Mohon tunggu...
Angin Sepoi
Angin Sepoi Mohon Tunggu... lainnya -

hanya kabar angin..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kado dari Tuhan

28 Februari 2014   16:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“hehehe.. Sudahlah. Yang penting sekarang kamu sudah belajar dari apa yang kamu alami. Itu lebih penting bagimu daripada menilai-nilai orang lain..” kata bapak tua itu tetap sambil tersenyum.

“bagaimana maksud bapak?” Tanya buyung.

“kamu tentu berpikir bahwa jatuh ke sungai itu adalah suatu kesialan bagimu. Hati-hatilah dengan pikiranmu anak muda. Apapun keputusan Allah pastilah untuk kebaikan diri kita. Hanya saja kadang-kadang pikiran kita memang tidak sanggup membedahnya. Boleh jadi sesuatu yang menimpa terlihat negatif, tapi di balik itu tersembunyi rahasia Yang Maha Penyayang. Maka kita selalu dianjurkan untuk berpprasangka baik padaNYA. Jika ingin menjadi hamba yang selalu bersyukur, jarak pandangmu harus menembus sampai kesana..”

Buyung merenungi kata-kata bapak tua tak dikenal itu. Bapak tua bicara lagi,

“suatu ketika ada seorang buta yang berjalan menuju mesjid dengan meraba-raba dengan tongkatnya karena tidak ada yang menuntunnya. Ketika hampir sampai di mesjid, si orang buta itu tersandung. Ia jatuh tersungkur dengan kepala berdarah. Ketika ia masuk ke mesjid tidak ada seorang pun yang memperhatikannya, kecuali Rasulullah. Rasulullah bertanya, “kenapa kepalamu berdarah?”. Orang buta itu menjawab, “tadi saya terjatuh ketika dalam perjalanan ke sini..”. Rasulullah memanggil orang buta itu mendekat, lalu mengusap-usap luka di kepalanya. Rasulullah lalu berkata, “insya Allah, setengah dosa-dosamu sudah diampuni Allah..”. alangkah senangnya hati si orang buta. Dia jadi lebih bersemangat datang ke mesjid. Suatu hari dia kembali mengalami kejadian serupa. Kakinya tersandung, ia tersungkur. Tapi sebelum tubuhnya menyentuh tanah, tiba-tiba sebuah tangan menangkapnya. Si orang buta kaget, lalu bertanya, “ siapa kamu?”. Si pemilik tangan yang telah menyelamatkannya itu menjawab, “aku iblis..”. si orang buta bertambah kaget, “kenapa kamu menyelamatkanku?”. Iblis menjawab, “aku tidak ingin dosamu yg setengah lagi terhapus..”. Nah, kamu renungilah kisah itu. Kamu nilailah mana yang positif, mana yang negatif? Cerita itu cukup sederhana untuk dipahami..”

Buyung tertunduk. Bapak tua itu kembali bercerita,

“atau yang sedikit lebih rumit. Tahun lalu sungai ini pernah mengalami banjir banding. Sebuah desa di bawah sana tersapu. Tak sedikit kerugian yang dialami penduduk. Sebahagian orang mengeluh. Sebahagian malah berkata, “wajar saja sungai itu meluap. Yang tersapu hanyut itu kan wilayah maksiat..”. Lidah mereka ringan mengatakan itu karena bukan mereka yang ditimpa musibah itu. Sementara penduduk pantai dekat sungai itu bermuara malah bersyukur. Kenapa? Mereka merasa do’a-do’a mereka dijawab Tuhan. Sudah lama mereka kesulitan mencari minyak tanah untuk memasak. Memang di daerah itu sedang terjadi kelangkaan minyak tanah. Harga minyak tanah melonjak dua kali lipat dari biasa. Sementara mereka tidak mampu untuk membeli kompor gas. Mereka hanyalah nelayan miskin yang untuk kehidupan sehari-hari saja kadang perlu berhutang sampai suami pulang membawa ikan. Mereka tentu sangat bersyukur ketika banjir banding itu membawakan hadiah dari Tuhan berupa kayu-kayu yang sangat banyak. Kayu itu dapat mereka manfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak selama berbulan-bulan kemudian.. Nah, kamu lihatlah. Betapa misteriusnya kerja Tuhan. Sebuah kado dariNya kadang berisi hukuman, peringatan dan sekaligus hadiah. Setiap apa yang terjadi dapat kita jadikan alat untuk menghitung-hitung diri sendiri, bukan untung menilai-nilai orang lain. Apakah yang sedang diberikan Allah pada diri ini? hukumankah? Peringatankah? Hadiahkah? Jika itu hukuman, mari segera minta ampun, jika itu peringatan, berarti kita sering lupa, mari eratkan pegangan kembali padaNya. Jika itu hadiah, bersyukurlah, maka akan ditambah, tapi jangan pernah menjadikan hadiah dariNya sebagai tujuanmu. Tetaplah memandangNya, sebab Dia tak pernah berpaling darimu..”

Buyung semakin tertunduk.

“silahkan kau renungi, aku mau pulang dulu..” kata bapak tua itu.

“eh, tunggu dulu pak..” Buyung tersadar, dia belum sempat berkenalan.

Buyung bangkit dari duduknya. Berbalik mencari-cari bapak tua tadi. Tapi yang dicari sudah tak terlihat di sana. Buyung tercengang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun