Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

4 Keganjilan Perampokan (Pembunuhan Sadis) Pulomas Jakarta

29 Desember 2016   10:15 Diperbarui: 30 Desember 2016   06:56 10817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah nomor 7A, Pulomas, Jakarta Timur pada Selasa (27/12/2016). (Kaltim.tribunnews.com/Akhdi martin pratama)

Kasus perampokan disertai pembunuhan sadis yang menyebabkan 6 orang tewas di Pulomas Jakarta benar-benar telah menjadi sorotan masyarakat. Sadisnya para perampok yang memasukkan dan mengunci 11 orang dalam kamar mandi ukuran 1,5 x 2 M yang kemudian berakhir dengan tewasnya 6 orang menjadi keprihatinan masyarakat luas. 

Apa yang menyebabkan para perampok itu membunuh dengan cara sadis seperti itu?

Banyaknya korban yang tewas kehabisan oksigen dalam peristiwa itu membuat masyarakat luas jadi benar-benar penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang kronologis kejadian maupun latar belakang keluarga korban yang dirampok.

Penelusuran awak media dan kepolisian akhirnya menginformasikan banyak hal yang menyertai pemberitaan perampokan sadis tersebut. Sayangnya ada beberapa hal yang terkuak yang akhirnya membuat peristiwa memprihatinkan ini menjadi bias masalahnya. Bukan sekadar menjadi keprihatinan, tetapi juga membuat masyarakat mulai berspekulasi miring maupun menduga-duga ada sesuatu di balik perampokan sadis tersebut.

Keluarga yang Hebat dan Sukses, tetapi... 

Ir. Dody (Alm.) (59 Tahun) yang menjadi korban meninggal tersebut adalah pemilik rumah mewah yang beralamat di Jalan Pulomas Utara, Nomor 7A, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Rumah itu terkesan mewah karena memiliki bangunan berarsitektur modern dengan luas bangunan dan tanah sekitar 900 meter dan berlokasi di kawasan elite strategis di Jakarta Timur.

Alm. Ir. Dody diketahui berprofesi sebagai arsitek senior yang sangat sukses. Sayangnya, kesuksesan karier dan bisnis Almarhum tidak diiringi dengan kesuksesan dalam berumah tangga. Disebut-sebut, Almarhum sudah menikah dua kali dan dikaruniai 6 orang anak (masing-masing istri memberinya 3 anak), tetapi sayangnya kedua istrinya tersebut sudah bercerai dengan Ir. Dody (Alm.).

Dari berita di media dikabarkan kedua mantan istri Ir. Dody tidak tinggal serumah lagi. Dody tinggal di rumah nahas itu bersama 3 anak dari istri kedua, bersama 2 sopir, 2 pembantu, dan 2 baby sitter. Ke-10 orang itulah ditambah seorang anak (teman dari anak Dody yang sedang mampir) yang kemudian menjadi korban perampokan (pembunuhan) sadis tersebut. 6 orang tewas kehabisan oksigen dan 5 luka-luka. Yang tewas dari peristiwa itu adalah Ir. Dody, Diona (anak pertama dari istri kedua), Gemma (anak ketiga dari istri kedua), Amel (teman dari Gemma), Supir Yanto dan Supir Tarso. Sementara 5 korban lainnya mengalami luka-luka.

Yang menjadi kabar negatif dari peristiwa ini adalah Alm Ir. Dody semasa hidupnya sempat meng-upload foto kesuksesan (memamerkan kesuksesan) di mana Dody berpose dengan 3 mobil mewah miliknya. Mobil Ferari, Lamborgini dan Hummer tampak dalam foto Almarhum.

Kabar lainnya yang semakin membuat sebagian masyarakat beropini “miring” adalah diketahui Almarhum memiliki istri ketiga yang cantik yang berusia 19 tahun dan berprofesi sebagai model. Awak media yang mencium rasa penasaran publik akhirnya berhasil mendapatkan foto-foto eksklusif dari Agnesya yang dikabarkan adalah istri ketiga Ir. Dody. Foto-foto itu sudah menyebar dengan cepat.

Keganjilan dalam Peristiwa Pembunuhan Sadis di Pulomas

Pertama, cukup sulit untuk menyebut peristiwa ini sebagai perampokan. Tidak seperti umumnya kejadian perampokan, dalam peristiwa ini barang-barang yang dirampok ternyata (kabarnya) hanya 2 buah telepon genggam. Mengapa hanya itu yang diambil sementara bila melihat fisik rumah mewah dan foto-foto yang ada dapat diperkirakan isi rumah itu seharusnya penuh dengan barang berharga?

Peristiwa ini lebih cocok disebut sebagai pembunuhan sadis. Meskipun demikian, masih ada juga hal-hal lain yang membuat peristiwa ini sulit disebut sebagai pembunuhan berencana (disengaja).

Yang kedua, empat orang pelaku terkesan sangat mudah (berdasarkan pemberitaan) melakukan aksinya. Para pelaku datang ke rumah tersebut dan tahu betul bahwa pagar besar rumah tidak terkunci sehingga dengan mudah 4 pelaku bisa langsung masuk dan menyergap 10 orang yang ada di dalam rumah. Ir. Dody datang pada saat para pelaku sudah memasukkan 10 penghuni ke dalam kamar mandi dan Dody menjadi orang kesebelas yang dimasukkan ke dalam kamar mandi.

