Mohon tunggu...
Anhar Wahyu
Anhar Wahyu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang yang mencoba menjadi ++

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Muhammadiyah Memiliki Mahzab

20 Februari 2012   07:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 6571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Himpunan Putusan Tarjih (selanjutnya disebut HPT) adalah hasil diskusi dan kesepakatan yang dihasilkan melalui proses panjang dalam serangkaian pembahasan para ulama tarjih (Muhammadiyah) dalam setiap pertemuan resmi, yang saat ini disebut dengan Musyawarah Nasional (Munas).


Hasil-hasil diskusi atau pembahasan para ulama tarjih (Muhammadiyah) tersebut kemudian ditanfidzkan (dinyatakan keabsahan dan keberlakuannya) oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diasumsikan mengikat secara organisatoris kepada seluruh jajaran pimpinan dan anggota Muhammadiyah.


Meskipun secara eksplisit Muhammadiyah tidak pernah menyatakan bermazhab, tetapi dalam praktik pembahasan atas masalah-keagamaan (utamanya: fikih) para ulama tarjih (Muhammadiyah) sama sekali tidak bisa menghindar dari manhaj (metodologi) dan pendapat para imam mazhab (termasuk imam mazhab empat) dan pengembangannya dalam berbagai ragam pendapatnya.


Dengan mencermati diktum-diktum putusan tarjih hingga saat ini, maka kita bisa melhat nuansa mazhab dan bermazhabnya para ulama tarjih (Muhammadiyah), utamanya dalam pengertian manhaji (metodologis). Karena – secara jelas – mereka menggunakan sejumlah manhaj yang ditawarkan oleh para imam mazhab itu tanpa kecuali. Hanya saja, para ulama tarjih tidak mau terjebak untuk mengikatkan diri pada manhaj dan (apalagi) pendapat ulama mazhab tertentu.


Pola bermazhab seperti itu, dalam khazanah pemikiran keislaman disebut dengan bermazhab dengan pola “talfiqi” (memadukan pemikiran antarmazhab), dengan pertimbangan: “memilih yang paling layak untuk dipilih” secara proporsional.


Pemilihan metode “qiyas”, misalnya, jelas mengacu pada keberpihakan keempat imam mazhab pada pendekatan ta’lili, yang secara lebih jelas diperkenalkan oleh Imam asy-Syafi’i dan para pengikutnya. Sementara pemilihan metode “istihsan”, jelas mengacu pada Imam Abu Hanifah. Sedangkan pemilihan metode “mashlahah mursalah” dengan berbagai ragam pengembangannya, jelas mengacu pada Imam Malik. Dan diketika Muhammadiyah (melalui kajian tarjih) mengadopsi metode “istishhab”, maka secara tidak langsung juga mengakui keberadaan mazhab Hanabilah, yang merujuk pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.[4]


Ihtitâm


Muhammadiyah bukanlah sebuah mazhab, dan tidak berkeinginan untuk menjadikan dirinya sebagai mazhab baru. Tetapi, dalam perjalanan waktu temuan-temuan ijtihadnya bisa menjadi model bagi siapa pun, utamanya warga Muhammadiyah untuk dirujuk menjadi panduan dalam beragama, sehingga seolah-oleh menjadi mazbah baru.


Dalam konteks mazhab dan bermazhab, hal itu bukanlah suatu yang tabu bagi Muhammadiyah. Tetapi, bagaimanapun juga kesediaan untuk bermazhab dan mengakui keberadaan mazhab tidak akan pernah menjebak Muhammadiyah untuk mengikatkan diri para mazhab tertentu, baik dalam pengertian manhaji apalagi qauli.


Jadi, Muhammadiyah selamanya akan menempatkan diri sebagai kelompok terbuka untuk menerima, menolak, mengakomodasi, menghargai, mengeritik dan menyempurnakan setiap pemikiran keagamaan,  (termasuk di dalamnya fikih), secara kritis, jujur dan terbuka dan penuh empati kepada pemikiran siapa pun dan dari mazhab mana pun dengan tetap konsisten untuk merujuk (kembali) kepada al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbûlah.


Dan oleh karenanya Muhammadiyah akan tetap berhimmah untuk menjadi “Yang Pertama dan Utama” untuk menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai marja’ (rujukan) dalam berislam secara kaffah dalam konteks tajdid (purifikasi dan pembaruan) yang proporsional dan bertanggungjawab .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun