Mohon tunggu...
NieNie
NieNie Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar Berbagi

Just ordinary and simple

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Terlalu

7 Oktober 2022   12:37 Diperbarui: 7 Oktober 2022   12:55 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat dulu waktu kecil sering dinasehati untuk jangan terlalu. Tidak untuk semua hal memang, tapi hampir ke banyak hal. Sampai-sampai waktu saya kecil kalau saya tertawa atau bercanda terlalu senang, saya juga diingatkan jangan terlalu senang, nanti nangis lho. Namanya masih kecil, ya saya tidak tahu artinya apa. Jadi nasehatnya tidak begitu saya pedulikan. Biasanya betul, ujung-ujungnya saya berkelahi dengan saudara saya yang tadinya saya ajak bercanda itu. Nah kalau sudah begitu biasanya saya menangis, ha-ha-ha. Entah nasehat itu suatu kebetulan, atau harusnya memang seperti itu.

Nasehat serupa mungkin pernah kita berikan kepada keluarga, teman, sahabat, orang terdekat kita tanpa kita sadari. Jangan terlalu ini sepertinya jadi berlaku universal, terutama untuk sebuah kebiasaan atau pola yang biasa kita lakukan. Kalau di jaman kekinian, kita mungkin sering mendengar kata "lebay" atau berlebihan. 

Tidak sepenuhnya serupa, tapi ada kesamaan antara terlalu dengan lebay, dimana keduanya ada pada tingkat yang tidak normal atau wajar untuk kita. Misalnya, jangan terlalu kenyang, jangan terlalu sedih, jangan terlalu senang, jangan terlalu berharap, jangan terlalu memaksa, dan lain sebagainya. Biasanya untuk hal-hal yang bersifat fisik atau nyata, jangan terlalu ini lebih mudah disesuaikan. Misalnya jangan terlalu tinggi, masih bisa disesuaikan ketinggiannya. Jangan terlalu jauh, juga masih bisa dibuat sehingga lebih sesuai jaraknya. Namun jika sudah berhubungan dengan kebiasaan atau terkait dengan perasaan, penyesuaian supaya tidak terlalu ini jadi lebih sulit untuk dilakukan.

Salah satu yang membuat lebih sulit adalah karena kita terkadang tidak tahu sampai mana kadar yang sudah dikategorikan terlalu, dan mana yang masih standar wajar dan normal, atau paling tidak masih memungkinkan. Bisa saja kita meletakkan standar kita lebih dari tingkat kewajaran atau kenormalan. Namun kembali lagi, bagaimana standar yang lebih tinggi tersebut tidak kemudian menjadi terlalu. 

Menurut saya, bukan kita tidak tahu kadar kita yang mana, hanya saja biasanya kita mungkin dengan sengaja tidak menghiraukan standar kita, atau bisa juga tidak mau menyadarinya, atau kita tidak mau mencari tahu. Padahal standar masing-masing orang bisa berbeda-beda atau relatif.

Apalagi kalau sudah berhubungan dengan hati. Nasehat jangan terlalu ini biasanya makin tidak dihiraukan, ha-ha-ha. Jangan terlalu cinta, jangan terlalu sayang. Saya juga mengalami kok. 

Nah pas lagi patah hati, baru deh saya sadar bahwa betul juga ya, kalau tidak terlalu sayang atau tidak terlalu cinta, mengelola perasaannya jadi lebih mudah. Tapi itu bukan berarti tidak sayang atau tidak cinta lho ya. Itu lebih ke bagaimana mengelolanya dalam perasaan batin kita sehingga ibarat kita sudah punya antisipasi untuk apapun kondisi yang akan terjadi. Toh bagaimanapun tidak ada sesuatu yang abadi.

Nah, bagaimana jika sudah terlanjur terlalu pada sesuatu? Menyadari bahwa kita sudah terlanjur terlalu pada sesuatu, berarti kita sudah mengetahui positif dan negatif-nya, termasuk alasan kenapa kita tidak baik terlalu pada hal tersebut. Misalnya kita sudah menyadari bahwa kita terlanjur terlalu sering tidur malam, terlanjur terlalu sering makan junkfood, terlalu sedikit minum air putih, dan lain-lain. Kita pasti sebetulnya sudah merasakan efek negatifnya, misalnya cepat merasa lelah, merasa tidak sehat, dan lain-lain. 