Analisa bahwa rumah tersebut sudah diintai lama oleh perampok (yang mungkin sangat profesional) agak sulit dicerna karena akan sangat kecil kemungkinannya sekawanan perampok mau menyantroni rumah dengan jumlah anggota keluarga sebanyak itu. Logikanya itu bisa saja terjadi bila para perampok itu benar-benar sangat paham dengan kondisi sehari-hari dalam rumah itu.

Apa yang bisa membuat para perampok itu sangat paham dengan kondisi rumah tersebut? Ini yang membuat kita semua menjadi penasaran.

Yang ketiga, terlalu mudah bagi polisi meringkus para perampok.

Faktanya memang dalam rentang waktu 2 x 24 jam polisi mampu meringkus 3 dari 4 pelaku perampokan. Polisi menyergap mereka di 2 tempat di kawasan Bekasi. Tentu sebelumnya kita semua harus mengacungi jempol untuk polisi kita. Mereka jelas sangat profesional.

Tetapi ketika mendengar kabar itu, tentu kita akan menebak kemungkinan besar polisi mampu menangkap pelaku dikarenakan pelaku memiliki dua handphone korban yang kemudian membuat polisi mampu melacak secara tepat posisi handphone dari sinyal yang tertangkap di peralatan pelacak polisi.

Soal kemampuan polisi memiliki alat pelacak sinyal handphone itu sudah rahasia umum sehingga umumnya para perampok profesional sudah paham soal itu. Akan menjadi aneh dan ganjil bila para perampok tidak mematikan HP (atau membuang simcard HP) setelah mengambilnya dari TKP. Hanya perampok amatir yang mungkin tetap membiarkan HP yang dirampoknya tetap menyala ataupun tetap berisi simcard pemilik.

Dan catatan untuk mengukur amatir atau profesionalnya perampok biasanya bisa kita hitung dari jumlah pelaku dan peralatan yang dibawanya. Jumlah pelaku ada 4 orang dan mereka datang dengan sebuah mobil Suzuki Ertiga (keluaran terakhir). Jadi sulit menyimpulkan para perampok ini komplotan Amatir.

Yang keempat, peristiwa ini bukan pembunuhan sempurna.

Berandai-andai kalau saja peristiwa ini merupakan sebuah kasus pembunuhan yang direncanakan, umumnya syarat sebuah pembunuhan berencana adalah adanya target jelas korban yang akan dibunuh. Jadi, dalam peristiwa ini memang sangat sulit menyimpulkan bahwa keempat pelaku memang ingin menghabisi 11 korban sekaligus.

Bila hanya ingin membunuh pemilik rumah, tentu para perampok akan memisahkan target utama dari korban lainnya dan mengeksekusi di ruangan yang berbeda. Begitu juga bila menganalisis hanya pemilik dan anak-anaknya yang menjadi target pembunuhan, maka para sopir dan pembantu akan dipisahkan dari target pembunuhan.

Kemungkinan besar peristiwa ini bukan suatu pembunuhan berencana. 11 korban dimasukkan dalam kamar mandi yang sempit, lalu dikunci dan kemudian dirusak handle pintunya. Kemungkinannya para pelaku hanya ingin agar para korbannya tidak mengganggu keleluasaan aksinya menguras harta di rumah tersebut sehingga mengunci mereka dalam kamar mandi. 

Mengunci dalam kamar mandi di rumah seluas itu tentu saja membuat teriakan para korban tidak akan terdengar sampai ke luar rumah. Begitu juga dengan merusak handle pintu kamar mandi akan membuat para korban butuh waktu lama untuk meloloskan diri sehingga para pelaku aman dan punya waktu cukup untuk meninggalkan TKP.

Jangan berspekulasi soal harta warisan, istri ketiga dan istri pertama 

Yang harus dihindari dari masyarakat adalah opini-opini maupun spekulasi-spekulasi ngawur yang kemudian berkembang menjadi opini publik dan akhirnya membuat para penegak hukum sulit menuntaskan kasus tragis ini.

Contoh kecil, karena pemilik rumah adalah seorang kaya raya dengan 3 istri dan 6 anak (anak ke-7 dalam kandungan istri ketiga), langsung masyarakat menyimpulkan bahwa peristiwa ini berkaitan dengan pembagian harta warisan. Masyarakat hanya melihat yang menjadi korban adalah pemilik rumah dan anak-anaknya dari istri kedua. Dari situ mereka langsung menyimpulkan bahwa peristiwa ini mungkin adalah ulah istri ketiga atau istri pertama.

Yang begini ini sangat salah dan bukan hal yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat. Kita tidak boleh suudzon kepada siapa pun. Yang bisa menyimpulkan peristiwa ini sebagai peristiwa perebutan harta warisan adalah pengadilan dan kepolisian. Kita semua bukan detektif apalagi pakar tindak pidana. Jadi, seharusnya kita tidak boleh mudah menyimpulkan suatu peristiwa seperti ini dan menyebarkan opini kita.

Mari kita semua bersabar menunggu pihak penegak hukum untuk menyelesaikan tugasnya. Tidak semua / belum semua kepingan peristiwa mampu diberitakan media saat ini. Jadi, memang kesimpulan untuk peristiwa ini masih sangat jauh. Dan harus dipahami juga bahwa tidak setiap penyidikan polisi akan berjalan dengan sempurna. Mungkin saja ada sedikit hal-hal yang belum terpecahkan tetapi itu bukan merupakan suatu keganjilan penyidikan ataupun ketidakprofesionalan kepolisian.

Semoga kasus ini cepat dituntaskan dan semoga tidak terjadi lagi peristiwa tragis seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun