Bahkan, Kirara sendiri disebut sempat kesusahan saat pertama kali mempelajari teknik kutukannya. Siapa sangka, teknik kutukan tersulit itu ternyata cukup relate dengan masyarakat Jawa.
Konstelasi Salib Selatan atau Crux ternyata menjadi salah satu pedoman penting dalam keberlangsungan hidup masyarakat Jawa kuno. Crux lebih dikenal masyarakat Jawa sebagai konstelasi Gubug Penceng.
Konstelasi atau rasi Gubug Penceng digunakan masyarakat Jawa kuno sebagai penanda musim cocok tanam. Jika para petani sudah melihat rasi tersebut di langit timur pada awal malam, maka masyarakat akan memulai kegiatan cocok tanam mereka agar bisa dipanen di waktu yang pas.
Belum diketahui pasti sejak kapan masyarakat Jawa atau bahkan suku lainnya (dengan sebutan yang berbeda) menggunakan rasi Gubug Penceng. Namun, kitab-kitab masa pemerintahan Panembahan Senopati sudah menyebutkan rasi bintang tersebut sehingga sudah dipastikan 'tradisi' ini ada sejak ratusan tahun lalu.
Sebuah cerita rakyat menyebutkan rasi Gubug Penceng diambil dari sebuah kisah di mana ada beberapa pemuda yang sedang membangun gubug atau rumah. Lalu setiap kali mereka membangun gubug tersebut, selalu ada wanita cantik lewat di jalan depan mereka sehingga membuat para pemuda selalu meleng menatap sang wanita. Akibatnya, gubug tersebut jadi miring atau penceng karena para pemuda tidak berkonsentrasi dalam membuat gubug tersebut.
Manga memang sebuah medium yang tidak terlalu kuno dan bahkan bisa dibilang terus diolah di tiap zaman sehingga menjadi sebuah pop culture. Meski manga menceritakan cerita fiksi, namun tetap saja pasti ada kejadian/objek nyata yang menjadi inspirasi dalam pembuatan karya seni tersebut.
(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H