sebetulnya disitulah tempatnya kita menerapkan kemampuan berkomunikasi.Â
Kemampuan berkomunikasi disini adalah dimana kita mampu untuk masuk dan terlibat ke dalam topik percakapan, dan mampu mengarahkan pembicaraan jika diperlukan.Â
Jika punya ketrampilan seperti ini, saya yakin kita tidak akan bosan dalam diskusi atau perbincangan tersebut karena kita bisa mengarahkan topik pembicaraan jika sewaktu-waktu perbincangan menjadi membosankan.
Namun apa daya jika kita belum mampu atau tidak punya ketrampilan berkomunikasi seperti itu. Nah, jangan salahkan situasi dan membenarkan gadget. Kita bisa gunakan gadget untuk membantu, misalnya mencari berita ter-update dan membahasnya, atau fokus menjadi pendengar juga lebih baik dan lebih dapat diterima. Â
Lalu bagaimana untuk menghindari phubbing atau kebiasaan yang mengarah ke phubbing? Sebetulnya inilah saat kita belajar mengelola emosi, yaitu seperti kemampuan untuk mengelola keinginan untuk selalu melihat gadget, selalu update di gadget, dan memainkan gadget. Bahkan kita bisa menunjukkan etika dengan hanya sesekali melihat gadget, hanya untuk menjawab pesan atau menjawab telepon yang penting.
Melatih kemampuan berkomunikasi adalah hal utama jika kita tidak ingin terperangkap dalam topik perbincangan yang tidak kita inginkan.Â
Kita bisa pelan-pelan melatih kemampuan komunikasi ini pada saat kita bertemu dengan orang yang jumlahnya lebih sedikit dulu, misalnya pada saat berdua.Â
Lalu jika kita bisa sudah bisa fokus berkomunikasi dan tidak menjadikan gadget sebagai teman ngobrol, kita bisa perlahan meningkatkan ke jumlah orang yang lebih banyak.
Perilaku phubbing secara perlahan akan mengubah perilaku kita dan cara pandang kita. Pengaruhnya terutama adalah karena kita tidak lagi mampu untuk fokus pada sesuatu dan tidak dapat membedakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian kita.Â
Perubahan ini dapat membuat kita menjadi tidak perduli dengan sekitar kita, tidak perduli dengan orang lain bahkan orang terdekat, tidak mendengarkan dengan baik, dan tidak menghargai.
Itulah kenapa phubbing dikatakan sebagai salah satu penyebab yang dapat merusak hubungan dan bahkan mempengaruhi mental.
Di beberapa situasi, phubbing dilakukan oleh orang-orang yang merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara langsung. Tenggelam bersama gadget bukan lah hal salah.Â
Namun yang perlu dicermati dan juga diwaspadai adalah kegiatan apa yang dilakukan dengan gadget tersebut, isi atau content apa yang dibaca, dipelajari, dipahami dan diyakini.Â
Justru jika kita merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara langsung, tidak kemudian kita menjalin hubungan dengan gadget kita terlalu intens dan pada akhirnya memiliki ketergantungan.Â
Bagaimanapun, gadget bukanlah manusia ha-ha-ha. Gadget hanyalah alat bantu. Gadget bisa membantu kita menemukan orang-orang, teman, kelompok, dan komunitas yang lebih tepat atau cocok dengan kita, dimana kita bisa langsung berhadapan dengan mereka, berbincang, berkomunikasi, berdiskusi dan tidak melakukan phubbing.
Jadi sebelum kita terjebak dengan kebiasaan phubbing, kita bisa menanyakan kepada diri kita sendiri, apa manfaatnya dan apa dampak yang dapat ditimbulkan jika kita sedang berhadapan dengan orang lain tapi kita malah tidak menghargai orang tersebut dan asyik dengan gadget kita sendiri.Â
Apakah gadget menjadi lebih penting daripada membangun karakter kita yang lebih bernilai dan ber-etika?
Nie, 28Nov2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H