Â
Ki Suki - No. 8
----------------
Sejak kematian Ki Samad, kampung Serabi kehilangan jagoan yang selama ini menjadi pelindung kampung dari gangguan pada perampok dan perompak. Masyarakat kampung menjadi gelisah. Bagaimana tidak, tidak sampai empat puluh satu hari sejak kematian Ki Samad, kampung sudah rusuh. Maling meraja lela, padahal raja tidak pernah memaling lela. Perampok berpesta pora, padahal pora belum pernah merampok pesta. Hancur dah! Apanya yang hancur Ki? Kalimatnya kali ya.
Kemarin ada warga yang kehilangan sarung, padahal sarungnya gak pernah dicuci tiga tahun. Itu maling kayaknya sudah kehabisan korban, habis warga gak ada lagi yang jemur pakaian. Akhirnya sarung yang ditaruh di depan sumur mau dicuci diembat juga. Mungkin habis ini malingnya akan pindah kerjaan dari maling jemuran menjadi maling jamuran.
Hari ini ada warga yang dirampok. Udah miskin ketimpa fakir. Pak Dullah yang penjual sapu lidi dirampok sekelompok orang. Itu uangnya yang cuman 2ribu perak diembat, sapu lidinya dibakar, eh orangnya malah ditinggal di tengah sawah. Susah kan? Masalahnya Pak Dullah kan gak pernah kemana-mana, jadi dia tidak tahu jalan pulang, bahkan pak Dullah juga gak ingat nama kampung tempat dia tinggal, lupa nama istri dan anaknya. Pas ada yang nanya nama istrinya, dia jawab "Yang". Pas ditanya nama anaknya, dia jawab "Tole".
- oOo -
Sebetulnya Ki Samad mempunyai banyak murid. Jumlahnya mungkin lebih dari 10 orang. Tetapi waktu demi waktu, para murid ini meninggalkan padepokan. Entah mengapa mereka pergi dan tidak kembali. Katanya sih ada yang pindah ke kampung sebelah yang banyak jandanya. Ada juga yang pindah ke kota bekerja di sirkus atau kebun binatang. Tinggal satu orang. Namanya Ben.
Ben masih bertahan di padepokan. Itu karena dia memang tidak punya tempat lain. Bapak ibunya gak ada yang tahu termasuk Ben sendiri. Asalnya juga tidak ada yang tahu. Hanya Ki Samad yang tahu. Ben menganggap Ki Samad adalah ayahnya.
Adanya Ben di padepokan setidaknya membuat para maling dan perampok tidak berani masuk ke padepokan. Katanya Ben ini mewarisi semua ilmu Ki Samad, bahkan ilmu silatnya jauh lebih hebat dari Ki Samad. Hanya saja tidak ada orang yang tahu Ben berkelahi. Justru yang paling sering dilihat Ben banyak nongkrong di poskamling tapi ya gitu paling-paling ngorok atau main petak umpet sama Bajul, anak yang baru berumur 8 tahun.
- oOo -
Siang itu segerombolan maling, copet dan perampok berkumpul di depan padepokan Ki Samad. Mereka berteriak-teriak memanggil semua penghuni padepokan untuk datang ke lapangan. Ini karena mereka punya jagoan baru: Nero! Nero terkenal dengan tubuhnya yang kekar dan mempunyai ilmu kanuragan yang keren punya.
"Siapa saja yang masih tinggal di padepokan, ayo keluar! Tunjukkan batang hidung kalian! Ini Nero, jagoan kami, menantang kalian!"
Mendengar nama Nero, Bajul yang masih anak-anak saja langsung gemetaran. Dia memegang tangan Ben. Namun sepertinya Ben tenang saja.
"Bagaimana ini Ben? Apa perlu kita lari saja?" Kata Bajul ketakutan.
"Tenang saja. Aku akan hadapi Nero".
Ben berjalan keluar dengan tegak. Bajul tetap gemetaran di belakang. Dia sepertinya lebih memilih ambil langkah seribu sebelas. Kok sebelas? Ya biar tambah cepat, karena kalau seribu, kakinya satu bolanya tiga. Kalau seribu sebelas, kakinya tiga bolanya satu. Cepat kan?
Melihat Ben melangkah tegak menuju ke lapangan. Banyak anggota penjahat yang gemetaran juga. Sepertinya memang benar berita yang beredar, bahwa Ben lebih hebat dari gurunya Ki Samad. Nyatanya saat ini Ben dengan tenang melangkah menghadapi Nero!
- oOo -
Suasana tegang. Ben dan Nero berhadap-hadapan. Semua yang hadir di sana cemas, gelisah dan penasaran. Nero seperti raksasa besar yang menakutkan. Ben seperti ular raksasa yang meliuk-liuk diterpa angin. Suasana yang mencekam membuat beberapa orang yang tidak terlalu berani akhirnya memilih kabur. Hanya ada beberapa orang yang bertahan.
Baaaammmm!!!!
"Nero."
"Ben."
Ben dan Nero lari saling mendekat dan berangkulan seperti seorang sepasang kekasih yang lama tidak bertemu. Yah! Ternyata memang Nero adalah kekasih Ben yang selama ini tidak diketahui banyak orang.
"Nero. Akhirnya kita bertemu lagi sayang."
"Benita! mungkin kita tidak perlu berpisah lagi ya sayang."
Semua yang menonton di sana akhirnya sama-sama terharu, meskipun semua sama-sama mengompol.
-----
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
Fiksi bersambung lainnya baca di siniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H