Bagi yang sudah merasakan negatifnya biasanya mungkin ada efek jera atau punya keinginan untuk mengurangi atau menghilangkan efek negatifnya. Tapi bagi yang belum merasakan negatifnya, ada baiknya tidak menunggu efek negatifnya terjadi, tapi lebih ke antisipasi atau berhati-hati agar tidak menyesal kemudian.

Ada beberapa cara untuk mengelola kebiasaan yang sudah terlanjur terlalu. Salah satunya adalah dengan melakukan kebalikannya, yaitu mengurangi atau menambah. Biasanya ini akan jadi memunculkan kebiasaan baru. Namanya kebiasaan baru, biasanya di awal-awal pasti berat. Konsisten adalah salah satu kuncinya. Bagaimana supaya konsisten? 

Kembali lagi ke niat awal, tujuan dan alasan kita. Konsisten ini tentunya harus datang dari diri kita, namun kita pun bisa meminta bantuan ke pihak lain untuk menjaga konsistensi ini. Dukungan dari keluarga, orang terdekat, dan pihak lain sangat penting, namun yang terpenting adalah komitmen diri untuk melakukan kebiasaan baru tersebut. Misalnya, kita sudah menyadari harus mengurangi kebiasaan untuk tidak tidur terlalu malam, untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. 

Kita bisa mencoba mengurangi kegiatan di malam hari, atau mengelola waktu kita sehingga kita bisa menambah waktu istirahat dengan cukup di malam hari. Mengelola waktu ini akan menjadikan kita punya kebiasaan baru. Dengan tetap punya komitmen dan konsisten untuk melakukan kebiasaan baru ini, kita bisa mengelola waktu dengan lebih baik untuk menjaga kesehatan kita.  

Kalau mengurangi atau menambah terasa masih terasa sulit, mengatur porsi bisa menjadi salah satu solusi lainnya. Pada awalnya jadi terasa sama saja atau seperti tidak ada perbedaan. Namun di kemudian waktu kita akan merasa lebih ada keteraturan dalam polanya. Contohnya, biasanya kita makan terlalu banyak di satu waktu, cobalah makan dengan porsi yang sama tapi di beberapa waktu. Contoh lainnya, biasanya kita terlalu sering menghabiskan waktu menonton televisi, coba lakukan kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan televisi dan menonton televisi hanya di saat-saat tertentu saja. Dengan mengatur porsi ini, diharapkan pelan-pelan kita akan punya kemampuan untuk mengatur kebiasaan kita yang sudah terlanjur terlalu tersebut.

Mencari opsi pengganti juga dapat membantu kita mengelola kebiasaan yang sudah terlanjur terlalu. Opsi pengganti ini bisa yang sejenis dan serupa, atau bahkan hal yang tidak berkaitan sama sekali namun bisa mengalihkan fokus kita dari kebiasaan kita yang sudah terlanjur terlalu tersebut. Misalnya biasanya mengkonsumi makanan terlalu manis, cobalah perbanyak jenis makanan yang menggunakan pemanis alami. Contoh lain biasanya terlalu banyak berpikir sehingga menyebabkan stress, cobalah mengganti dengan kegiatan fisik seperti olahraga, jalan-jalan, dan berkumpul dengan teman. Jika kita mau mencari opsi-opsi untuk menggantikan kebiasaan yang sudah terlanjur terlalu ini, kita pasti menemukan ada banyak opsi yang tersedia yang bisa kita pilih. Kita juga dapat berkonsultasi ke pihak yang lebih memahami untuk mendapatkan opsi-opsi yang lebih tepat.

Tidak semua hal yang dilakukan secara terlalu tidak baik, bisa saja itu justru memotivasi kita. Namun jika kebiasaan yang sudah terlanjur terlalu mulai memberikan pengaruh yang kurang baik atau bahkan negatif kepada kita, maka ada baiknya kita bisa mencoba untuk mengelolanya karena kita sendiri yang akan merasakan efeknya.

Nie, 07Oct2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun